Oleh : YOGYANTORO
Uji Kompetensi
Guru (UKG) telah digelar oleh Dirjen GTK ( Guru dan Tenaga Kependidikan)
Kemdikbud dan diikuti sekitar 2,9 juta guru yang telah memiliki Nomor Unik Tenaga
Kependidikan (NUTK). Bagi guru yang mendapat nilai sempurna yaitu skor 100 akan
mendapatkan kompensasi perjalanan ke luar negeri. Perjalanan ke luar negeri ini
dalam rangka studi tour ( study banding) ke sekolah-sekolah negara maju. Negara
yang menjadi tujuan peserta salah satunya adalah Finlandia.
Ada apa
dengan Finlandia?
Finlandia adalah negara republik parlementer dengan pemerintah pusatnya di
ibukota Helsinski. Sama seperti Indonesia, awalnya Finlandia termasuk negara
yang menggantungkan diri pada sektor pertanian atau negara agraris. Finlandia
juga memiliki ribuan pulau. Namun, Finlandia termasyur di mata internasional
lewat organisasi Nation Master dalam pencapaian teknologi pada tahun 2001
bertengger di ranking ke-1 dari 68 negara. OECD ( Organization for Economic Cooperation and Development) dan PISA ( Program
Penilaian Siswa Internasional) pada tahun 2000 nangkring di peringkat ke-1 dari 43 negara dalam kemampuan membaca,
urutan ke-2 dalam matematika dari 41 negara . Sementara itu tahun 2003 berada
di urutan ke-1 dalam sains bersama
dengan Jepang dan urutan ke-2 dalam pemecahan masalah. Hasil PISA tahun 2012
menunjukkan Finlandia menduduki peringkat ke-3 setelah Korea dan Jepang untuk
pelajaran reading comprehension (
pemahaman bacaan) dan MIPA.
Sistem pendidikan di Finlandia
merupakan salah satu sistem pendidikan tersohor di dunia yang patut ditiru. Hal
ini terbukti dengan nilai yang selalu dicetak siswa Finlandia dalam PISA untuk
mata pelajaran membaca, matematika dan sains. Seperti halnya Indonesia, di
Finlandia SD (Sekolah Dasar) ditempuh selama 6 tahun dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) selama 3 tahun.
Setelah SMP, lulusannya bisa langsung bekerja atau mendaftar di sekolah dagang
atau SMA ( Sekolah Menengah Atas). Sekolah dagang adalah model SMK di Indonesia
(Vocational School). Sedangkan SMA disiapkan khusus untuk pendidikan
tinggi. Hampir 38 % penduduk Finlandia memiliki gelar setingkat sarjana, salah
satu yang persentasenya tertinggi di dunia dan secara konsisten Finlandia
menduduki peringkat prestigious PISA.
Kunci kesuksesan negara Finlandia salah
satunya terletak pada kualitas gurunya. Di Finlandia, profesi pengajar, guru
atau dosen adalah profesi yang paling bergengsi serta dipercaya oleh masyarakat
dan pihak yang berwenang. Semua guru dituntut untuk mendapatkan gelar master
atau berpendidikan S2. Guru disana
merupakan para guru yang mendapatkan pelatihan terbaik karena dalam proses
menjadi guru harus melalui tahapan seleksi yang super ketat bahkan lebih ketat
dari fakultas kedokteran. Finlandia percaya bahwa kemampuan pedagogi tidak bisa
didapat melalui proses belajar. Kemampuan pedagogi adalah bakat alam yang tidak
semua orang memiliki.
Less is more
Orang –orang Finlandia telah membiasakan diri untuk hidup secara simpel dan
sederhana. Rumah-rumah mereka tidak lebih besar daripada yang mereka butuhkan
tetapi nyaman untuk ditempati. Mereka tidak konsumtif. Perempuan-perempuan
disana tidak hobi belanja atau memakai make
up atau perhiasan berlebih. Kaum pria banyak yang tidak memiliki mobil atau
bahkan kendaraan sama sekali. Mereka menanamkan prinsip, daripada membeli
segudang pakaian yang harganya murah tetapi tidak awet lebih baik membeli satu
dua tiga pakaian secukupnya meskipun sedikit lebih mahal tetapi bisa bertahan
bertahun-tahun.
Less is more benar-benar menjadi mantra
nasional yang berurat-berakar dalam mind-set
mereka dan bahkan menjadi prinsip filosofi pendidikan. Menurut OECD rata-rata
guru di Finlandia hanya mengajar 600 jam setahun atau sekitar 3 atau 4 jam
pelajaran setiap hari dengan durasi waktu 75 menit untuk 1 jam pelajaran.
Murid-murid memiliki lebih sedikit waktu di sekolah dan lebih banyak waktu
untuk istirahat. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang yang luas untuk para
guru dan murid mempersiapkan diri dalam KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar) yang
lebih berkualitas. Semua SD di negara itu memberikan PR kepada siswa seminim
mungkin agar siswa memiliki waktu untuk mengembangkan hobi diluar jam sekolah.
Bertolak
belakang dengan apa yang terjadi di sekolah di
Indonesia yang cenderung lebih banyak kelas, jam pelajaran yang panjang
, PR yang menggunung, siswa dibebani seabrek tugas dan lebih banyak les
tambahan dimana-mana serta harus menghadapi berbagai macam tes formatif, tes
sumatif, ulangan dan banyaknya jenis ujian.
Ini akan berdampak pada psikis
anak yang penuh tekanan, stres dan lebih parahnya adalah anak akan frustrasi.
Secara alami kapasitas otak anak tidak mampu untuk menampung beban yang
berlebih. Di Finlandia, pelajaran matematika hanya diajarkan sekali dalam
seminggu. Lantas bagaimana mereka nanti menghadapi ujian? Finlandia tidak
memiliki banyak ujian seperti sekolah-sekolah yang ada pada negara lain
termasuk Indonesia. Lebih sedikit ujian ternyata berbanding terbalik dengan
lebih banyak belajar.
Murid
SD di Finlandia seringkali hanya memiliki 1 guru yang sama mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Sehingga guru tersebut akan mampu untuk track the kids progress ( merekam kemajuan belajar siswa) dengan
akurat dan signifikan. Guru akan lebih memahami karakter siswa dan mengetahui
kebutuhan mereka serta gaya belajar
masing-masing individu. Lebih sedikit guru dipercaya mampu menangani siswa
lebih konsisten dan lebih peduli. Bagaimana jika anak kita mendapatkan guru
yang tidak berkualitas ? Hampir impossible
hal itu terjadi mengingat Finlandia bekerja keras dan all out untuk menjamin bahwa tidak ada guru yang tidak berkualitas.
Untuk bisa diterima sebagai mahasiswa PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar)
saja sangat ketat. Ribuan pelamar selalu
gagal untuk masuk PGSD tiap tahunnya. Hanya orang-orang terbaik yang
mampu menjadi guru SD.
Masyarakat
dan orang tua atau wali murid memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada guru
yang telah dianggap mumpuni, terampil, terlatih dan memiliki kompetensi.
Kebebasan diberikan kepada para guru untuk menciptakan lingkungan kelas yang
baik sehingga guru memiliki otoritas untuk mengambil keputusan. Guru terbebas
dari persyaratan pemeriksaan ( inspeksi), tes standarisasi dan kontrol
pemerintah yang rigid. Para guru
berhak membuat kurikulum yang dianggap baik bagi mereka serta memilih buku
materi yang sesuai.
Less is more yaitu menyederhanakan
kompleksitas dan mengurangi beban berlebih menjadi filosofi pendidikan yang
maha ampuh bagi kesuksesan Finlandia dibidang pendidikan. Memang Human Resources atau SDM siswa-siswa di
Indonesia dan Finlandia tidak bisa disamakan, tapi akankah sebuah perubahan
terjadi tanpa adanya kemauan kita untuk berubah. Bukankah kita (
Indonesia) tidak pernah mencoba
menancapkan kuku pada satu filosofi pendidikan dalam rentang waktu lama dan
melihat hasilnya? Kita secara konstan selalu mencoba ide baru, metode baru, dan
inisiatif baru yang karena tidak konsisten akhirnya layu sebelum berkembang.
Atau kita rajin menambah-nambah makanan ke dalam piring tanpa peduli masih ada
makanan yang belum kita habiskan. Sekolah hanya mengajarkan ilmu pengetahuan
tentang angka-angka dan hapalan-hapalan yang akhirnya mengebiri arti penting
mengasah kemampuan untuk kritis dan
kreatif mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
Memang di dalam Al-Quran tercantum kata ilm sebanyak 854 kali. Menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan modal besar dan istemewa bagi manusia. Namun saat ini betapa sulit mencari kaum intelektual organis. Lebih gampang menemukan kaum intelektual oportunis yaitu kaum intelek yang hanya mementingkan kepentingan jangka pendek atau ingin menggapai capaian finansial belaka. Belajar dari yang berjaya ( Finlandia) perlukah?
0 comments: