Navigation Menu

Sego Gegog, si Pemilik Rasa Pedas yang Jengkar dari Bontot di Ladang Menjadi Bintang di Angkringan

Oleh: YOGYANTORO



Namanya adalah nasi gegog atau sego gegog yang merupakan akronim dari sego genem godhong gedhang. Artinya, nasi yang dibungkus menggunakan daun pisang. Menu tradisional ini ikut meramaikan belantika kuliner di kota gaplek, julukan kota Trenggalek menyusul kakak seperguruannya yaitu nasi thiwul yang lebih dahulu melegenda. Nasi gegog dibuat dari nasi aron dengan ciri khas nasinya yang punel. Cita rasa pedasnya yang menggelora sekaligus bikin kangen berasal dari cabai plintir kering yang dicincang bersama bawang merah, bawang putih, dan ikan teri jengki atau teri kawat. Daun salam, lengkuas yang dimemarkan, garam dan gula dapat ditambahkan untuk meracik rasa agar lebih menggoyang lidah. Untuk menjaga agar tetap kaku dan keras, teri tidak perlu direndam sebelum dimasak.

Sumber : Dokumen Pribadi


Teri jengki pedas yang menyertai nasinya kemudian dibungkus daun pisang dan disematkan dengan lidi seperti membuat botok. Porsinya setali tiga uang dengan satu kepel nasi kucing yang biasa dijumpai di angkringan. Sebelum dibungkus bersama sambal teri nasi ditanak setengah matang. Lalu kembali dimasak dengan menggunakan tungku tradisional dan menggunakan bara api dari kayu-kayu hutan. Aroma harum khas dan gurih merindunya akan membangkitkan selera siapa saja dari beragam kalangan dan kasta, dari rakyat jelata, pegawai menengah hingga para pejabat di pemerintahan atau birokrasi. Semuanya gandrung untuk sekadar merasakan pedas spesialnya. Bahkan rasa pedas dari sego atau nasi yang lahir di kota kecil yang pernah dihapus dari peta secara administratif oleh pemerintah Belanda ini mampu berkhasiat sebagai obat sakit kepala dan influenza. 

Sego gegog makin nikmat disajikan dengan menu lauk seperti tempe goreng, tahu bola goreng, sate telur puyuh, sate usus, atau sate jerohan. Pembeli juga dapat memilih varian nasi gegog ikan tuna atau nasi gegog dari beras merah. Teh setengah panas dapat menjadi pilihan tepat untuk minumannnya. Menyesap teh setengah panas sembari merasakan udara dingin alami di kawasan pegunungan tempat komplek angkringan atau warung penjaja nasi gegog akan menjadi pengalaman indah. 


Destinasi wisata kuliner ini memang berada di dataran tinggi Puncak Ngares dan di kawasan pegunungan kecamatan Bendungan. Diperlukan sekitar lima belas menit perjalanan dari Alun-alun kota Trenggalek menuju sentra nasi gegog di bagian utara Trenggalek. Para pemburu sego gegog harus berkompromi dulu dengan topografi wilayah berlatar agraris dan siap mendaki gunung dan menuruni lembah untuk bisa mencicipi bintang angkringan dari kota yang termahsyur dengan tempe kripik ini. Pepohonan pinus yang hijau meranau di kiri kanan jalan menawarkan pemandangan segar nan asri. Saat ini nasi gegog telah mengepakkan sayap dengan merambah daerah-daerah seperti kaki Gunung Wilis dan beberapa kabupaten sekitarnya seperti Ponorogo yaitu daerah Pulung dan kabupaten Tulungagung. 



Warung Mbah Tumirah yang berlokasi di pertigaan jalan desa Srabah, kecamatan Bendungan sangat populer sebagai jujugan para penggemar sego gegog. Mbah Tumirah yang kini usianya sekitar 80-an lebih adalah pelopor nasi gegog. Bisnis ini sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Warung Mbah Tumirah sendiri sudah berjalan selama lebih dari 30 tahun. Sebungkus nasi gegog dibanderol dengan harga yang sangat bersahabat dengan kantong kita yaitu dari harga Rp. 1.500,00 hingga Rp. 3.500,00. Dua bungkus sego gegog sudah cukup membuat perut Anda kemlekaren atau kekenyangan. 



Dahulu sego gegog adalah bekal (bontot) para petani yang hendak pergi berkebun atau berladang mengolah lahan di kawasan hutan pegunungan di kecamatan Bendungan. Mayoritas warga pegunungan berangkat ke kebun sebelum matahari muncul di ufuk timur sehingga nasi gegog menjadi pilihan bontot yang enak, praktis dan cepat dalam pembuatannya. Bekal wong gunung yang bercita rasa menggoda ini kini telah bermetamorfosis menjadi primadona angkringan di kota alen-alen, Trenggalek. Anda boleh mencobanya. #KulinerJuaraKampungHalaman #BelangaIndonesia #GoodIndonesianFood




***

0 comments:

Mencetak Generasi Emas di Periode Emas (Golden Period)

Bagi kami, 1000 hari pertama ananda melihat dunia dan satu jam ananda berada dalam rahim adalah masa keemasan yang paling berharga untuk kami sebagai orang tua mengambil peran. Pada masa ini sel-sel otak mengalami perkembangan mencapai 80 %. Perkembangan fisik, mental bahkan spiritual bayi mulai terbentuk pada masa ini. Pola asuh adalah kunci pertama dan utama untuk menumbuhkan karakter sang buah hati. Oleh karena itu pemberian stimulasi atau rangsangan yang mencakup aneka sistem indra seperti pendengaran, perabaan, pembauan, penglihatan dan pengecapan harus dilakukan secara terintegrasi dan simultan. 


Kami sebagai orang tua merancang pola asuh sebagai agenda utama dengan senantiasa memberikan dukungan dan menjadi fasilitator yang siaga 24 jam. Kami percaya bahwa pada dasarnya cetak biru (blue print) bayi telah terbentuk secara alami dari orang tuanya namun pemberian alam tersebut akan sirna jika kita tidak mengambil peran. Proses pertumbuhan otak yang mengeluarkan cabang-cabang serat saraf perlu distimulasi sehingga kemampuan komunikasi seluruh sistem saraf pusat akan menjadi kuat. Sebaliknya jika kurang mendapat stimulasi akan melemahkan jalur-jalur saraf bayi sehingga bisa melemah atau mati. 


Ronald Ferguson, profesor di Universitas Harvard dan direktur Achievement Gap Initiative menekankan pentingnya orangtua yang responsif terhadap emosi bayi. Kasih sayang adalah sebentuk bukti cinta dan kebutuhan paling dasar yang sangat dinantikan oleh bayi. Stimulasi mental yang dibutuhkan diantaranya adalah selalu mendekatkan wajah kita sebagai orangtua kepada bayi mungil anak kita. Kita bisa berinteraksi secara visual dengan bayi kita melalui ekspresi wajah yang menarik, penuh senyum, sesekali mengenalkan ekspresi kaget, menangis, tertawa atau memainkan lidah kita untuk menarik perhatiannya. Mengikuti irama emosi bayi akan memberikan sensasi kedekatan dan kehangatan yang akan menciptakan iklim yang baik bagi bayi dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan kepercayaan bayi terhadap lingkungannya. 

Selain itu kekuatan cinta kasih dapat disalurkan orangtua kepada bayinya dengan stimulasi taktil seperti memegang, menimang, mengangkat, memeluk, mengurut, mengguncang lembut, menepuk atau mengajaknya bicara. Mendongeng dengan wajah yang ekspresif untuk bayi kita sangat dianjurkan. Meskipun masih berusia dibawah dua tahun, dongeng untuk bayi dengan kata-kata yang tepat, nyata dan jelas akan merangsang indra pendengarannya. Rajin-rajinlah berbicara dengan bayi kita agar bisa cepat berbicara dengan kosa kata yang beragam karena otaknya menyerap perbendaharaan kata yang melimpah seperti spons. Bayi pada usia emas yaitu 1000 hari pertama adalah peniru terhandal. 

Otak bayi seperti tape recorder yang akan menyimpan lirik lagu-lagu anak yang biasa kita nyanyikan asalkan dengan suara dan nada yang jelas. Pernahkah Anda mencoba make silly noises atau mengajaknya bermain sembunyi-sembunyian, cilukba atau play peek – a boo? Itu semua adalah contoh pendekatan yang disukai bayi dan berdaya untuk tumbuh kembang yang seimbang antara fisik dan psikososial bayi. Anda juga dapat menggunakan benda-benda yang menimbulkan suara gemerincing, alunan musik, atau bel mainan dan bersiaplah memberikan respon emosional yang positif terhadap setiap refleks bayi. Marah, sebal, bosan adalah respon emosional yang negatif yang akan menimbulkan rasa takut dan menghilangkan kepercayaan diri bayi. 

Menjalin hubungan yang erat, mesra dan hangat adalah syarat mutlak yang perlu dikombinasikan dengan pola asuh provision structure yaitu konsistensi dan pembiasaan yang meliputi ketepatan waktu makan, tidur dan mandi. Jangan sampai si kecil melihat adanya inkonsistensi seperti adanya nilai dan norma yang bertentangan antara yang diterapkan oleh kakek, nenek, ayah, ibu atau pengasuh (pengganti ibu). Si kecil tentu akan bingung mengikuti aturan yang mana, bukan? Si kecil bisa kehilangan arah atau pedoman sehingga terampas rasa aman (emotional security) yang membawa dampak pada fisik, sosial, dan mental atau mengalami sindrom deprivasi maternal. 

Masing-masing bayi itu terlahir cerdas, unik dan memiliki karakter yang khas. Kita sebagai orang tua bertanggung jawab mengembangkan kecerdasan dan bakat atau keunikan buah hati kita sedini mungkin terlebih-lebih pada 1000 hari pertama ananda yang merupakan golden period. Ayah dan Bunda pemilik buah hati yang unik dapat mengikuti jejak kami menjadi supporter dan fasilitator untuk menemukan dan mengembangkan kecerdasan si kecil. Kecerdasan si kecil bisa sangat berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada yang memiliki kecerdasan linguistik, matematika, visual-spasial, musical, kinestetik dan lain sebagainya. Karakter bayi pun sangat beragam seperti ada yang peka, manis, kurang “manis”, ekspresif, pendiam atau cool. Namun sebetulnya mereka semua luar biasa dan cerdas sebagai mana yang diungkapkan oleh Howard Gardner, psikolog dari Universitas Harvard bahwa semua anak adalah anak cerdas. Kita sebagai orang tua tidak perlu membanding-bandingkan. 

Akhirnya tulisan ini penulis tutup dengan pepatah: “If your plan is for one year plant rice. If your plan is for ten years plant trees. If your plan is for one hundred years educate children” yang maknanya adalah, jika rencana hidup kita untuk satu tahun maka tanamlah padi. Jika rencana hidup kita untuk sepuluh tahun maka tanamlah pohon. Jika rencana hidup kita untuk sepanjang masa maka asuhlah anak kita. Semoga bermanfaat!
#1000HariPertamaAnanda

***

0 comments:

Gending Keluarga dalam Surat Kecil untuk Tuhan

(The Quintessence of Education)


Oleh: Yogyantoro
Penulis adalah guru SMPN 4 Muara Teweh,
alumnus Universitas Negeri Malang



“ Tuhan, aku merindukan ayah dan ibuku/ Aku hanya punya seorang kakak yang selalu menjagaku/ Aku ingin selalu bersamanya/ Jangan pisahkan kami Tuhan”.


Foto : www.wowkeren.com
Sebuah film drama keluarga yang diadaptasi dari novel karya Agnes Danovar, dan digarap oleh seorang director, Fajar Bustomi. Film yang dirilis pada 25 Juni 2017 yang lalu dengan running time (durasi) 127 menit ini mengetengahkan kezaliman endemik di ibukota yang mengeksplorasi perspektif anak jalanan dengan menampilkan suatu sindikat yang memanfaatkan anak-anak terlantar menjadi mesin uang. Skenario film tentang pengorbanan sang kakak, Anton (diperankan oleh Bima Azriel) yang bertahan hidup sebagai anak jalanan dan perjuangan seorang adik, Angel (diperankan oleh Izzati Khanza) yang berusaha untuk menemukan kembali masa lalunya yaitu seorang kakak yang dulu selalu menjaganya, setelah guratan nasib secara tragis memisahkan mereka berdua ini ditulis oleh scriptwriter, Upi Avianto. Angel dewasa yang diperankan oleh Bunga Citra Lestari kemudian berhasil menjadi sarjana hukum di Australia dan bertunangan dengan Martin, seorang kardiolog yang diperankan begitu kharismatik oleh Joe Taslim. Menggarap rentang waktu yang panjang, tokoh-tokoh yang sudah lama berpisah bertemu lagi.


Surat Kecil Untuk Tuhan versi 2017 diproduksi oleh Falcon Pictures selaku rumah produksi dengan didukung para pemain yang turut berperan yaitu Teuku Rifnu Wikana, Lukman Sardi, Maudy Kusnaedi, Aura Kasih dan Ben Joshua. Tahun 2011 buku pertama Agnes Donovar telah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama bercerita tentang seorang gadis yang berjuang melawan kanker ganas di wajahnya. Latar belakang anak jalanan kini menjadi obyek satire dalam film ini yaitu tentang masalah sosial yang menimpa mereka. Latar belakang anak jalanan yang diangkat keluarga di Australia ini memang mirip dengan film Lion (2017), film peraih nominasi Oscar. Bedanya adalah Surat Kecil untuk Tuhan telah terjebak pada sentimentalisme yang berkepanjangan. Film ini akhirnya juga kurang otentik dengan gagasan-gagasan yang baru. Namun mengangkat gagasan brillian berdasarkan ilham dari salah satu masalah besar bangsa Indonesia patut mendapatkan apresiasi two thumbs. Gagasan tentang eksploitasi anak, perdagangan anak dibawah umur, dan organ tubuh illegal memang seharusnya diangkat ke permukaan dan di blow-up oleh berbagai media.

Film ini telah begitu peka menunjukkan proyeksi dari sekian banyak anak-anak terlantar sebagai sebuah gejala sosial yang paling rawan. Meskipun rada berlebihan, melodrama di dalamnya bisa menjadi sangat instrumental dalam memancing kesadaran. Sayup-sayup film ini diinsinuasikan kepada negara kita sekarang. Di negara kita segala sesuatu telah diatur oleh undang-undang. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Satu hal yang kasat mata adalah masih banyaknya anak-anak mengamen, mengasong, mengemis bahkan mencopet di sepanjang jalan, terminal, lampu merah, kolong-kolong jembatan dan hampir seluruh persendian ibukota.

Memang sangat tematis bahwa kehidupan anak-anak jalanan itu begitu destruktif dan nilai-nilai moral menjadi luntur. Kosmos tentang kehidupan anak jalanan ditampilkan dengan utuh sampai pada adegan anak kecil yang dibedah hidup-hidup off screen dan kita bisa melihat reaksi orang dewasa yang muntah menyaksikan crime thriller yang membuat merinding bulu kuduk. Sayangnya crime thriller dan adegan-adegan kekerasan yang membumbui keseluruhan tone film yang terkesan cengeng tersebut tidak dibarengi dengan gelegar megah musik motivasional yang menegarkan dan menguatkan seperti dalam film Lion. Adegan anak-anak yang menangis dibawah guyuran air hujan dan color grading yang monoton mendung di awal kisah juga terkesan klise dan kurang kreatif dalam memetik heartstring kita. Sebuah pendekatan yang biasa muncul dalam cerita-cerita sinetron. Tone yang diolah seharusnya menjadikan film ini drama yang secara natural memberikan ruang untuk thought-provoking. Alih-alih film ini telah menjadi begitu emosional.

Pada dasarnya film ini tidak hiper-realisme. Fajar Bustomi selaku sineas dan nahkoda film mampu menyiasati kependekan ruang film dengan mengambil adegan-adegan singkat tetapi lugas yang justru berdaya kuat menonjolkan hakiki. Landscape pengambilan gambarnya menjangkau hal-hal terkecil. Jika penyisipan cityscape dan timelapse tidak terlalu over akan membuat film ini makin stunning secara visual. Menerjemahkan novel ke dalam film memang bukan pekerjaan mudah. Novel bisa dengan leluasa memperkenalkan tokoh-tokohnya. Sedangkan film terbatas oleh running time. Penyingkapan karakter antagonisnya misalnya, seharusnya dapat dilakukan dengan lebih efisien. Sosok Om Rudy sebagai pemimpin sindikat anak jalanan yang diperankan oleh Lukman Sardi, dengan beberapa shoot saja seharusnya bisa menyingkap sosoknya dan pergeseran state of mind antagonisnya. Samar namun memberi isyarat-isyarat yang pasti maka terjadilah semacam penelanjangan diri pada tokoh tersebut. Film ini kemudian menyerupai style sinetron-sinetron Indonesia bahwa yang jahat menjadi benar-benar jahat dan yang baik menjadi benar-benar baik. Terlalu hitam putih dan porsi drama yang terlalu di-amplify menjadikan film ini kurang natural.

Di balik kelemahan penggunaan bahasa Angel dewasa (Bunga Citra Lestari) yang kurang men-develop accent Australian-English dan penggunaan bahasa hukum yang kaku sebagai seorang sarjana hukum yang besar di Australia atau lantaran film Indonesia yang cukup sulit menemukan aktor anak kecil yang mampu bermain dengan meyakinkan, dan juga akhir cerita yang mudah ditebak karena banyaknya clue-clue yang tersusun sistematis, film ini telah mengajarkan kepada kita tentang tentang the quintessence of education yang telah dikumandangkan oleh Bapak-bapak pakar pendidikan di masa lalu seperti Ki Hajar Dewantoro, Sigmund Freud, Engkoe Mohammad Syafei, Han Feizi dan Machiavelli. Meskipun kita layaknya pelari yang tidak mengenal medan dan terseok-seok kehabisan tenaga tapi kita harus tetap berjuang menuju garis finish. Surat Kecil untuk Tuhan baik versi 2011 dan 2017 ini membangunkan kembali 4 (empat) esensi pendidikan yaitu penguasaan kemampuan akademik dasar, kemampuan unik tiap individu, self help problem solving dan tetap survive in relationship with fellow humans and nature. Angel dan Anton dalam film ini menjadi refleksi orang yang mampu survive menghadapi kenyataan hidup yang mendera mereka.

Music scoring berupa paduan suara Purwacaraka yang menyayikan lagu-lagu anak diiringi dengan orkestra yang begitu gagah dan chemistry solid serta subtil antara Ningsih yang diperankan oleh Aura Kasih dan Rifnu Wikana sebagai Asep telah menjadi scene stealer tersendiri. Soundtrack film yang sungguh grande ditambah lagu backsound yang menyentuh dan kritik sosial yang terbungkus apik menjadikan film ini layak ditonton. Namun jangan lupa tetap mendampingi anak-anak Anda menonton film ini karena banyak adegan kekerasan di paruh pertama film.


***

0 comments:

Stop Keluarga Broken Home untuk Pendidikan Era Kekinian



Oleh: Yogyantoro
       Penulis adalah Guru SMPN 4 Muara Teweh, alumni Universitas Negeri Malang dan sedang menyelesaikan pendidikan Pascasarjana di Universitas Islam Malang


Foto : Telegraph.co.uk
            
Istilah keluarga dan pendidikan ibarat dua sisi mata uang yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Dimana ada keluarga maka disitu pasti ada pendidikan. Oleh karena itu muncullah istilah pendidikan keluarga. Akan tetapi menilik kondisi banyak keluarga yang ada di Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Temuan dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) mendapatkan kasus perceraian di Indonesia meningkat sebanyak 59-80 persen pada tahun 2010-2015. Cukup tragis jika kita membaca data yang dikeluarkan oleh Kemenag bahwa rata-rata angka perceraian di Indonesia mencapai 40 kasus setiap jamnya. Selama kurun waktu dua tahun saja yaitu dari 2012 sampai 2013, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai angka 350.000 kasus. Belum lagi jika kita berbicara soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), angka menunjukkan bahwa pada tahun 2013 KDRT mencapai 11.719 kasus. Angka yang sangat mencengangkan.



Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, siapkah keluarga-keluarga di Indonesia menyemai benih-benih calon pemimpin Indonesia di masa depan? Orang tua dalam hal ini ayah atau ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Dalam keluarga yang broken home tentu sering ditemukan seorang anak yang kehilangan panutan dan keteladanan. Ketenangan, kenyamanan dan keteduhan yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak akan menjadi suatu hal yang langka. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan kekurangharmonisan dalam keluarga mengakibatkan kondisi psikis seorang anak terganggu. 



Keluarga merupakan wadah pertama dimana sifat-sifat kepribadian anak tumbuh dan terbentuk. Orang tua dan keluarga membawa implikasi langsung yang kuat terhadap perkembangan kompetensi sosial dan kemampuan belajar anak. Hasil dari PISA 2012 (Programme for International Student Assessment) yaitu program penilaian pelajar internasional menunjukkan bahwa siswa yang dibesarkan oleh single parent mendapatkan nilai rata-rata 4,5 dibawah siswa yang berasal dari keluarga yang orang tuanya lengkap. Sementara itu hasil terbaru evaluasi PISA 2015 menempatkan perfoma siswa-siswi dari Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini menyiratkan kekhawatiran terhadap kemampuan daya saing kita pada masa yang akan datang.

Untuk meningkatkan perfoma siswa-siswi Indonesia bukan hanya tanggung jawab para pendidik, guru, manajemen sekolah atau pemerintah saja, akan tetapi juga merupakan tantangan bagi orang tua dalam keluarga sebagai pondasinya. Bagaimana pendidikan kita bisa maju sedangkan kondisi pondasinya saja rapuh. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang tertua dan kawah candradimuka pertama bagi anak dimana sifat-sifat kepribadian anak terbentuk. Dari keluargalah dimulai suatu proses pendidikan. Sebagai orang tua kita harus memiliki kualitas yang memadai dan membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang baik dalam membesarkan anak-anak kita. 


Peran penting dari keluarga adalah menanamkan self-confidence (kepercayaan diri), menghilangkan perasaan cemas, memberikan semangat dan motivasi atau dorongan positif terhadap anak. Pengaruh-pengaruh positif melalui keteladanan dan internalisasi nilai-nilai yang baik agar anak dapat termotivasi untuk memiliki keberanian dan kemampuan menyelesaikamn masalah, mengambil resiko, bertanggungjawab dan memupuk semangat untuk berprestasi dan mempertahankan cita-citanya. 


Peran keluarga terutama untuk anak-anak usia dini sungguh sangat berharga. Sareh Siswo Setyo Wibowo, mahasiswa Pascasarjana IAIN Purwokerto dalam opininya yang berjudul Orang Tua Pendidik Utama Anak https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4522 menyatakan bahwa sesungguhnya tugas pendidikan anak ada di pundak orang tua. Orang tua dapat melibatkan diri dalam dunia anak dengan bermain bersama, memberikan dukungan dan pujian baik secara langsung atau melalui bahasa tubuh kita, berbagi pengalaman bersama dengan meluangkan waktu mendengarkan cerita anak kita dan aktif menanyakan kejadian-kejadian yang dialami anak pada hari itu. Orang tua juga harus siap menjadi pendamping yang baik bagi anak misalnya dalam hal membantu mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), mengatasi masalah-masalah akademis dan pada saat anak-anak menggunakan internet atau menonton tayangan televisi. 


Saat ini televisi telah menjadi jujugan favorit anak-anak kita. Televisi telah menjangkau lebih dari 90 persen penduduk di negara berkembang. Anak-anak bisa menghabiskan waktu sampai 35 jam per minggunya hanya untuk memonton televisi. Tayangannya pun dinilai semakin tidak mendidik. Banyak sekali tayangan sinetron yang mengandung muatan kekerasan, gaya hidup kebarat-baratan, hedonisme dan menampilkan keburukan akhlak yang bisa membangun naluri kekerasan yang terpendam pada setiap jiwa manusia. Tayangan televisi yang mendidik masih sangat sedikit. Ironisnya, yang terkontaminasi tayangan tidak mendidik ditayangkan pada jam tayang prime time yang kurang tepat bagi anak, yaitu antara pukul 15.00 sampai 21.00. 


Tanpa adanya pendampingan (direction control and guidance) dari orang tua, tayangan yang tidak mendidik akan meracuni otak anak-anak. Sudah menjadi kecenderungan anak-anak bahwa mereka selalu ingin tahu dan ingin meniru perilaku orang dewasa dan ingin diterima di dalam masyarakat. Ini persoalannya menjadi lain jika anak-anak kemudian meniru adegan-adegan yang sangat tidak sesuai dengan budaya ketimuran dan bertentangan dengan norma-norma pendidikan budi pekerti. Tayangan televisi mampu mendorong peniruan perilaku sosial bahkan pada tahap akhir akan menciptakan hiperealitas.


Keluarga memainkan peranan yang penting disini untuk berani mengajak anak-anak untuk tidak menonton televisi mulai menjelang magrib sampai usai isyak. Melindungi dan memberi arahan dari serangan tayangan yang destruktif adalah bagian dari pendidikan keluarga. Kesadaran orang tua sangat diperlukan untuk mendampingi dan mengawasi anak-anak ketika menonton televisi agar anak-anak dapat menjadi generasi intelek yang melek media. Orang tua dalam keluarga harus mampu menilai mutu suatu tayangan dengan akurat. Anak-anak perlu diarahkan untuk mencari tayangan yang bersifat edukatif yang mampu menambah wawasan dan pengetahuan. Adalah tugas orang tua untuk lebih mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan-kegiatan yang lebih positif seperti membaca koran, majalah atau buku-buku berkualitas serta membekali dengan ketrampilan. Jadi, peranan keluarga dalam pendidikan anak adalah dapat menjadi sahabat, pemandu sorak (penyemangat) maupun guru bagi anak-anak di rumah


Sebuah jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Kompas pada 22 -24 April 2015 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyadari pentingnya peran orang tua dalam pendidikan anak. Pengumpulan pendapat ini dilakukan terhadap 326 responden yang di dalam keluarganya terdapat anak usia sekolah. Tidak kurang dari 85 persen manjawab bahwa orang tua dan keluarga memiliki peran paling penting dalam proses pendidikan anak. Hanya 15 persen responden yang menganggap bahwa peran ini ada ditangan guru dan lingkungan sekolah. Sementara itu tidak kurang dari 60 persen responden yang mengaku mengalokasikan anggaran khusus untuk meningkatkan kemampuan anak, seperti les tambahan untuk mata pelajaran sekolah, agama maupun hobi.


Mayoritas orang tua murid ( 74 persen) yang terjaring dalam jajak pendapat ini mengaku tidak mengetahui pola pelajaran atau kurikulum yang diterapkan di sekolah. Hal ini mnggambarkan interaksi aktif antara orang tua dan sekolah masih sangat kurang. Hampir separuh responden ( 45 persen) mengaku berkomunikasi dengan gurunya hanya satu atau dua kali dalam setahun, yaitu pada akhir semester atau pada awal tahun ajaran baru.


Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru terkait peran keluarga dalam pendidikan anak. Selain upaya memperbaiki kurikulum pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 11 tahun 2015 tentang Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluaraga. Direktorat baru ini diharapkan mampu mendorong proses peningkatan prestasi belajar siswa, pendidikan karakter dan pendidikan kecakapan hidup. Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga memuliki program penanganan kenakalan remaja, perilaku perundungan (bullying), dan perilaku-perilaku yang destruktif lainnya. Program-program tersebut tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan peran aktif orang tua kandung dari siswa tetapi juga orang dewasa atau wali yang bertanggungjawab terhadap pendidikan anak.


Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan kita pernah menyatakan bahwa keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat adalah tri sentra pendidikan. Oleh karena itu, kemitraan yang baik diantara ketiganya yang dilandasi semangat gotong-royong dapat mendukung terciptanya ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi. Seberapa sering orang tua atau wali aktif berkomunikasi dengan pihak sekolah untuk mengetahui perkembangan anak didik adalah satu keniscayaan. Angka keberhasilan akan semakin tinggi jika terjalin kemitraan antara orang tua dengan sekolah, antara orang tua dengan organisasi profesi atau tenaga kependidikan, dan antara orang tua dengan dewan pendidikan, asalkan orang tua tetap bersikap sesuai dengan porsinya dan tetap memantau setiap perkembangan pendidikan anak serta tidak melepaskan tanggungjawabnya. Jangan sampai peran orang tua atau wali yang diwakili oleh komite sekolah hanya sebagai stempel untuk pengajuan atau persetujuan anggaran dana BOS ( Bantuan Operasional Sekolah) saja.


Akhirnya, penulis sependapat dengan Benyamin White tentang peran keluarga dalam pembentukan pola berpikir seseorang. Dari riset tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara proses sosialisasi dan pendidikan dalam keluarga dengan pola berpikir dan moral seseorang (moral thought). Menjaga keutuhan rumah tangga berarti memberi ruang yang baik untuk pendidikan anak dalam keluarga. Jika kita abai terhadap eksistensi keluarga sebagai penyemai pendidikan yang pertama, kegagalan di dunia pendidikan akan meledak dalam bom waktu. #sahabatkeluarga


***

1 comments:

Akselerasi Pembangunan Core-Periphery melalui Strategi Investasi di Era Digital

Oleh: Yogyantoro
Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swadaya dalam acara Indonesia Investment Week Singapore Chapter 2017 di Gedung Kemendagri, Jakarta pada 14 Maret 2017 menuturkan bahwa investor Singapura hingga saat ini masih menjadi sumber Penanam Modal Asing (PMA) terbesar di Indonesia. Total investasi dari Singapura dari tahun 2011 hingga 2016 telah menyentuh angka US$ 35, 6 miliar. Namun, sayangnya total nilai investasi tersebut hanya tersebar ke lima provinsi di Indonesia. Terbanyak di Jakarta yaitu sebesar US$ 10,64 miliar yang dialokasikan ke 3.236 proyek. Disusul Sumatera Selatan sebesar US$ 3,85 miliar di 253 proyek dan kemudian ketiga adalah Banten sebesar US$ 3,05 miliar di 745 proyek. Diikuti oleh Jawa Barat US$ 2,09 miliar di 1.188 proyek lalu Kalimantan Tengah sebesar US$ 1,9 miliar yang dialokasikan di 412 proyek.



Tanda-tanda atau sinyal-sinyal melirik investasi di daerah di luar pulau Jawa mulai menguat. Tingkat investasinya sedang menunjukkan perkembangan. Tak dapat dipungkiri bahwa daerah-daerah di luar pulau Jawa sangat membutuhkan investasi, khususnya investasi asing guna mempercepat laju pembangunan di daerah tersebut. Investasi memang merupakan langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Selanjutnya akan memunculkan dinamika investasi yang berpengaruh pada tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Reorientasi dari pemerintah Jokowi yang berkomitmen untuk memfokuskan pada pengembangan infrastuktur non Jawa perlu disambut hangat dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung agar investasi di daerah bisa semakin meningkat. Kebijakan itu juga ditangkap memiliki dimensi dalam upaya memperkuat integrasi bangsa melalui peningkatan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa akan membangun Indonesia dari pinggiran yang selama ini tertinggal dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana tertuang dalam program Nawacita butir ketiga. Konsep ini mencanangkan serangkaian agenda atau sembilan agenda (Nawa Cita) yang dilingkupi oleh situasi semangat kebijakan fiskal yang memprioritaskan pembangunan infrastuktur terutama dengan tujuan mengembangkan konektivitas wilayah-wilayah pinggiran dengan wilayah-wilayah yang secara ekonomis lebih berkembang dan maju. Hal ini dalam upaya menekan perbedaan pembangunan yang menganga yaitu kemajuan antara pusat dan pinggiran (core-periphery).

Pemerintah dapat memperkecil ketimpangan ekonomi antara daerah yang maju dan yang tertinggal dengan mengarahkan investasi ke daerah yang tertinggal. BKPM terus berjibaku agar distribusi investasi tidak hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu diwilayah perkotaan atau industri besar tetapi juga merata hingga ke pelosok-pelosok negeri. Investasi memiliki daya dongkrak yang luar biasa terdapat peningkatan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi secara berlipat ganda (multiplier), memperluas lapangan pekerjaan dan sebagai alat untuk pemerataan antar daerah. Pembangunan tidak lagi terpusat (sentralisasi) di perkotaan saja melainkan menyebar di seluruh daerah pelosok (desentralisasi).

Teori David K. Eitemen mengemukakan adanya motif-motif strategis yang mempengaruhi arus penanaman modal asing ke negara penerima modal diantaranya adalah mencari pasar, mencari efisiensi produksi dan mencari bahan baku. Namun demikian SDA saja tidak menjamin keberhasilan proses pembangunan ekonomi apabila tidak didukung oleh kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengelola SDA yang melimpah SDM yang berkualitas merupakan daya tarik investasi yang penting. Teknologi yang dipakai oleh para pengusaha semakin canggih dan modern sehingga menuntut ketrampilan yang lebih dari tenaga kerjanya.


Selain itu kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang ditandai oleh penguatan budaya lokal serta peningkatan etos kerja masyarakat yang jujur, ulet, kerja keras dan cerdas akan semakin membuka kran investasi makin mengucur berbanding terbalik jika ada faktor penghambat seperti sikap-sikap masyarakat yang cenderung egois, anarkis dan melanggengkan jurus KKN. Para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di daerah selalu mengharapkan iklim investasi yang kondusif, aturan-aturan hukum penanaman modal yang memberikan perlindungan hukum (legal protection), kemudahan, keadilan hukum dan kepastian hukum. Peraturan dan Undang-undang ketenagakerjaan seperti upah minimum, kontrak kerja dan peraturan tentang PHK perlu dijamin tidak merugikan salah satu pihak.


Pemerintah dapat memberi insentif pembebasan pajak bagi investor yang bersedia berinvestasi di daerah tertinggal dan kemudahan-kemudahan lain dalam ijin inventasi guna menggenjot laju investasi di daerah tersebut agar ketimpangan ekonomi semakin berkurang. Birokrasi perijinan yang panjang akan memperbesar biaya bagi investor sehingga enggan untuk berinvestasi. Investasi di daerah tertinggal atau pelosok cenderung menempatkan layanan ijin investasi 3 jam disebabkan layanan KLIK unggulan BKPM masih tersedia pada 14 kawasan industri yang lokasinya belum menjangkau daerah pelosok. Meskipun demikian, investasi tetap menggeliat dengan adanya layanan ijin 3 jam yang didukung oleh fasilitas bea masuk serta percepatan urusan di pelabuhan melalui jalur hijau.


Pembangunan infrastruktur merupakan sebuah keniscayaan. Pembangunan prasarana dan sarana transportasi seperti jalan raya, jalan tol, rel kereta api, jembatan, bandar udara, pelabuhan laut atau tol laut, telekomunikasi yang meliputi jaringan internet maupun telepon kabel dan nirkabel serta utilitas contonya tersedianya listrik yang kuat dan air bersih yang memadai akan membawa returns on investment. Kebijakan ini lebih menekankan pada pentingnya wawasan jangka panjang.


Akhirnya, menurut hemat penulis, esensi membangun dari pinggiran adalah membangun desa tempat berdiam sebagian besar masyarakat marginal. Banyak desa sedang mengalami masalah serius. Melonjaknya alokasi anggaran dalam APBN untuk Dana Desa perlu disinergikan dengan stimulasi ganda yang dilakukan secara lebih mendasar, serentak dan holistik yaitu dengan membuka konektivitas (peningkatan ruas jalan dan membangun jembatan) dan membangkitkan kegiatan ekonomi warganya. Penguatan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai obat paling ampuh membangun desa.

Jangan sampai desa kehilangan tenaga usia produktif yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu akan membombardir ketahanan pangan nasional. Masalah desa bukan masalah kurangnya uang tetapi lemahnya modal sosial (social-capital). Pendekatan pembangunan desa bukan sekedar mengirimkan lebih banyak uang ke desa. Kelangkaan modal, ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah dan minimnya sarana produksi memang mengakibatkan derajat ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang rendah serta pengangguran yang tinggi. Namun, konsep berdikari Bung Karno atau kedaulatan desa ala Bung Hatta perlu diejawantahkan sebagai harga mati.

Sistem ekonomi dan politik desa tak hanya peduli pada pencapaian materi belaka, tetapi juga pencapaian budaya, seni, spiritual dan harmoni sosial. Desa adalah miniatur negara. Investasi publik di daerah pedesaan harus digalakkan demi menghindari tatanan masyarakat desa yang hanya bekerja tetapi tidak produktif. Industri-industri kreatif yang bersifat eksklusif dan unik dapat dikembangkan di daerah pinggiran atau pedesaan dengan cara mengonstruksikan kreativitas, kerja sama, pemikiran kritis, penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta literasi digital melalui sarana investasi.

Penulis adalah Guru SMPN 4 Muara Teweh.

2 comments:

Totalitas Hidup dalam Galeri Seni, Sebuah Pengalaman

Oleh: Yogyantoro


It’s not our art, but our heart that’s on display
(Garry Holland)

Indahnya membelah jalanan sambil menikmati suasana klasiknya Batavia (Kota Tua), yang dulunya bernama Jayakarta ketika matahari naik sepenggalah. Amazed banget dan menjadi pengalaman membius yang tak terlupakan. Ini seperti sebuah perjalanan menyusuri filosofi dasar hidup untuk menjawab setumpuk pertanyaan tentang keberadaan sejarah. Aku tak pernah puas. Aku selalu mengutuk dengan yang ada dan bersikeras untuk melakukan eksplorasi. Di kota rintisan yang dahulu kala dibangun oleh Belanda sebagai pusat perdagangan di Asia ini berdiri kokoh Museum Bank Indonesia, Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik.
Museum Seni Rupa dan Keramik adalah pilihan pertama yang begitu kuat memantik langkahku untuk segera masuk ke dalamnya. You know, they say the best things in life are free. Yes, free admission. Para pegawai atau staf dengan ramah menyambutku. Mereka mahfum it’s best to be kind to all visitors. Memasuki galeri yang mengetengahkan koleksi seni pilihan ini serasa disiram selaksa gambaran tentang eksistensi, kreativitas dan pemikiran yang sungguh inovatif. Karya-karya seni yang sangat berharga dari para seniman terkemuka menghiasi ruangan.  Galeri ini telah mengabadikan seni. Aneka lukisan terpajang di dinding. Selain itu di sisi lain dan di beberapa sudut ruangan kita bisa menjumpai beragam patung, seni dekoratif, seni grafis, foto, seni instalasi, kolase, dan furnitur serba unik. Nampak sekali bakat dari sang pemilik tangan dingin begitu terampil dan sukses membentuk ide  dalam konteks kesadaran makna yang  tinggi.

Gambar 1.  Melihat lukisan yang terpajang di dinding


Melihat-lihat karya seni tidak hanya sekedar melihat. Saat mataku  menyapu aneka karya seni banyak sekali ide-ide menyeruak dalam benakku. Galeri seni juga memunculkan teka-teki tersendiri tentang sejarah dan hidup. I really believe that the benefit of being puzzled are massive. Kreativitas kita seperti dicambuk untuk ikut berkembang. Bahkan mengunjungi galeri seni ternyata mampu menjadi mesin pembangkit kreativitas. Creativity takes courage. Menjelajahi  galeri seni mendorong rasa ingin tahu kita yang akan sangat bermanfaat bagi kita untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Gambar 2. Menunjuk  lukisan karya seniman 

Galeri seni di Museum Seni Rupa dan Keramik ini telah membuatku bertransformasi menjadi manusia seutuhnya.  Manusia seutuhnya yang kumaksud adalah manusia yang hidup dengan hati. Aku tidak sedang bercanda. Seni adalah buah cipta, rasa dan karsa. Dari sanalah bersemayam budi yang halus. Seeing so much art, I’ve seen many heart of human being. I’ve become more tolerant and considerate. Pikiran kita juga menjadi lebih tajam dan  pintar dibalut dengan jiwa yang hangat dan bebas.

Gambar 3.  Duduk santai di selasar Museum Kontemporer Jakarta 

Penataan ruang yang baik di galeri seni ini juga memberikan kesan yang tenang dan santai. Peace of mind and creativity dapat bersemai dengan baik dalam alam pikiran para pengunjungnya. Pengunjung dengan nyaman dapat memilih karya-karya yang menarik untuk dinikmati berlama-lama atau sekejap.  Hidup itu adalah “all you can eat” buffet. Begitu juga galeri seni.  Akhirnya banyak sekali museum dan galeri seni lain yang menarik untuk dicumbu seperti Galeri Hadiprana, Nadi Galeri, Edwin’s Galery, Art:1, MACAN, Biasa Artsphere Jakarta dan lain-lain. 


* * *

1 comments: