Navigation Menu

Guru Berbagi: Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP)


Saya sangat bersyukur menjadi bagian dalam program PGP (Pendidikan Guru Penggerak) Rekognisi Angkatan 7 Tahun 2022. Hingga detik ini saya telah mencapai salah satu alur MERDEKA yaitu Koneksi Antar Materi Modul 1.4. Paket Modul 1 sendiri dimulai dengan Pretes Paket Modul 1 pada 21 Oktober 2022. Kemudian saya mengikuti sesi Belajar Mandiri Asinkron Paket Modul 1 dari tanggal 22 Oktober hingga 20 November 2022. Saya juga mengikuti Elaborasi Pemahaman bersama Instruktur sebanyak 4 (empat) kali dan Ruang Kolaborasi bersama Fasilitator Pemandu, Ibu Iswatun Khoiriyah, M.Pd, Pengawas Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, pada 16 November 2022. Saat ini saya sedang membuat rancangan Aksi Nyata yang batas pengumpulan dokumentasi Aksi Nyata Modul 1.4 pada 09 Maret 2023.


Keterkaitan Konsep

Pada Koneksi Antar Materi Modul 1.4 saya sebagai CGP Rekognisi perlu memahami keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak dan modul 1.3 Visi Guru Penggerak. Saya percaya bahwa sebagai CGP Rekognisi saya perlu menerapkan visi guru penggerak, menanamkan nilai-nilai kebajikan universal dan menciptakan lingkungan positif dalam rangka mewujudkan budaya positif sehingga dapat melahirkan pemelajar sepanjang hayat. Bagi saya menjadi CGP artinya kita mempersiapkan diri menjadi pemimpin sekolah (instructional leader) yang fokus pada pembelajaran dengan menyinergikan berbagai elemen yang berpihak pada murid agar murid kita dapat berkembang baik dalam cipta (kognitif), rasa, karsa (afektif) dan karya (psikomotorik). Oleh karena itu, melalui pendekatan siklus inkuri dengan banyak melakukan refleksi dan praktik langsung, saya belajar untuk melakukan pengembangan terhadap diri dan orang lain, pengembangan pembelajaran, pengembangan manajemen sekolah dan pengembangan sekolah. Hal-hal tersebut dilandaskan pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti Standar Kompetensi kelulusan, Standar Pengelolaan Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Standar Proses.


Modul 1.1 Refleksi filosofis pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara adalah refleksi kritis untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang mengajarkan kepada kita bagaimana mengidentifikasi kebutuhan peningkatan kompetensi dan kematangan diri demi mendukung pembelajaran murid. Pemimpin pembelajaran yang dimaksudkan adalah yang mengupayakan terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter. Relevansinya terhadap penerapan pendidikan abad ke-21 adalah pada konteks budaya lokal yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur sosial dan budaya di tempat asal. Kontekstualisasi filosofi pendidikan KHD mengajarkan tentang budi pekerti, Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani.

Maka pada Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak menekankan pada nilai-nilai kebajikan yang sifatnya universal yang dapat dijadikan landasan bersama (common ground). Nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam diri guru penggerak antara lain berpihak pada murid, reflektif (daya saing), mandiri (daya lenting), kolaboratif (daya sanding) dan inovatif (daya lentur). Berbekal nilai-nilai yang telah dimiliki akan membuat manusia atau guru penggerak dapat menjalankan peran sebagai guru penggerak serta menjadi tergerak dan bergerak sehingga semakin menghayati bagaimana menggerakkan manusia lainnya. CGP dapat tergerak dengan memahami cara kerja otak, 5 (lima) kebutuhan manusia dan tahap tumbuh kembang anak. CGP dapat bergerak dengan memahami teori pilihan, motivasi intrinsik, nilai-nilai guru penggerak dan profil pelajar Pancasila. Selanjutnya CGP dapat menggerakkan manusia dengan kemampuan berpikir strategis dengan menguatkan lingkaran pengaruh.


Selanjutnya pada Modul 1.3 Visi Guru Penggerak, CGP menggunakan paradigma sekaligus model manajemen perubahan dalam mewujudkan visi guru penggerak dalam menggerakkan hati lebih banyak pihak hingga kemudian mengundang upaya kolaboratif demi terwujud perubahan penting dan berkesinambungan melalui inkuiri apresiatif. Salah satunya adalah upaya membawa perubahan budaya sekolah yang berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar sekolah dapat menjadi lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh dan melindungi murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid.


Pada Modul 1.4 Budaya Positif dijelaskan bahwa peraturan kelas yang selanjutnya bertransformasi menjadi keyakinan kelas dapat mendukung terwujudnya  lingkungan positif dan akhirnya dapat menciptakan budaya yang positif. Keyakinan kelas dapat menumbuhkan disiplin positif karena motivasi yang timbul tidak terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah melainkan timbul karena tujuan mulia. Motivasi yang dimunculkan adalah motivasi intrinsik yaitu nilai-nilai kebajikan universal. Pemberian hukuman dan penghargaan dalam upaya menegakkan disiplin disebut sebagai identitas gagal dan mengganti dengan  restitusi yaitu proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi dari masalah mereka sendiri, seperti menanyakan tentang apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain disebut sebagai identitas sukses.


Langkah dan Strategi Budaya Positif

Sebagai CGP saya memiliki beberapa langkah dan strategi yang efektif, konkret dan realistis untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Peran yang dapat saya lakukan adalah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol diri, keyakinan sekolah atau kelas dan segitiga restitusi. Saya memulai dari diri dengan membiasakan diri mengambil kontrol diri sebagi manajer atau among. Selanjutnya saya akan menciptakan lingkungan yang memfasilitasi bagi para pemelajar sepanjang hayat dengan berperan dalam menggerakkan komunitas sekolah. Selain itu saya akan merubah paradigma stimulus respon yang masih menjadi miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari menjadi teori kontrol yang berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal.


Pada ruang kolaborasi bersama fasilitator pemandu telah dijelaskan tentang konsep-konsep dalam disiplin positif yang dapat menjadi standar tindak lanjut kasus pelanggaran disiplin di sekolah dan selanjutkan pada aksi nyata,saya akan menerapkan strategi disiplin positif di sekolah demi terwujudnya keselamatan dan kebahagian bersama dari warga sekolah.  Langkah-langkah dan strategi dalam mewujudkan lingkungan positif atau sekolah impian diantaranya:

1.   Saya perlu memastikan bahwa “tanah” atau sekolah tempat tumbuhnya tanaman (murid) adalah tanah (sekolah) yang cocok untuk ditanami (tempat belajar yang baik).

2. Saya perlu memupuk karakter-karakter baik warga sekolah melalui pembiasaan-pembiasaan yang baik.

Tentu kita sadari bersama selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.

3. Saya akan menghapus ilusi-ilusi seperti; guru mengontrol murid, penguatan melalui bujukan, kritik menguatkan karakter dan orang dewasa memilki hak untuk memaksa.

4. Saya akan menguatkan pemahaman bahwa kebutuhan setiap orang berbeda, semua perilaku memiliki tujuan, hanya kita sendiri yang dapat mengontrol diri kita, penanaman disiplin yang kuat (positif), dan tidak berusaha mengubah orang agar berpandangan sama dengan kita.

5. Saya akan menciptakan keyakinan kelas yang berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal untuk mewujudkan budaya positif. Selain itu visi,misi dan tujuan sekolah perlu mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal. Keyakinan kelas selanjutnya dapau diuji dengan menggunakan pendalaman Tampak Seperti/ Tidak Tampak Seperti, Tabel T, dan Tabel Y.

6. Saya akan membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid sehingga murid berada dalam dunia berkualitas.

7. Saya akan menerapkan disiplin restitusi di posisi manajer dan menggunakan lingkaran kebutuhan dasar untuk membuat perubahan pada diri murid. Saya perlu melakukan identifikasi yaitu kira-kira kebutuhan dasar yang mana yang belum terpenuhi pada seorang murid yang melakukan pelanggaran peraturan misalnya, sehingga dapat membuatnya berubah.


Refleksi Pemahaman Modul

         Alhamdulillah, saya dapat memahami dengan baik Modul 1.4 Budaya Positif yang menekankan pada disiplin yang kuat yang ditandai dengan adanya atmosfer kemerdekaan, suasana yang merdeka, kecakapan memerintah diri sendiri, susana belajar, motivasi yang sifatnya intrinsik, penghargaan terhadap diri, kemampuan mengontrol diri dan menguasai diri serta adanya nilai-nilai kebajikan universal. Saya juga mendapatkan hal menarik yang berada diluar dugaan seperti penerapan disiplin saja tidak cukup. bentuk-bentuk penghargaan, hukuman, imbalan, tata tertib, peraturan, keteraturan, motivasi eksternal yang kesemuanya menimbulkan ketidaknyamanan perlu di-switch menjadi motivasi intrinsik yang menjadikan seseorang menjadi orang yang mereka inginkan dan dapat menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai mereka.

Pengalaman dan Perubahan

     Salah satu pengalaman yang telah saya praktikkan dalam menerapkan perilaku kontrol diri sebagai manajer adalah restitusi. Berikut video praktik segitiga restitusi: 


Disini guru berperan sebagai among yang meletakkan murid di dunia berkualitas. Restitution triangle (segitiga restitusi) meliputi menstabilkan identitas (stabilize the identity), memvalidasi tindakan (validate the misbehaviour) dan menanyakan keyakinan (seek the belief).


        Pengalaman tersebut mengajarkan kepada saya bahwa ketika murid merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional. Selain itu jika kita menolak murid yang sedang berbuat salah, murid tersebut akan tetap menjadi bagian dari masalah, tetapi bila kita memahami alasan murid melakukan sesuatu maka murid akan mersa dipahami. Restitusi juga bukan tentang mencari siapa yang salah atau benar tetapi sebagai upaya mencari penyelesaian bersama-sama yang membuat murid dapat lebih menghormati orang lain dan lingkungannnya.


    Perubahan yang saya dapatkan muncul dari pemahaman bahwa perilaku manusia adalah buah dari pilihan yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Beberapa kebiasaan buruk yang mengganggu relasi seperti menghukum, menyuap, mengkritik, menyalahkan, mengeluh, mengancam dan menjengkelkan dapat  saya rubah menjadi kebiasaan yang mempedulikan orang lain seperti mendukung, mendorong, mendengarkan, menerima, mempercayai, menghormati, menegosiasi perbedaan dan bersabar.

Hal yang Sudah Baik dan yang Perlu Diperbaiki

      Hal yang sudah baik yang terjadi adalah konsep-konsep inti seperti kebutuhan dasar, teori disiplin positif, posisi kontrol guru dan segitiga restitusi dapat dijadikan sebagai pisau analisis dalam menyelesaikan kasus-kasus yang terjadi di sekolah. Hal-hal baik lain diantaranya rekan-rekan guru di sekolah dapat belajar mengambil kontrol diri yang tepat,  suka cita dan antusiasme rekan-rekan  guru dalam belajar usaha menciptakan budaya positif, dan menerapkan segitiga restitusi yang dapat menumbuhkan budaya positif. Hal-hal yang perlu diperbaiki diantaranya masih adanya hukuman yang berlaku pada sebuah institusi (sekolah) yang membuat sistem tidak akan berjalan bila murid tidak takut. Keberadaan hukuman juga mengontrol murid dengan penguatan negatif atau seperti membayar impas. Selain itu masih berlakunya pola konsekuensi dengan supervisi berkelanjutan, yang menuntut murid menghormati peraturan. Meskipun konsekuensi mengontrol murid dengan penguatan yang positif, hal ini belum mencapai tahapan yang kita harapkan yaitu kontrol guru sebagai manajer.


        Saya sebagai guru saat ini kadang-kadang masih menurunkan daya tawar ke posisi kontrol guru sebagai pemantau atau teman. Bagi saya hal tersebut menandakan posisi kita masih berada di lingkaran perhatian (di luar kendaraan) atau lingkaran kepedulian (di kursi penumpang) dan belum berada di lingkaran pengaruh. Lingkaran perhatian dan lingkaran kepedulian sejatinya belum dapat dikatakan mampu membuat sebuah perubahan. Oleh karena itu, saya akan memperkuat relasi, komunikasi, kolaborasi dan kontribusi baik dari atau dengan diri sendiri, orang lain, institusi dan masyarakat agar saya dapat memiliki lingkaran pengaruh yang bersifat menggerakkan. Murid dengan guru sebagai pemantau hanya kan menyesuaikan bila mendapat pengawasan. Posisi kontrol guru sebagai pemantau juga masih meletakkan guru dan peraturan di dunia berkualitas. Sedangkan kontrol guru sebagai teman hanya akan menimbulkan ketergantungan murid terhadap guru.


        Setelah mempelajari Modul 1.4,semakin terbuka cara berpikir saya untuk semakin konsisten dengan keteladanan, nilai atau identitas dan keyakinan, perilaku atau softskill (88% bawah sadar) serta kebiasaan yang secara sadar (12 %) sebagaimana tercantum dalam Diagram Identitas Gunung Es untuk menerapkan perilaku kontrol diri sebagai among atau manajer. Selanjutnya apabila ditemukan adanya kasus pelanggaran peraturan oleh murid atau perilaku murid yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan maka dapat diidentifikasi bahwa murid tersebut gagal memenuhi salah satu dari kelima kebutuhan dasar manusia (modul 1.2) sehinga dapat  diterapkan segitiga restitusi. Pendekatan restitusi sendiri berpusat pada murid, bersifat memerdekakan dan memandirikan murid. Menurut saya ada bebrapa hal yang penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif selain merujuk pada konsep-konsep yang disampaikan dalam modul diantaranya:

1. Konsep pendidikan Inklusif. Berikut link tulisan saya yang terkait pendidikan inklusif

https://mediaindonesia.com/opini/395523/sekolah-inklusi

https://www.harianbhirawa.co.id/sonata-peserta-didik-tunarungu/

https://prokalteng.co/berita/92945/Pembelajaran-Berdiferensiasi-di-Sekolah-yang-Inklusif

2. Konsep penguatan literasi. Berikut link tulisan saya yang terkait dengan literasi. https://mediaindonesia.com/opini/288977/karakter-dan-literasi-dalam-pedagogi-siber

https://poskita.co/2021/10/06/apresiasi-sastra-lahirkan-profil-pelajar-pancasila/

https://www.harianbhirawa.co.id/guru-literat-meroketkan-literasi-murid/

     Akhirnya, semoga pendidikan kita dapat diarahkan untuk pengembangan kepribadian, bakat, mental dan fisik murid sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 ayat 1 United Nations Convention on the Rights of Child. Salam Guru Penggerak, Salam Selamat dan Bahagia. 


Referensi: 

Paket Modul Pendidikan Guru Penggerak,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Lampiran: 

Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata

           

 

                    

0 comments: