Navigation Menu

UKG dan Finlandia

Oleh : YOGYANTORO
                                    


          Uji Kompetensi Guru (UKG) telah digelar oleh Dirjen GTK ( Guru dan Tenaga Kependidikan) Kemdikbud dan diikuti sekitar 2,9 juta guru yang telah memiliki Nomor Unik  Tenaga Kependidikan (NUTK). Bagi guru yang mendapat nilai sempurna yaitu skor 100 akan mendapatkan kompensasi perjalanan ke luar negeri. Perjalanan ke luar negeri ini dalam rangka studi tour ( study banding) ke sekolah-sekolah negara maju. Negara yang menjadi tujuan peserta salah satunya adalah Finlandia.

Ada apa dengan Finlandia?
            Finlandia adalah negara republik parlementer dengan pemerintah pusatnya di ibukota Helsinski. Sama seperti Indonesia, awalnya Finlandia termasuk negara yang menggantungkan diri pada sektor pertanian atau negara agraris. Finlandia juga memiliki ribuan pulau. Namun, Finlandia termasyur di mata internasional lewat organisasi Nation Master dalam pencapaian teknologi pada tahun 2001 bertengger di ranking ke-1 dari 68 negara. OECD ( Organization for Economic Cooperation and Development) dan PISA     ( Program Penilaian Siswa Internasional) pada tahun 2000 nangkring di peringkat ke-1 dari 43 negara dalam kemampuan membaca, urutan ke-2 dalam matematika dari 41 negara . Sementara itu tahun 2003 berada di urutan  ke-1 dalam sains bersama dengan Jepang dan urutan ke-2 dalam pemecahan masalah. Hasil PISA tahun 2012 menunjukkan Finlandia menduduki peringkat ke-3 setelah Korea dan Jepang untuk pelajaran reading comprehension ( pemahaman bacaan) dan MIPA.
Sistem pendidikan di Finlandia merupakan salah satu sistem pendidikan tersohor di dunia yang patut ditiru. Hal ini terbukti dengan nilai yang selalu dicetak siswa Finlandia dalam PISA untuk mata pelajaran membaca, matematika dan sains. Seperti halnya Indonesia, di Finlandia SD (Sekolah Dasar) ditempuh selama 6 tahun dan SMP  (Sekolah Menengah Pertama) selama 3 tahun. Setelah SMP, lulusannya bisa langsung bekerja atau mendaftar di sekolah dagang atau SMA ( Sekolah Menengah Atas). Sekolah dagang adalah model SMK di Indonesia (Vocational School). Sedangkan SMA disiapkan khusus untuk pendidikan tinggi. Hampir 38 % penduduk Finlandia memiliki gelar setingkat sarjana, salah satu yang persentasenya tertinggi di dunia dan secara konsisten Finlandia menduduki peringkat prestigious PISA.
Kunci kesuksesan negara Finlandia salah satunya terletak pada kualitas gurunya. Di Finlandia, profesi pengajar, guru atau dosen adalah profesi yang paling bergengsi serta dipercaya oleh masyarakat dan pihak yang berwenang. Semua guru dituntut untuk mendapatkan gelar master atau berpendidikan S2.  Guru disana merupakan para guru yang mendapatkan pelatihan terbaik karena dalam proses menjadi guru harus melalui tahapan seleksi yang super ketat bahkan lebih ketat dari fakultas kedokteran. Finlandia percaya bahwa kemampuan pedagogi tidak bisa didapat melalui proses belajar. Kemampuan pedagogi adalah bakat alam yang tidak semua orang memiliki.

Less is more
            Orang –orang Finlandia telah membiasakan diri untuk hidup secara simpel dan sederhana. Rumah-rumah mereka tidak lebih besar daripada yang mereka butuhkan tetapi nyaman untuk ditempati. Mereka tidak konsumtif. Perempuan-perempuan disana tidak hobi belanja atau memakai make up atau perhiasan berlebih. Kaum pria banyak yang tidak memiliki mobil atau bahkan kendaraan sama sekali. Mereka menanamkan prinsip, daripada membeli segudang pakaian yang harganya murah tetapi tidak awet lebih baik membeli satu dua tiga pakaian secukupnya meskipun sedikit lebih mahal tetapi bisa bertahan bertahun-tahun.
            Less is more benar-benar menjadi mantra nasional yang berurat-berakar dalam mind-set mereka dan bahkan menjadi prinsip filosofi pendidikan. Menurut OECD rata-rata guru di Finlandia hanya mengajar 600 jam setahun atau sekitar 3 atau 4 jam pelajaran setiap hari dengan durasi waktu 75 menit untuk 1 jam pelajaran. Murid-murid memiliki lebih sedikit waktu di sekolah dan lebih banyak waktu untuk istirahat. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang yang luas untuk para guru dan murid mempersiapkan diri dalam KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar) yang lebih berkualitas. Semua SD di negara itu memberikan PR kepada siswa seminim mungkin agar siswa memiliki waktu untuk mengembangkan hobi diluar jam sekolah.
            Bertolak belakang dengan apa yang terjadi di sekolah di  Indonesia yang cenderung lebih banyak kelas, jam pelajaran yang panjang , PR yang menggunung, siswa dibebani seabrek tugas dan lebih banyak les tambahan dimana-mana serta harus menghadapi berbagai macam tes formatif, tes sumatif, ulangan dan banyaknya jenis ujian.   Ini akan berdampak pada psikis anak yang penuh tekanan, stres dan lebih parahnya adalah anak akan frustrasi. Secara alami kapasitas otak anak tidak mampu untuk menampung beban yang berlebih. Di Finlandia, pelajaran matematika hanya diajarkan sekali dalam seminggu. Lantas bagaimana mereka nanti menghadapi ujian? Finlandia tidak memiliki banyak ujian seperti sekolah-sekolah yang ada pada negara lain termasuk Indonesia. Lebih sedikit ujian ternyata berbanding terbalik dengan lebih banyak belajar.
            Murid SD di Finlandia seringkali hanya memiliki 1 guru yang sama mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Sehingga guru tersebut akan mampu untuk track the kids progress ( merekam kemajuan belajar siswa) dengan akurat dan signifikan. Guru akan lebih memahami karakter siswa dan mengetahui kebutuhan mereka  serta gaya belajar masing-masing individu. Lebih sedikit guru dipercaya mampu menangani siswa lebih konsisten dan lebih peduli. Bagaimana jika anak kita mendapatkan guru yang tidak berkualitas ? Hampir impossible hal itu terjadi mengingat Finlandia bekerja keras dan all out untuk menjamin bahwa tidak ada guru yang tidak berkualitas. Untuk bisa diterima sebagai mahasiswa PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar) saja sangat ketat. Ribuan pelamar selalu  gagal untuk masuk PGSD tiap tahunnya. Hanya orang-orang terbaik yang mampu menjadi guru SD.
            Masyarakat dan orang tua atau wali murid memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada guru yang telah dianggap mumpuni, terampil, terlatih dan memiliki kompetensi. Kebebasan diberikan kepada para guru untuk menciptakan lingkungan kelas yang baik sehingga guru memiliki otoritas untuk mengambil keputusan. Guru terbebas dari persyaratan pemeriksaan ( inspeksi), tes standarisasi dan kontrol pemerintah yang rigid. Para guru berhak membuat kurikulum yang dianggap baik bagi mereka serta memilih buku materi yang sesuai.
            Less is more yaitu menyederhanakan kompleksitas dan mengurangi beban berlebih menjadi filosofi pendidikan yang maha ampuh bagi kesuksesan Finlandia dibidang pendidikan. Memang Human Resources atau SDM siswa-siswa di Indonesia dan Finlandia tidak bisa disamakan, tapi akankah sebuah perubahan terjadi tanpa adanya kemauan kita untuk berubah. Bukankah kita ( Indonesia)  tidak pernah mencoba menancapkan kuku pada satu filosofi pendidikan dalam rentang waktu lama dan melihat hasilnya? Kita secara konstan selalu mencoba ide baru, metode baru, dan inisiatif baru yang karena tidak konsisten akhirnya layu sebelum berkembang. Atau kita rajin menambah-nambah makanan ke dalam piring tanpa peduli masih ada makanan yang belum kita habiskan. Sekolah hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tentang angka-angka dan hapalan-hapalan yang akhirnya mengebiri arti penting mengasah kemampuan untuk  kritis dan kreatif  mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
            Memang di dalam Al-Quran tercantum kata ilm sebanyak 854 kali. Menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan modal besar dan istemewa bagi manusia. Namun saat ini betapa sulit mencari kaum intelektual organis. Lebih gampang menemukan kaum intelektual oportunis yaitu kaum intelek yang hanya mementingkan kepentingan jangka pendek atau ingin menggapai capaian finansial belaka. Belajar dari yang berjaya ( Finlandia) perlukah?




0 comments:

The Truest Love: Sebuah Kado Berpita Mozaik Cinta Sang Bidadari


Oleh: Yogyantoro




            Jika engkau ingin aku menunjukkan satu kekuatan terbesar di alam ini, dengan senang hati aku akan mengatakan: the greatest power in the universe is our mother. Aku masih bisa berdiri tegak hingga saat ini, itu adalah bukti kekuatan dari seorang ibu. Figur yang sangat aku sayangi dan cintai. Begitu juga engkau, dear reader, engkau adalah bukti kekuatan ibumu. Aku mengakui, ketika aku melihat ibu, aku melihat cinta paling murni (the purest love) yang tidak pernah aku sadari. Seorang ibu adalah sahabat sejati yang kita miliki. Selalu ada riwayat atau sejarah dibalik cerita atau kisah apapun. Di belakang semua cerita-cerita indahmu akan selalu ada lukisan seorang ibu karena beliau adalah tempat dimana awal kita mulai berlabuh mengarungi sebuah kehidupan. Ya, ibu adalah dimana kita memulai segalanya.
            Beruntunglah engkau jika masih memiliki seorang ibu. Believe it or not? Tak ada orang yang hidupnya miskin selama masih memiliki seorang ibu yang sholehah di sampingnya. Kasih sayang ibuku bagaikan kemilau abadi permata dan serpihan matahari yang senantiasa menghangatkan jiwaku. Cahaya dari putih jiwanya tak pernah sekalipun pudar. Aku akan menggambarkan bahwa ibuku adalah benar-benar bidadari tak bersayap yang hadir mewarnai hidupku di tengah-tengah mayapada yang luas ini. She is really my confidant. She is my teacher as well. Aku selalu menghubungkan semua kesuksesanku dalam hidup ini berkat pendidikan moral dari ibuku. Rabuk atau pupuk yang telah ditabur oleh beliau telah menumbuhsuburkan diriku ini sebagai pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani. Intelektualitas yang saat ini aku miliki adalah warisan dari ibu.
            Sosok terhebat di dunia ini adalah ibu. Tak ada yang mampu menggantikan. Ibu merupakan figur yang paling setia menyayangi kita tanpa syarat. Beliau merupakan orang yang pertama kali bersedih saat aku sakit. Beliau juga yang paling banyak melantunkan doa-doa yang indah untukku. Bulir-bulir air mata beliau yang menetes adalah obat paling ampuh untuk kesembuhanku manakala aku sakit. Tak ada dokter atau perawat terbaik untukku selain seorang ibu dengan mozaik cintanya yang bertebaran bagai ribuan bintang di langit, yang tak akan mungkin engkau menghitungnya. Disaat aku menemukan kebahagiaan atau kesuksesan, ibu adalah orang pertama yang paling bahagia.
            Ibu mengandungku selama sekitar 270 hari atau 6.480 jam. Selama itu ibu membawaku kemanapun beliau pergi dengan menggendong beban sekitar 3,5 kg. Lalu merawat dan membesarkanku dari aku masih bayi, memberiku ASI (Air Susu Ibu) dengan gratis dan ikhlas, merelakan saat nyeyaknya melayang demi menjagaku di malam hari dari gigitan nyamuk pencuri darah dan always ready menggantikan popok setiap saat. Dengan demikian, ibu adalah orang yang paling banyak memelukku. Ibu adalah perpanjangan kasih sayang Tuhan Yang Maha Agung kepadaku.
            Kasih dan sayang ibu adalah barisan kenangan yang panjang  membentang yang tak pernah lekang dimakan zaman. Bahkan, aku tidak tahu mengapa makanan yang selalu ibu sajikan untukku pun selalu memberi kenangan. Masakan ibu khususnya masakan yang kebanyakan orang lain mampu memasaknya juga, entah itu sayur lodeh, sayur bening, ayam goreng rica-rica atau daging bumbu rujak, semua telah membawa memori rasa yang pasti, tak mungkin  mati. Khas rasa pengundang selera dan bulu perindu. Melekat kuat dalam memori dan selalu mengganggu untuk tidak rindu, lalu ingin kembali menikmati.
            Dongeng-dongeng yang dibacakan oleh ibu sebelum tidurku telah melelapkanku kedalam mimpi-mimpi yang penuh makna. Terkenang kembali kisah-kisah negeri Arab yang terkemuka dengan cerita Seribu Satu Malam dan Tembang Perburuan karya Abu Nawas dan dongeng-dongeng binatang atau fabel lainnya. Dongeng-dongeng yang memberi moral value dalam memandang hidup dari sudut pandang yang menurutku sastrawi. Semua telah melukis hidupku sehingga aku menjadi pecinta sastra. Bagiku, ibuku adalah sastrawati.  Sastrawan atau sastrawati identik dengan budi pekerti. Aku merasa belum seperti itu. Aku bukan sastrawan. Tapi aku akan terus belajar dengan menjadi pecinta sastra. Dan ibuku telah mengajarkan banyak sekali ajaran budi pekerti yang adi luhung melalui dongeng-dongeng beliau saat aku masih kecil.
Kirpal Singh pernah mengatakan bahwa sastra mampu mendongkrak olah rasa dan pemikiran seseorang sehingga bisa berkembang ke arah yang lebih baik. Literature is our linguistic heritage and a powerful resource which our school and universities don’t give enough credence to. Namun, ibuku telah mengajarkan kepadaku sejak dini. Tentu kita tidak menutup mata dan telinga bahwa saat ini kita telah dibanjiri banyak sekali grup band dan lagu-lagu dangdut yang mengangkat lirik dengan bahasa yang kurang bermuatan sastra atau mengabaikan norma sastra di syair-syair mereka. Aku yang saat ini mendapat amanah sebagai seorang guru di sekolah formal artinya sebagai civitas academica tentu merasa ikut bertanggung jawab untuk menumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra dengan sepenuh hati. Agar aku bisa menyebarkan virus anti kekerasan seperti yang telah dicontohkan oleh bidadariku, ibu. Ibuku telah memberi bekal yang sangat berharga kepadaku melalui dongeng-dongeng atau sastra-sastra beliau. Ibu bagaikan aksara-aksara yang indah yang mengajarkan banyak hal. Tentang kebahagiaan, perjuangan dan kesabaran.
            Ibu adalah bidadari pemilik surga. Nabi umat Islam menempatkan ibu di atas singgasana yang sangat istimewa. Nabi Muhammad SAW memiliki cinta yang besar terhadap sosok ibu. Aku pun akan selalu belajar meneladani sikap beliau. Tak pernah lelah belajar mencintai ibu dengan penuh hormat, anggun, sabar, penuh rasa syukur dan perhatian , baik secara verbal maupun fisik. Love her  honorably. Love her gratefully. Selalu terpatri dalam hati sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Mutafaq’alaih ketika sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah. Siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?” Nabi menjawab: “Ibumu...Ibumu...Ibumu..., kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu.”
            Tulisan ini aku persembahkan untuk ibu yang tanpa beliau,  hidupku akan kehilangan denyut nadi. Jasa-jasanya yang tak ternilai oleh uang. Ibu yang telah beranjak senja namun hatinya tetap besar, jiwanya tetap kuat, tabah dan senantiasa bermurah hati seperti matahari. Terima kasih ibu, engkau telah membuka hatiku, membangunkan kesadaranku dan memperluas horizon cara berpikirku. Untuk wanitaku yang paling cantik di dunia yang telah membuatku tetap berdiri tegak menghadapi angkuhnya dunia. Aku akan tetap melihat energi-energimu sepanjang waktu. Tak berlalu waktu tanpa kemilaumu yang abadi. Jejakmu akan selalu membekas dihati. Aku tahu, hadiah terbaik untukmu adalah menjadi sayapmu. Bersama-sama menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Semoga terwujud suatu saat nanti.


***

0 comments:

Tan Malaka, Sisi Kemilau Guru Revolusioner dalam Album Berdebu

Foto     : cdn.jaringnews.com

Tan Malaka, lahir di kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897 adalah tokoh revolusioner yang legendaris  dan seorang pejuang militan nasionalis Indonesia yang  telah melahirkan banyak pemikiran berbobot. Nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Ayahnya bernama HM. Rasad adalah seorang karyawan pertanian dan ibunya, Rangkayo Sinah adalah putri orang yang disegani di desanya. Ia tinggal di surau, senang mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat sejak usia 5 (lima) tahun. Ia juga pandai bermain sepak bola. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam di Sumatera Barat.
Pada tahun 1908, ia masuk sekolah Kweekschool (Sekolah Guru Negara) dengan GH Horensma sebagai salah satu gurunya. Menurut GH Horensma, ia adalah murid yang cerdas. Pengetahuannya tentang revolusi meningkat setelah membaca buku de Fransche Revolutie dari GH Horensma. Pada tahun 1913, ia meninggalkan desanya untuk belajar di Belanda yaitu di Rijkskweekschool ( Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) dengan bantuan dana oleh para engku dari desanya.  
Tahun 1919 Tan Malaka kembali ke desanya. Ia menerima tawaran dari Dr.C.W Jansen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara. Ia mulai mengajar anak-anak itu berbahasa Melayu. Selama masa ini, ia mengamati dan memahami penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatera. Disela-sela waktu mengajarnya ia juga menulis untuk media massa. Salah satu karyanya adalah “Tanah Orang Miskin”, yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja. Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di Sumatera Post.
Kiprah dan kontribusi Tan Malaka di bidang pendidikan di Indonesia sungguh besar. Baginya, tujuan pendidikan adalah untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan. Tan Malaka banyak mendirikan sekolah salah satunya untuk anak-anak anggota Sarekat Islam agar mengenal membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, bahasa Jawa, Melayu, Belanda dan lain-lain. Cendekiawan Minangkabau ini mulau terjun ke kancah politik pada tahun 1921 setelah ia pergi ke Semarang.
Tan Malaka adalah tokoh Indonesia yang sangat frontal menentang antikolonialisme di Hindia Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Hatta. Ia dikenal sebagai seorang aktivis yang militan dan radikal dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda. Ia pun dijuluki sebagai Patjar Merah Indonesia. Pada tahun 1925 Tan Malaka menyusun sebuah gagasan  masa depan bagi Hindia Belanda yang dia bukukan dengan judul “ Naar de ‘Republiek Indonesia” atau Menuju Republik Indonesia. Ini merupakan buku pertama yang menyebut frase Republik Indonesia. Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, Nasution dan kawan-kawan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya menyatakan bahwa Tan Malaka adalah Bapak Republik Indonesia dan oleh beberapa kalangan ia dianggap sebagai The True Founding Father of Indonesia. 
Karya terpenting lain dari Tan Malaka adalah Madilog. Madilog adalah singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika. Dalam Madilog, ia menyatakan bahwa bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti meskipun belum dapat diterangkan secara rasional dan logika. Tan Malaka dalan Madilog-nya juga menyatakan bahwa bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan tidak pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali. Pemikiran Tan Malaka tentang pendidikan begitu jauh kedepan. Melalui karyanya ini ia juga menyorot tentang kelemahan terbesar sebagian besar rakyat Indonesia pada masa itu yang cenderung belum terbiasa berpikir kritis, tidak logis dan rasional.
Sementara itu karya besar seorang Tan Malaka berikutnya adalah Gerpolek yaitu Gerilya, Politik dan Ekonomi yang meliputi bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran yang ia tulis pada saat kondisi Republik Indonesia begitu genting akibat perjanjian Linggarjati tahun 1947 dan Renville tahun 1948. Setelah mengevaluasi situasi yang amat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia tersebut, Tan Malaka merintis pembentukan partai Murba pada 7 November 1948 di Yogyakarta.
Pidato Tan Malaka yang terkenal adalah: “ Hari ini aku masih melihat bahwa kemerdekaan hanyalah milik kaum elit, bukan milik rakyat. Merdeka haruslah 100 persen. Aku akan tetap berjuang untuk merdeka. Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan dirinya sendiri”. Karena perjuangannya yang sangat frontal melawan Belanda dan tidak pernah kapok berjuang untuk rakyat Hindia Belanda selama 30 ( tiga puluh) tahun maka ia menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia. Senantiasa terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutunya. Puluhan tahun di penjara dan  dibuang dari satu negara ke negara lain tak pernah membuat jera Tan Malaka untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942 dan kembali berjuang menentang kolonialisme hingga tahun 1949.
Tan Malaka ditembak mati tanggal 21 Februari 1949 di Kediri, Jawa Timur. Tidak ada satupun pihak yang tahu pasti dimana makam Tan Malaka dan siapa yang menangkapnya dan menembak mati dirinya. Rezim Orde Baru menganggap Tan Malaka sebagai tokoh partai yang dituduh terlibat dalam beberapa kali pemberontakan. Sejak era Orde Baru (1966-1998), keberadaanya seperti dihapus dalam sejarah Indonesia dan hampir tidak pernah dibahas dalam pelajaran sejarah dari tingkat SD sampai SMA bahkan sampai dengan sekarang.
Tokoh besar Indonesia yang terlupakan ini, berjuang sendirian untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan dengan alasan karena perhatiannya yang terlalu besar untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka hidup membujang hingga akhir hayatnya. Beberapa novelis menjadikannya sebagai tokoh utama dalam novel atau roman mereka. Keputusan Presiden RI No.53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.


0 comments:

Butet Manurung, Perempuan Penyala Obor Keabadian

Fotohttp://kanalsatu.com/images/20140901-215737_67.jpeg

             Butet Manurung yang memiliki nama lengkap Saur Marlina Manurung lahir di Jakarta pada 21 Februari 1972 dari seorang ibu bernama Tiur Samosir. Ayahnya yang bernama Victor Manurung berasal dari keluarga miskin di dekat danau Samosir, namun berkat perjuangannya kini menempati posisi tinggi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Perempuan berdarah Batak tersebut merupakan sulung dari empat bersaudara. Saat masih kecil mengikuti ayahnya tinggal di Belgia dan Belanda selama 4 (empat) tahun. Butet Manurung sangat dekat dengan ayahnya. Saat kecil, ia bercit-cita ingin menjadi dokter di Papua karena ingin mengabdikan hidupnya untuk menolong orang. Ia sangat cinta pada olah raga karate, suka menulis puisi dan cerpen.  Ia juga berhasil memenangkan berbagai perlombaan lari jarak dekat tingkat provinsi di DKI Jakarta. 
            Setelah lulus dari SMA Negeri 14 Jakarta, Butet Manurung berkuliah di jurusan Antropologi Universitas Padjajaran dan lulus tahun 1998. Selain itu ia juga mengambil jurusan Sastra Indonesia di kampus yang sama dan berhasil lulus pada tahun 2002. Sedangkan gelar Magister Antropologi Terapan berhasil diraihnya di Universitas Nasional Australia, Australia.
            Berawal dari sebuah iklan dari LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat) WARSI ( Komunitas Konservasi Indonesia) di harian Kompas yang berbunyi; “ Dicari fasilitator pendidikan alternatif bagi suku asli Orang Rimba, Jambi.”, Butet Manurung merasa terketuk untuk memenuhi panggilan jiwanya. Perempuan penerima “Woman of The Year” tahun 2001 di bidang pendidikan oleh televisi swasta, Anteve tersebut akhirnya berjuang mewujudkan impiannya menjalani profesi sebagai guru di hutan pedalaman. Sejak September 1999 sampai Mei 2000, ia berputar keluar masuk hutan dan terus menerus ditolak dan diusir (Kompas, 2005:39).
            Perintis pendidikan bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia ini berhasil memulai sekolah rintisannya yang pertama di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Butet Manurung pantang menyerah untuk meyakinkan masyarakat Orang Rimba ( Suku Kubu) yang mendiami daerah seluas sekitar 60.000 hektar hutan hujan tropis di dataran Sumatera tersebut. Sekolah rintisannya diberi nama Sokola Rimba berdiri 2004. Sokola adalah sebuah sekolah untuk anak-anak pedalaman yang didirikan bersama teman-temannya. Sokola-nya hanya berbentuk dangau ( gubuk atau rumah kecil di sawah atau ladang)  tak berdinding dan bersifat nomaden. Slogan dari Sokola Rimba adalah “Sokola literasi dan advokasi untuk komunitas adat di Indonesia.”. Misi yang diembannya pun sangatlah ‘sederhana’ yaitu mengentaskan buta huruf bagi anak-anak Orang Rimba.
            Butet Manurung berusaha menolong ketidakberdayaan Orang Rimba yang tidak bisa membaca dan menulis dengan mengajari mereka membaca, menulis, dan berhitung. Ia juga menerapkan pola pendidikan Advance yaitu pengetahuan tentang lingkungan dan dunia luar seperti bagaimana cara berinteraksi dengan dunia luar, melakukan proses jual beli di pasar, membaca akta perjanjian, dan mengakses hak-hak sebagai warga negara seperti puskesmas atau  rumah sakit. Kini mereka sudah bisa mengupayakan diri melalui jejaringnya untuk melakukan dengar pendapat dengan DPR.
            Butet Manurung menerapkan pola pengajaran dengan mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengejanya. Metode pengajaran ini membawanya mendapatkan anugerah “ The Man and Biosphere Award” dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan , dan Kebudayaan (LIPI UNESCO).  Ia tidak sungkan untuk berbaur seperti layaknya anak-anak rimba, berpakaian yang sama, makan makanan yang sama, mengikuti gaya hidup di hutan , pandai memanjat pohon, bermain di sungai, membuat jerat binatang dan lain-lain.
            Ilmu yang diajarkan oleh Butet Manurung tidak sekedar teori belaka atau bersifat teoritis, namun lebih banyak yang bersifat aplikatif, sehingga benar-benar terasa kebermanfaatannya bagi Orang Rimba. Ia juga menyelenggarakan  banyak pelatihan yang disebut “Memahami Komunitas” agar masyarakat menjadi mandiri dan mampu bergerak di luar masyarakat adat. Selain itu masyarakatpun bisa memahami pendidikan yang konstektual supaya dapat membantu masyarakat adat sesuai kehidupan mereka. Menurut Butet Manurung, salah satu kelemahan orang-orang Indonesia sekarang adalah keinginannya untuk selalu kerja kantoran setelah lulus sekolah. Hampir tidak ada yang ingin menjadi petani atau berkebun. Padahal yang terpenting adalah menjaga kekuatan dan kekayaan setempat. Indonesia telah kehilangan banyak sekali keragaman tanaman, binatang langka, kekayaan intelektual orang setempat, bahasa ibu, ilmu meracik obat atau rempah-rempah dan pola pertanian padi warisan nenek moyang Indonesia.
            Kini, sokola Butet Manurung sudah menyebar di 10 (sepuluh)  daerah di Indonesia diantaranya Jambi, Aceh, Pulau Besar dan Gunung Egon, Klaten, Halmahera, Makassar, Bulukumba, Bantul , Garut dan bahkan suku Agats di pedalaman Asmat sudah tersentuh oleh tangan dingin Butet Manurung. Butet Manurung meluncurkan novel berjudul “Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba” yang berasal dari catatan hariannya. Novel tersebut kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris “The Jungle School”.  Profit hasil penjualan bukunya merupakan salah satu sumber pendanaan sokola-nya.  Pada tahun 2013, Sokola Rimba diangkat menjadi sebuah film yang disutradarai oleh Riri Reza dari Miles Production.
            Butet Manurung adalah pecinta hutan yang humanis dan menjadi contoh pekerja LSM yang bisa mengatasi dilema antara jiwa untuk melakukan pendampingan dan tuntutan materi. Sosok wanita yang visioner terutama di bidang pendidikan. Merupakan salah satu pahlawan pendidikan di era modern seperti sekarang ini karena telah mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan dan kini menjadi tokoh yang dibahas di dunia Internasional. Ia mendapat anugerah Hero of Asia 2004 versi majalah Time. Ia juga masuk kedalam jajaran perempuan paling berpengaruh di Indonesia versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007 bersama Megawati Soekarno Putri, Presiden RI ke-5 (2011-2014) dan Yenny Wahid, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa. Sebagai perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat pedalaman, ia memperoleh penghargaan Ramon Magsaysay di Filipina tahun 2014. Penghargaan ini setara dengan hadiah nobel di Asia.
            Biografi ini penulis tutup dengan kalimat penutup: “ Sekuno apapun manusia peninggalan pra-sejarah, kita harus menyadari bahwa mereka tetap bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia” (Butet Manurung).

0 comments: