Navigation Menu

Aktivitas dan Rekreasi Dulu, Senang-senang Kemudian untuk Indonesia

                                                               
Oleh: Yogyantoro, penulis dan pecinta traveling

      Foto: Aktivitas MICE di Hotel Jayakarta Bandung Dulu, Trans Studio Bandung Kemudian

Sebagai seorang Duta Wisata yang tergabung dalam Ikatan Raki-Raki (IRARI) Jawa Timur dan Duta Wisata untuk  kota kecil di pesisir pantai selatan yang dikelilingi pegunungan karst, di barat daya ibukota provinsi bernama Trenggalek khususnya, saya tentu mengemban sebuah tanggung jawab. Mengenal lebih dekat keindahan alam, atraksi-atraksi populer, wahana rekreasi menarik serta destinasi-destinasi wisata di Indonesia adalah sebuah keniscayaan. Hal ini akan menjadi semacam studi banding atau study tour  yang membawa great positive impact terhadap sektor pariwisata di daerah saya. High Order Thinking Skills akan menstimulasi kinerja otak untuk mengevaluasi, menganalisis dan mencipta sebuah inovasi dalam dunia pariwisata yang lebih baik.
Setali tiga uang dengan big bang idea yang dicetuskan oleh Ferry Unardi yang memantik cerita sukses StartUP yang menjadi milik tanah air.  StartUP ini menyediakan pilihan destinasi wisata dan rekreasi dengan harga kompetitif dan penawaran yang menggiurkan. Bagi saya, siapa saja bahkan apa saja yang mempunyai kemampuan melakukan promosi wisata atau mempunyai  andil di sektor pariwisata maka bisa menjadi Duta Wisata.  Produk Aktivitas dan Rekreasi yang telah dirilis oleh salah satu Online Travel Agent (OTA) terbesar di Indonesia ini telah menjadi angin segar untuk pembangunan sektor pariwisata di Indonesia. Bayangkan betapa signifikan konstribusi sektor ini bagi Indonesia diantaranya dalam mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan pendapatan dan menyediakan lapangan kerja. Ibarat dua sisi mata uang maka pembangunan dan kenyamanan tidak bisa dipisahkan. Tak bisa dielakkan lagi bahwa tujuan dari pembangunan adalah untuk menciptakan  kenyamanan.
Di era globalisasi yang ditandai adanya evolusi dalam sistem komunikasi dan transportasi global dibutuhkan elemen tangguh sebagai pendukung sebuah liburan yang nyaman. Masyarakat milenial dengan mobilitas tinggi, seabrek rutinitas, dan  gaya hidup yang rentan stress juga semakin menghargai arti waktu (time is money). Ledakan teknologi Informasi dan Komunikasi telah membuka horizon baru bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara otonom. Termasuk saya selalu mengalokasikan waktu untuk momen-momen liburan bersama keluarga sebagai sebuah tuntutan. Saya meraskan benefit dari aktivitas outdoor dan rekreasi begitu endless. Aktivitas outdoor dan rekreasi menjaga saya dan keluarga agar tetap sehat secara fisik dan mental. Pengalokasian waktu yang konsisten untuk leisure time ini  selain untuk better body dan better self –esteem tentu juga memberikan manfaat sosial. Untuk itu, saya dan keluarga tidak main-main dalam melakukan perencanaan yang terbaik. 
Saya mempercayakan pada gadget yaitu smartphone dan membuka aplikasi Traveloka lalu klik layanan Aktivitas dan Rekreasi. Dengan e-voucher dari Traveloka App membebaskan  saya dan keluarga dari kelelahan karena berdesak-desakan dan antrian yang lama di loket. Kebutuhan kami untuk menggunakan aplikasi Traveloka yang kami download dari playstore  smartphone tersebut tak berubah sedikitpun saat kami travelling ke berbagai pilihan Aktivitas dan Rekreasi yang tersebar di 100 kota di 27 provinsi se- Indonesia tersebut. Ketika sudah sampai di tempat atraksi dan rekreasi yang menjadi destinasi pun, StartUP ini tetap bisa membagikan informasi-informasi penting mulai dari jam operasional atraksi yang menjadi jujugan favorit kami, fasilitas yang tersedia, wisata kuliner yang menggoda di sekitar hotel, hingga transportasi yang tersedia.   
Merencanakan liburan yang sebelumnya begitu menguras energi dan waktu untuk mencari info lokasi dan harga terbaik, kini relatif sudah digantikan oleh e-voucher. Lebih-lebih e-voucher instan untuk aneka atraksi populer yang ditandai dengan logo berwarna biru dan ikon kilat sungguh-sungguh instan abrakadabra dalam hitungan menit terbit setelah kita melakukan pembayaran. Sistem kerja produk bernama Aktivitas dan Rekrasi dalam  Traveloka Apps berhasil mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang luar biasa.
Apalagi ketika Traveloka bergandengan tangan dengan bank Mandiri. Sebagai nasabah benar-benar merasakan dan mengakui betapa banyak kemudahan dan kenyamanan yang bisa dirasakan dengan penawaran-penawaran paket atraksi dan rekreasi yang menggugah selera seperti Wakatobi, Morotai, Labuan Bajo, Kepulauan Seribu, Pantai Tanjung Kelayang, Bromo Tengger Semeru, Mandalika, Danau Toba dan lain-lain. Nasabah Bank Mandiri dengan leluasa mengeksplorasi Wonderful Indonesia dengan biaya terjangkau kocek dan kemudahan bertransaksi dan mendapatkan diskon Rp. 200.000,00 untuk berbagai wonderful spots tersebut.  Tidak perlu membawa banyak uang cash, tidak perlu khawatir risiko tiket hilang atau tertinggal. One-stop booking service-nya Traveloka juga tidak menuntut kita harus mencetak e-voucher. Praktis.
Masalah budget begitu terminimalisir untuk melakukan kegiatan berdarmawisata dengan kisaran harga terbaik dan  semakin bersahabat. World Economic Forum merilis  Travel and Tourism Competitiveness Report yang mengukur beberapa faktor dan kebijakan yang memumgkinkan pertumbuhan yang berkelanjutan dari sektor pariwisata dan travel. Pada tahun 2015 saja Indonesia menjadi peringkat 50. Keuntungan dari daya saing negara kita adalah karena harga yang kompetitif. 
Salah satu StartUP anak bangsa, Traveloka secara tidak langsung telah memainkan peran secara elegan dalam meningkatkan kampanye di bidang pemasaran melalui  promosi onlineTourism Marketing di Indonesia telah diakui dunia lewat branding Wonderful Indonesia yang bercokol di peringkat 47 paling dikenal didunia mengalahkan Amazing Thailand yang bertengger di peringkat 83 dan Truly Asia Malaysia yang harus puas berada di ranking 85. Presiden RI Joko Widodo ingin meningkatkan kontribusinya dari sektor pariwisata pada Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 8 % pada 2019. Ini tidak terlalu berlebihan mengingat pertumbuhan pariwisata di Indonesia masuk dalam 20 besar dunia. Belum lagi aktivitas yang merupakan perpaduan antara senang-senang dan business atau MICE ( Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) menjadi salah satu fokus utama dari pemerintah untuk dikembangkan. Last but not least, Aktivitas dan Rekreasi untuk mengakses tiket masuk ke wahana dan tempat rekreasi baik domestik maupun mancanegara dalam satu aplikasi semakin seirama untuk menopang program pemerintah. Semoga!


***

1 comments:

Kritik Film, Nyai Ahmad Dahlan

       
                                                                                 photo: www.thepicta.com

      Nyai Ahmad Dahlan ,  Sebuah Biopik Motivasional Religius

                                                                                                                                                

    Nyai Ahmad Dahlan (2017) adalah sebuah karya drama-biopik Indonesia yang telah dirilis pada 24 Agustus 2017 yang lalu dan tayang perdana secara terbatas (gala premier) di XXI Epicentrum, Jakarta. Mengangkat tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 1971, Nyai Ahmad Dahlan. Film besutan sang sutradara Olla Ata Adonara, spesialis sutradara film-film festival ini diproduksi oleh Rumah Produksi Film Iras Film berdasarkan naskah skenario Surga Menanti yang ditulis oleh seorang penulis bernama Dyah Kalsitorini. Film ini diproduseri oleh Dyah Kalsitorini Widyastuti dengan para pemain film yang turut berperan, yaitu antara lain Tika Bravani, David Chalik, Egy Fedly, Rara Nawangsih, Silsila Suwandi, Inne Azri, Malvino Fajaro, Cok Simbara dan Della Puspita.
    Nyai Ahmad Dahlan The Movie menambah daftar panjang film biopik tokoh nasional yang telah tayang di Indonesia sebelumnya. Kisah tentang perjuangan pahlawan nasional Siti Walidah a.k.a Nyai Ahmad Dahlan, tokoh emansipasi perempuan sekaligus istri pendiri Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan. Perempuan yang dilahirkan di Kauman, sebuah kampung santri di Yogyakarta pada 1872 tersebut adalah perempuan pertama yang pernah memimpin Kongres Muhammadiyah tahun 1926 dan pendiri organisasi gerakan perempuan Sapa Tresna yang kemudian berubah nama menjadi Aisyiyah.  Nyai Walidah yang diperankan oleh Tika Bravani, pemeran Fatmawati dalam film Soekarno ini sejak kecil mempunyai cita-cita menjadi perempuan yang terpelajar. Ia adalah anak seorang Kyai terkemuka dan berpengaruh pada zamannya. Ketika beranjak dewasa, ia dinikahkan dengan seorang Kyai bernama Darwis atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahmad Dahlan. Nyai Ahmad Dahlan bersama suaminya dengan segala kemampuannya membangun dan membesarkan Muhammadiyah.
    Wawasan dan pandangan Nyai Ahmad Dahlan semakin luas sejalan dengan luasnya pergaulannya dengan para tokoh seperjuangan suaminya yang merupakan para pemimpin bangsa seperti Bung Karno, Bung Tomo, Jenderal Sudirman, KH Mas Mansyur dan lain-lain. Ia rajin mengikuti rapat demi rapat, pengajian demi pengajian untuk memperjuangkaan kesetaraan gender, menentang londo-londo perusak akidah dan penjajah Jepang, membasmi takhayul, bidah, dan berbagai penindasan yang dialami kaum perempuan khususnya. Ia ingin mengangkat harkat dan martabat perempuan namun tidak melalaikan fitrahnya sebagai seorang wanita.
    Namun sayang film dengan kemegahan musik garapan Tya Subiakto yang demikian menggelegar menjadi terkesan seperti sebuah video klip motivasional religious. Seharusnya film ini lebih mendedahkan realitas-realitas dengan mereduksi image sekedar berkhotbah. Kezaliman endemik yang merajalela pada waktu itu dapat diatasi melalui kekuatan body language dan ekspresi atau mimik serta tindakan-tindakan kecil pemain yang tentu lebih berefek besar daripada sekedar menonjolkan eksposisi demi eksposisi verbal yang begitu mendominasi. Tindakan kecil akan tetapi pada hakekatnya adalah soal makro atau universal. Terlalu fokus pada bagaimana caranya bercerita dengan menyampaikan pesan melalui ceramah daripada mengemasnnya dalam visualisasi adegan-adegan yang lebih menyentuh dan menggores. Kiprah Nyai Ahmad Dahlan menjadi kolaborator dengan dasar perjuangan telah berhasil memberikan impuls dan denyut pada kita namun  deliverinya dapat dibuat lebih subtil sehingga sungguh jauh dari sekedar  permukaan.
    Film adalah pergulatan antara teknik dan gagasan. Dari segi teknik, yang hampir menjadi problem klasik film-film Indonesia pada umumnya adalah keberadaan para pemain figuran yang barangkali masih terlalu sadar kamera, terlihat seperti dalam adegan warga yang ngobrol di pasar harusnya lebih meyakinkan dan mempertegas kekuatan cerita sampai pada detail-detail terkecil. Perlu mengambil pemain-pemain figuran yang lebih profesional agar tidak menodai akting beberapa pemain yang sudah outstanding. Namun untungnya cukup terselamatkan dari segi pencahayaan dan perpaduan warna yang enak dipandang berkat tangan dingin sinematografi Zeta Alpha Maphalindo bersama pewarnaan yang diemban tim Super 8mm Studio. Film dengan gagasan yang hebat dari Olla Atta Adonara, selaku sutradara dalam memperjuangkan hak dari semua orang, tak terkecuali wanita dan anak-anak untuk memperoleh pendidikan formal dan agama, menjadi sebuah cerita atau parabel yang cukup menghibur dan reflektif.
    Sayangnya, ploting poin yang menghantarkan kita dari satu adegan ke adegan lainnya terasa melompat-lompat, dan struktur bercerita yang linear menjadi begitu lugu. Even, dengan begitu mudahnya film ini bisa ditambah atau dikurangi setiap gambarnya, musiknya atau kepingan dialognya tanpa kehilangan keutuhannya. Kejelian sutradara dalam mengalirkan plot sehingga dramaturgi terbentuk yang menjadi penanda emosi penonton hanyut, cukup mengena. Lebih-lebih saat musik latar berkumandang menjadi mind-blowing setiap ucapan “megah” Nyai Ahmad Dahlan dan juga pada adegan saat mereka melelang barang atau perkelahian di tepi pantai. Salah satu ucapannya adalah: “Kalian harus berani mengorbankan harta, jiwa dan raga untuk berjuang di jalan Allah.” Film ini sungguh mampu berbicara kepada siapapun di wilayah konteks sosial dan pemikiran apapun yang mengantarkan pada kesadaran akan adanya sisi transedental dan abadi dalam kehidupan.
    Meskipun begitu, struktur kisah yang kurang logis ditambah karakter tokoh-tokohnya yang belum memenuhi hukum sebab akibat telah menetralkan sebagus apapun penggunaan idiom-idiom yang hidup dikalangan kita untuk sangat bisa berbicara dengan kita.    Tidak naïf jika kemudian dikatakan film ini belum mampu duduk sama tinggi dengan seni sastra atau teater. Dalam film sepanjang 102 menit ini kesan drama keluarga dan sepak terjang Nyai Ahmad Dahlan sebagai aktivis sosial pejuang emansipasi perempuan telah berhamburan menjadi satu. Sampai pada babak ketiga barulah klimaksnya berkobar menyiratkan gejolak yang utuh dan tangguh sosok Nyai Ahmad Dahlan yang berjuang sendirian.
    Terlepas dari wardrobe error, editing yang kurang ciamik atau minimnya properti (buktinya Charlie Chaplin mampu membuat film yang bagus dengan peralatan minim), film Nyai Ahmad Dahlan telah beritikad membantu pemerintah untuk memajukan pendidikan mental dan spiritual melalui penguatan pendidikan formal dan agama. Semoga.
                                                                               
                                        
                                                                                 

0 comments:

Belajar Efektif dalam Budaya Sekolah



Oleh : Yogyantoro
Penulis adalah Guru SMPN 4 Muara Teweh dan alumnus Universitas Negeri Malang

          Dunia pendidikan adalah dunia yang menantang dan mulia. Menantang karena pendidikan adalah penentu masa depan anak bangsa. Selain itu, pendidikan disebut mulia karena didalamnya terdapat upaya memanusiakan manusia. Pendidikan yang disandingkan dengan kebudayaan dalam nomenklaturnya ibarat seorang ibu yang sedang hamil. Ibu berharap sang bayi lahir sempurna, tanpa menyandang kecacatan. Namun, bila selama masa kehamilan seorang ibu mengalami kekurangan dalam asupan gizi, sentuhan kasih sayang, atau malah mengalami kekerasan dan pelecehan, maka bayi yang akan lahir kemungkinan besar akan memiliki cacat fisik bahkan mental.
            Pendidikan sepatutnya berada di garda terdepan dalam melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan teknis dan kecerdasan sosial. Pendidikan jangan melahirkan generasi yang amoral, cacat sosial (socio-idot) yakni generasi yang tercerabut dari nilai kesantunan dan kesopanan serta tidak memiliki pati, simpati dan empati. Atau bahkan, pendidikan bisa jadi melahirkan generasi yang tidak memiliki kemampuan teknis (technical-idiot), serta generasi yang kehilangan daya kreativitas dan inovasi sehingga kehadirannya hanya akan menambah beban dan persoalan bangsa Indonesia.
            Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P telah menyatakan bahwa sekolah 8 (delapan) jam sehari dalam rangka Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) pada tingkat SD (Sekolah Dasar ) diharapkan porsi terbesar yaitu 70 % adalah pendidikan karakter dan 30% adalah ilmu pengetahuan. Ini dilakukan untuk memperkokoh PPK, sekaligus mensukseskan Nawa Cita Pemerintahan Jokowi tentang revolusi mental. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa pendidikan kita khususnya di bangku SD memerlukan guru-guru yang memiliki kecerdasan relevansi yang luar biasa dalam mengajar. Guru harus mampu membangun jembatan (bridging element) antara tuntutan pengajaran yang berorentasi pada aspek tahu dan laku semata (knowing and doing) dengan sebanyak mungkin menyiram mereka dengan rasa tanggung jawab yang konstektual agar mental anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berjiwa pemimpin dan berkarakter kuat.
            Prinsip yang menjadi kunci pertama yang harus dimiliki oleh guru SD khususnya,  adalah kemampuan membangun budaya sekolah yang baik dengan menerapkan teknik pembelajaran sebagai tanggung jawab bersama yang mudah untuk dievaluasi bersama-sama. Proses belajar dan mengajar dengan menggunakan teknik pembelajaran yang mampu mengeksplorasi potensi intelektualitas dan  interaksi sosial yang didasarkan atas nilai kasih sayang, saling menghormati, saling menghargai dan bukan justru kekerasan dan anarki yang menjadi budaya dan tradisi. Sekolah dasar sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran taraf dasar selama ini masih dipercaya sebagai pengembang nilai superioritas seseorang secara kapasitas intelektual, dimana ribuan teks dan buku diajarkan. Tidak mengherankan jika sampai saat ini masih banyak orang meletakkan harapan terhadap eksistensi sekolah dasar. Meskipun begitu, sekolah dasar khususnya kerap dikritik sebagai tempat atau karantina yang membelenggu kebebasan siswa dalam berekspresi (deschooling society) dan mengenal makna budaya sekolah.  Jika kebudayaan dikenalkan kepada siswa sejak di bangku sekolah dasar dalam sebuah rangkaian yang berkelindan, maka para siswa akan memahami dan memaknai budaya dalam spektrum yang luas, mozaik yang sangat indah, penuh warna dan nuansa.
            Budaya sekolah (school culture) adalah kata kunci yang acapkali tidak mendapatkan perhatian serius dari pengelola pendidikan kita. Budaya sekolah perlu dibangun berdasarkan kekuatan karakteristik budaya lokal masyarakat dimana sekolah itu berada. Hal ini akan membantu memperkaya local wisdom atau khazanah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada keunggulan muatan-muatan lokal. Budaya sekolah harus digalakkan karena sangat besar pengaruhnya untuk mencetak para pemimpin bangsa sekaligus menjadi kawah candradimuka lahirnya pemimpin-pemimpin yang tangguh dan berkarakter. Budaya sekolah sangat baik karena memiliki standar isi dan standar kompetensi yang jelas dalam kurikulum. Budaya sekolah akan membangunkan kembali guru-guru yang telah kehilangan ruh dan nilai-nilai kejujuran dan kedisiplinan dalam praktiknya di sekolah. Bukankah musuh utama pendidikan adalah ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan? Oleh karena itu, budaya sekolah harus ditegakkan terlebih dahulu diatas kemampuan akademis siswa. 
            Budaya sekolah yang baik juga tercermin melalui hidden curriculum (keteladanan) dari guru-gurunya. Di mulai sejak  dini siswa-siswa di bangku SD diwajibkan untuk mengucapkan “terima kasih” kepada guru setiap selesai pelajaran. Membiasakan menggunakan kata”tolong” jika ingin meminta bantuan kepada guru atau teman. Mengucapkan “maaf” jika melakukan kesalahan kepada siapapun dan mengajarkan kata “selamat” sebagai bentuk rasa hormat (respect) kepada siapa saja.

Teknik Pembelajaran yang Efektif
            Kesadaran tentang pentingnya menerapkan teknik pembelajaran di bangku SD yang saling terjalin dan berhubungan erat dengan kondisi aktual saat ini menjadi sangat relevan dan itulah makna sebenarnya dari akuntabilitas pembelajaran. Dalam prinsip integrasi kurikulum, akuntabilitas dan relevansi memiliki keterkaitan satu sama lain. Keduanya memerlukan keterpautan instructional strategies sekaligus model assessment yang selaras. Siswa-siswa saat ini banyak mengalami degradasi moral  karena semakin jarang bersinggungan dengan kondisi di lingkungan sekitar atau local wisdom.
            Seringkali atas nama akuntabiltas, baik guru maupun otoritas pendidikan kita sangat  gencar dalam mengukur daan menilai kemampuan kognitif siswa melalui Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Nasional (UN). Sementara itu prinsip relevansi tak pernah diuji melalui sebuah proses yang menumbuhkann rasa empati, kepedulian dan toleransi siswa terhadap keberagaman atau kenyataan yang berlangsung disekitar mereka. Secara sistemik, kurikulum pendidikan kita mulai berubah dengan upaya penumbuhan perilaku anak yang lebih berkarakter, cinta damai dan pro-sosial. Teknik pembelajaran yang menunggang pada proses pembelajaran harus dilaksanakan seefektif mungkin dibangku sekolah dasar dengan menghindari pola-pola yang rigid dan miskin kreativitas. Sehingga, siswa tidak lemah terhadap gempuran informasi di era digital seperti saat ini dan kebal terhadap pengaruh budaya asing yang semakin kompleks.
            Beberapa teknik pembelajaran untuk melibatkan murid secara aktif dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan cara kegiatan menulis bebas, permainan indoor atau outdoor, siklus belajar, curah gagasan, simulasi, kelompok kerja kooperatif, studi kasus, debat, diskusi berpasangan, laporan satu menit (post-test). Post-test memberikan kesempatan kepada siswa untuk mensintesiskan pengetahuannya dan menanyakan permasalahan yang belum dipahami. Teknik pembelajaran juga dapat dilakukan juga dengan  mini-lektur ( penyampaian materi harus singkat, tidak lebih dari 15 menit), jedah klarifikasi yang memungkinkan seorang guru berkeliling ruang kelas, sementara siswa mereview catatannya, hal ni memungkinkan siswa pemalu yang tidak pernah bertanya secara formal akan memanfaatkan jedah klarifikasi ini untuk bertanya ketika guru menghampirinya.
            Sebagian besar strategi pembelajaran aktif melibatkan kolaborasi dalam kelompok yang membentuk lingkungan belajar yang aman bagi pertumbuhan dan eksplorasi gagasan siswa. Berkenaan dengan kemampuan murid dalam berpikir dan menulis, teknik pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa (student-centered) jauh mengungguli sistem pembelajaran tradisional yakni kuliah satu arah dari guru ( teacher-centered) karena kemampuan berpikir siswa dapat secara terus menerus diaktivasi dan kemampuan berpikir kritisnya dapat berkembang lebih kuat. McKeachie (1984) menandaskan bahwa 10 menit pertama, perhatian siswa dapat mencapai 70% dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Ini adalah rahasia terbesar yang dapat mengungkapkan kenyataan mengapa siswa tidak dapat belajar optimal jika guru menyajikan menu pelajaran hanya dengan metode ceramah ( teacher-centered).

              Gambar, Dongeng, dan Bahasa
            Dalam based learning theory disebutkan bahwa otak kita ketika merespon gagasan, ide atau konsep selalu dalam bentuk gambar. Maka penting bagi guru untuk menggunakan media belajar dalam bentuk grafis, film, gambar dan metafora agar otak siswa menjadi terlatih dalam memahami, mengingat, dan sekaligus melakukan analisis terhadap suatu masalah. Proses belajar yang menggunakan media belajar yang tepat dan berkelanjutan akan dapat meningkatkan apa yang disebut oleh Howard Gardner sebagai kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Jika kita amati buku-buku pelajaran di sekolah memang kurang menarik. Bahkan isi buku untuk SD yang seharusnya berisi banyak gambar dan alur penyampaian yang ringan dan fun, diisi dengan ragam teori dan struktur kalimat yang se-level mahasiswa. Bahkan rata-rata anak SD di Indonesia harus menggendong tas yang berat karena beban buku yang harus dibawa ke sekolah setiap  hari.
            D. Zawawi Imran (2010) menguraikan dengan sangat menarik pendapat Lewis Caroll tentang dongeng sebagai “tanda kasih”. Berkisah dan mendongeng bagi guru SD khususnya sama dengan memberi hadiah tanda kepedulian dan keterbukaan. Dongeng mampu membuka hal-hal yang terselubung dalam benak siswa untuk lebih demokratis dan toleran. Dongeng atau cerita yang baik akan membangkitkan motivasi siswa untuk memiliki semangat berprestasi, kemauan untuk  tidak mudah menyerah dan kemauan untuk berkreasi. David McClelland dalam The Need for Achievement, menyimpulkan bahwa dongeng-dongeng yang berkembang di Inggris pada awal abad ke-16 mengandung semacam virus yang menyebabkan pendengarnya dijangkiti penyakit ingin berprestasi. Hal ini menyebabkan mengapa ekonomi Inggris tumbuh dengan sangat mengesankan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian.
Tugas guru adalah mengantarkan gagasan atau ide ke dalam benak siswa. Dengan menggunakan format seperti ini guru diyakinkan untuk dapat memasukkan dongeng ke dalam semua bentuk mata ajar dari  mulai kesenian, sains, matematika, bahasa dan ilmu sosial lainnya. Selain itu, hampir dapat dipastikan bahwa semua mata pelajaran dan pokok bahasan yang ada dan diajarkan dapat disisipi nilai-nilai Pancasila karena hampir semua mata pelajaran di sekolah memiliki karakteristik hybrid. Guru dapat mengintegrasikan proses pembelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan kedalam satu paket dan rangkaian yang dapat menimbulkan perasaan kebangsaan yang semakin matang. Pelajaran agama sendiri seharusnya diajarkan sebagai praktik dan bukan semata-mata hafalan materi. Pelajaran agama adalah proses menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik, toleran ditengah fakta keberagaman dan pro-sosial.
Menurut beberapa Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan di beberapa universitas, bahasa sebagai alat komunikasi dan juga bahasa pengantar di sekolah membawa dampak yang serius terhadap keberhasilan dan prestasi siswa ke depan. Kita akan mahfum apa yang terjadi dengan pelajaran berbahasa di SD. Hasil ujian bahasa Indonesia siswa di pedesaan dan perkotaan sangat mencolok perbedaannya. Para guru pengajar bahasa Indonesia di sekolah-sekolah perdesaan tetap menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar proses belajar- mengajar. Sudah saatnya guru bahasa Indonesia melakukan proses  transisi berbahasa menuju bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Dengan demikian diharapkan kemampuan artikulatif siswa dalam berbahasa bisa meningkat.
Sebelum menentukan teknik pembelajaran yang akan digunakan, seorang guru harus menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan siswa (objectives dan lesson design), memperbaiki sistem pengelolaan pembelajaran yang berkelanjutan dan efisien, serta membuat rangkaian sistem monitoring dan evaluasi pembelajaran yang efektif dan komprehensif. Evaluasi dan assessment merupakan bagian integral yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran. Proses pendidikan  yang benar seharusnya melihat bakat dan kecedasan siswa dari aspek yang tidak tunggal. Perlu adanya kombinasi antara proses pembelajaran dan proses penilaian.
            Pemanfaatan penilaian bukan sekadar mengetahui pencapaian hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam proses belajar. Penilaian dapat dilaksanakan  melalui tiga pendekatan yaitu: assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran). Selama  ini assessment of learning  paling dominan dilakukan oleh guru dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Penilaian pencapaian hasil belajar seharusnya lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning dibandingkan dengan assessment of learning. Mutu yang baik adalah konsekuensi logis dari proses yang baik. Sehingga mutu yang baik dicapai dengan menjamin prosesnya, bukan dengan mengendalikan hasilnya. Mekanisme pengembangan mutu harus mengacu pada konsep jaminan mutu (quality assurance), bukan kendali mutu (quality control). Artinya guru harus menekankan teknik pembelajaran yang menekankan segi proses dan bukan segi hasil atau pencapaian belaka.
            Akhirnya, mengutip apa yang dikatakan Plutarch, seorang pengikut Socrates. “The mind is not a vessel to be filled out but a fire to be ignited”.  Pikiran manusia bukanlah bejana yang harus diisi  penuh tetapi api yang harus dikobarkan. Ruang kelas yang demokratis adalah tempat terbaik untuk mengobarkan dan menyemai virtue (kebajikan), kepemimpinan dan ilmu pengetahuan. Ruang kelas yang demokratis biasanya dicirikan oleh adanya kesadaan guru akan keunikan masing-masing siswanya. Siswa juga dengan leluasa mengedepankan prinsip untuk selalu bertanya kepada setiap orang sehingga membuka banyak peluang bagi seseorang untuk menjadi seorang otodidak (street smart) atau biasa disebut dengan teknik belajar abad 21 versi Ohmae. Teknik belajar seperti ini biasanya mengandalkan kemauan, keuletan dan kegigihan seseorang untuk belajar dan membangun basis hubungan yang luas dengan siapa saja (network). Teknik belajar ini memungkinkan seseorang menjadi seorang pemimpin yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan berkarakter.
                                                                                                               

           

***

0 comments:

UKG dan Finlandia

Oleh : YOGYANTORO
                                    


          Uji Kompetensi Guru (UKG) telah digelar oleh Dirjen GTK ( Guru dan Tenaga Kependidikan) Kemdikbud dan diikuti sekitar 2,9 juta guru yang telah memiliki Nomor Unik  Tenaga Kependidikan (NUTK). Bagi guru yang mendapat nilai sempurna yaitu skor 100 akan mendapatkan kompensasi perjalanan ke luar negeri. Perjalanan ke luar negeri ini dalam rangka studi tour ( study banding) ke sekolah-sekolah negara maju. Negara yang menjadi tujuan peserta salah satunya adalah Finlandia.

Ada apa dengan Finlandia?
            Finlandia adalah negara republik parlementer dengan pemerintah pusatnya di ibukota Helsinski. Sama seperti Indonesia, awalnya Finlandia termasuk negara yang menggantungkan diri pada sektor pertanian atau negara agraris. Finlandia juga memiliki ribuan pulau. Namun, Finlandia termasyur di mata internasional lewat organisasi Nation Master dalam pencapaian teknologi pada tahun 2001 bertengger di ranking ke-1 dari 68 negara. OECD ( Organization for Economic Cooperation and Development) dan PISA     ( Program Penilaian Siswa Internasional) pada tahun 2000 nangkring di peringkat ke-1 dari 43 negara dalam kemampuan membaca, urutan ke-2 dalam matematika dari 41 negara . Sementara itu tahun 2003 berada di urutan  ke-1 dalam sains bersama dengan Jepang dan urutan ke-2 dalam pemecahan masalah. Hasil PISA tahun 2012 menunjukkan Finlandia menduduki peringkat ke-3 setelah Korea dan Jepang untuk pelajaran reading comprehension ( pemahaman bacaan) dan MIPA.
Sistem pendidikan di Finlandia merupakan salah satu sistem pendidikan tersohor di dunia yang patut ditiru. Hal ini terbukti dengan nilai yang selalu dicetak siswa Finlandia dalam PISA untuk mata pelajaran membaca, matematika dan sains. Seperti halnya Indonesia, di Finlandia SD (Sekolah Dasar) ditempuh selama 6 tahun dan SMP  (Sekolah Menengah Pertama) selama 3 tahun. Setelah SMP, lulusannya bisa langsung bekerja atau mendaftar di sekolah dagang atau SMA ( Sekolah Menengah Atas). Sekolah dagang adalah model SMK di Indonesia (Vocational School). Sedangkan SMA disiapkan khusus untuk pendidikan tinggi. Hampir 38 % penduduk Finlandia memiliki gelar setingkat sarjana, salah satu yang persentasenya tertinggi di dunia dan secara konsisten Finlandia menduduki peringkat prestigious PISA.
Kunci kesuksesan negara Finlandia salah satunya terletak pada kualitas gurunya. Di Finlandia, profesi pengajar, guru atau dosen adalah profesi yang paling bergengsi serta dipercaya oleh masyarakat dan pihak yang berwenang. Semua guru dituntut untuk mendapatkan gelar master atau berpendidikan S2.  Guru disana merupakan para guru yang mendapatkan pelatihan terbaik karena dalam proses menjadi guru harus melalui tahapan seleksi yang super ketat bahkan lebih ketat dari fakultas kedokteran. Finlandia percaya bahwa kemampuan pedagogi tidak bisa didapat melalui proses belajar. Kemampuan pedagogi adalah bakat alam yang tidak semua orang memiliki.

Less is more
            Orang –orang Finlandia telah membiasakan diri untuk hidup secara simpel dan sederhana. Rumah-rumah mereka tidak lebih besar daripada yang mereka butuhkan tetapi nyaman untuk ditempati. Mereka tidak konsumtif. Perempuan-perempuan disana tidak hobi belanja atau memakai make up atau perhiasan berlebih. Kaum pria banyak yang tidak memiliki mobil atau bahkan kendaraan sama sekali. Mereka menanamkan prinsip, daripada membeli segudang pakaian yang harganya murah tetapi tidak awet lebih baik membeli satu dua tiga pakaian secukupnya meskipun sedikit lebih mahal tetapi bisa bertahan bertahun-tahun.
            Less is more benar-benar menjadi mantra nasional yang berurat-berakar dalam mind-set mereka dan bahkan menjadi prinsip filosofi pendidikan. Menurut OECD rata-rata guru di Finlandia hanya mengajar 600 jam setahun atau sekitar 3 atau 4 jam pelajaran setiap hari dengan durasi waktu 75 menit untuk 1 jam pelajaran. Murid-murid memiliki lebih sedikit waktu di sekolah dan lebih banyak waktu untuk istirahat. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang yang luas untuk para guru dan murid mempersiapkan diri dalam KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar) yang lebih berkualitas. Semua SD di negara itu memberikan PR kepada siswa seminim mungkin agar siswa memiliki waktu untuk mengembangkan hobi diluar jam sekolah.
            Bertolak belakang dengan apa yang terjadi di sekolah di  Indonesia yang cenderung lebih banyak kelas, jam pelajaran yang panjang , PR yang menggunung, siswa dibebani seabrek tugas dan lebih banyak les tambahan dimana-mana serta harus menghadapi berbagai macam tes formatif, tes sumatif, ulangan dan banyaknya jenis ujian.   Ini akan berdampak pada psikis anak yang penuh tekanan, stres dan lebih parahnya adalah anak akan frustrasi. Secara alami kapasitas otak anak tidak mampu untuk menampung beban yang berlebih. Di Finlandia, pelajaran matematika hanya diajarkan sekali dalam seminggu. Lantas bagaimana mereka nanti menghadapi ujian? Finlandia tidak memiliki banyak ujian seperti sekolah-sekolah yang ada pada negara lain termasuk Indonesia. Lebih sedikit ujian ternyata berbanding terbalik dengan lebih banyak belajar.
            Murid SD di Finlandia seringkali hanya memiliki 1 guru yang sama mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Sehingga guru tersebut akan mampu untuk track the kids progress ( merekam kemajuan belajar siswa) dengan akurat dan signifikan. Guru akan lebih memahami karakter siswa dan mengetahui kebutuhan mereka  serta gaya belajar masing-masing individu. Lebih sedikit guru dipercaya mampu menangani siswa lebih konsisten dan lebih peduli. Bagaimana jika anak kita mendapatkan guru yang tidak berkualitas ? Hampir impossible hal itu terjadi mengingat Finlandia bekerja keras dan all out untuk menjamin bahwa tidak ada guru yang tidak berkualitas. Untuk bisa diterima sebagai mahasiswa PGSD ( Pendidikan Guru Sekolah Dasar) saja sangat ketat. Ribuan pelamar selalu  gagal untuk masuk PGSD tiap tahunnya. Hanya orang-orang terbaik yang mampu menjadi guru SD.
            Masyarakat dan orang tua atau wali murid memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada guru yang telah dianggap mumpuni, terampil, terlatih dan memiliki kompetensi. Kebebasan diberikan kepada para guru untuk menciptakan lingkungan kelas yang baik sehingga guru memiliki otoritas untuk mengambil keputusan. Guru terbebas dari persyaratan pemeriksaan ( inspeksi), tes standarisasi dan kontrol pemerintah yang rigid. Para guru berhak membuat kurikulum yang dianggap baik bagi mereka serta memilih buku materi yang sesuai.
            Less is more yaitu menyederhanakan kompleksitas dan mengurangi beban berlebih menjadi filosofi pendidikan yang maha ampuh bagi kesuksesan Finlandia dibidang pendidikan. Memang Human Resources atau SDM siswa-siswa di Indonesia dan Finlandia tidak bisa disamakan, tapi akankah sebuah perubahan terjadi tanpa adanya kemauan kita untuk berubah. Bukankah kita ( Indonesia)  tidak pernah mencoba menancapkan kuku pada satu filosofi pendidikan dalam rentang waktu lama dan melihat hasilnya? Kita secara konstan selalu mencoba ide baru, metode baru, dan inisiatif baru yang karena tidak konsisten akhirnya layu sebelum berkembang. Atau kita rajin menambah-nambah makanan ke dalam piring tanpa peduli masih ada makanan yang belum kita habiskan. Sekolah hanya mengajarkan ilmu pengetahuan tentang angka-angka dan hapalan-hapalan yang akhirnya mengebiri arti penting mengasah kemampuan untuk  kritis dan kreatif  mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
            Memang di dalam Al-Quran tercantum kata ilm sebanyak 854 kali. Menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan merupakan modal besar dan istemewa bagi manusia. Namun saat ini betapa sulit mencari kaum intelektual organis. Lebih gampang menemukan kaum intelektual oportunis yaitu kaum intelek yang hanya mementingkan kepentingan jangka pendek atau ingin menggapai capaian finansial belaka. Belajar dari yang berjaya ( Finlandia) perlukah?




0 comments:

The Truest Love: Sebuah Kado Berpita Mozaik Cinta Sang Bidadari


Oleh: Yogyantoro




            Jika engkau ingin aku menunjukkan satu kekuatan terbesar di alam ini, dengan senang hati aku akan mengatakan: the greatest power in the universe is our mother. Aku masih bisa berdiri tegak hingga saat ini, itu adalah bukti kekuatan dari seorang ibu. Figur yang sangat aku sayangi dan cintai. Begitu juga engkau, dear reader, engkau adalah bukti kekuatan ibumu. Aku mengakui, ketika aku melihat ibu, aku melihat cinta paling murni (the purest love) yang tidak pernah aku sadari. Seorang ibu adalah sahabat sejati yang kita miliki. Selalu ada riwayat atau sejarah dibalik cerita atau kisah apapun. Di belakang semua cerita-cerita indahmu akan selalu ada lukisan seorang ibu karena beliau adalah tempat dimana awal kita mulai berlabuh mengarungi sebuah kehidupan. Ya, ibu adalah dimana kita memulai segalanya.
            Beruntunglah engkau jika masih memiliki seorang ibu. Believe it or not? Tak ada orang yang hidupnya miskin selama masih memiliki seorang ibu yang sholehah di sampingnya. Kasih sayang ibuku bagaikan kemilau abadi permata dan serpihan matahari yang senantiasa menghangatkan jiwaku. Cahaya dari putih jiwanya tak pernah sekalipun pudar. Aku akan menggambarkan bahwa ibuku adalah benar-benar bidadari tak bersayap yang hadir mewarnai hidupku di tengah-tengah mayapada yang luas ini. She is really my confidant. She is my teacher as well. Aku selalu menghubungkan semua kesuksesanku dalam hidup ini berkat pendidikan moral dari ibuku. Rabuk atau pupuk yang telah ditabur oleh beliau telah menumbuhsuburkan diriku ini sebagai pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani. Intelektualitas yang saat ini aku miliki adalah warisan dari ibu.
            Sosok terhebat di dunia ini adalah ibu. Tak ada yang mampu menggantikan. Ibu merupakan figur yang paling setia menyayangi kita tanpa syarat. Beliau merupakan orang yang pertama kali bersedih saat aku sakit. Beliau juga yang paling banyak melantunkan doa-doa yang indah untukku. Bulir-bulir air mata beliau yang menetes adalah obat paling ampuh untuk kesembuhanku manakala aku sakit. Tak ada dokter atau perawat terbaik untukku selain seorang ibu dengan mozaik cintanya yang bertebaran bagai ribuan bintang di langit, yang tak akan mungkin engkau menghitungnya. Disaat aku menemukan kebahagiaan atau kesuksesan, ibu adalah orang pertama yang paling bahagia.
            Ibu mengandungku selama sekitar 270 hari atau 6.480 jam. Selama itu ibu membawaku kemanapun beliau pergi dengan menggendong beban sekitar 3,5 kg. Lalu merawat dan membesarkanku dari aku masih bayi, memberiku ASI (Air Susu Ibu) dengan gratis dan ikhlas, merelakan saat nyeyaknya melayang demi menjagaku di malam hari dari gigitan nyamuk pencuri darah dan always ready menggantikan popok setiap saat. Dengan demikian, ibu adalah orang yang paling banyak memelukku. Ibu adalah perpanjangan kasih sayang Tuhan Yang Maha Agung kepadaku.
            Kasih dan sayang ibu adalah barisan kenangan yang panjang  membentang yang tak pernah lekang dimakan zaman. Bahkan, aku tidak tahu mengapa makanan yang selalu ibu sajikan untukku pun selalu memberi kenangan. Masakan ibu khususnya masakan yang kebanyakan orang lain mampu memasaknya juga, entah itu sayur lodeh, sayur bening, ayam goreng rica-rica atau daging bumbu rujak, semua telah membawa memori rasa yang pasti, tak mungkin  mati. Khas rasa pengundang selera dan bulu perindu. Melekat kuat dalam memori dan selalu mengganggu untuk tidak rindu, lalu ingin kembali menikmati.
            Dongeng-dongeng yang dibacakan oleh ibu sebelum tidurku telah melelapkanku kedalam mimpi-mimpi yang penuh makna. Terkenang kembali kisah-kisah negeri Arab yang terkemuka dengan cerita Seribu Satu Malam dan Tembang Perburuan karya Abu Nawas dan dongeng-dongeng binatang atau fabel lainnya. Dongeng-dongeng yang memberi moral value dalam memandang hidup dari sudut pandang yang menurutku sastrawi. Semua telah melukis hidupku sehingga aku menjadi pecinta sastra. Bagiku, ibuku adalah sastrawati.  Sastrawan atau sastrawati identik dengan budi pekerti. Aku merasa belum seperti itu. Aku bukan sastrawan. Tapi aku akan terus belajar dengan menjadi pecinta sastra. Dan ibuku telah mengajarkan banyak sekali ajaran budi pekerti yang adi luhung melalui dongeng-dongeng beliau saat aku masih kecil.
Kirpal Singh pernah mengatakan bahwa sastra mampu mendongkrak olah rasa dan pemikiran seseorang sehingga bisa berkembang ke arah yang lebih baik. Literature is our linguistic heritage and a powerful resource which our school and universities don’t give enough credence to. Namun, ibuku telah mengajarkan kepadaku sejak dini. Tentu kita tidak menutup mata dan telinga bahwa saat ini kita telah dibanjiri banyak sekali grup band dan lagu-lagu dangdut yang mengangkat lirik dengan bahasa yang kurang bermuatan sastra atau mengabaikan norma sastra di syair-syair mereka. Aku yang saat ini mendapat amanah sebagai seorang guru di sekolah formal artinya sebagai civitas academica tentu merasa ikut bertanggung jawab untuk menumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra dengan sepenuh hati. Agar aku bisa menyebarkan virus anti kekerasan seperti yang telah dicontohkan oleh bidadariku, ibu. Ibuku telah memberi bekal yang sangat berharga kepadaku melalui dongeng-dongeng atau sastra-sastra beliau. Ibu bagaikan aksara-aksara yang indah yang mengajarkan banyak hal. Tentang kebahagiaan, perjuangan dan kesabaran.
            Ibu adalah bidadari pemilik surga. Nabi umat Islam menempatkan ibu di atas singgasana yang sangat istimewa. Nabi Muhammad SAW memiliki cinta yang besar terhadap sosok ibu. Aku pun akan selalu belajar meneladani sikap beliau. Tak pernah lelah belajar mencintai ibu dengan penuh hormat, anggun, sabar, penuh rasa syukur dan perhatian , baik secara verbal maupun fisik. Love her  honorably. Love her gratefully. Selalu terpatri dalam hati sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Mutafaq’alaih ketika sahabat bertanya: “Ya, Rasulullah. Siapa yang paling berhak memperoleh pelayanan dan persahabatanku?” Nabi menjawab: “Ibumu...Ibumu...Ibumu..., kemudian ayahmu dan kemudian yang lebih dekat kepadamu.”
            Tulisan ini aku persembahkan untuk ibu yang tanpa beliau,  hidupku akan kehilangan denyut nadi. Jasa-jasanya yang tak ternilai oleh uang. Ibu yang telah beranjak senja namun hatinya tetap besar, jiwanya tetap kuat, tabah dan senantiasa bermurah hati seperti matahari. Terima kasih ibu, engkau telah membuka hatiku, membangunkan kesadaranku dan memperluas horizon cara berpikirku. Untuk wanitaku yang paling cantik di dunia yang telah membuatku tetap berdiri tegak menghadapi angkuhnya dunia. Aku akan tetap melihat energi-energimu sepanjang waktu. Tak berlalu waktu tanpa kemilaumu yang abadi. Jejakmu akan selalu membekas dihati. Aku tahu, hadiah terbaik untukmu adalah menjadi sayapmu. Bersama-sama menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Semoga terwujud suatu saat nanti.


***

0 comments:

Tan Malaka, Sisi Kemilau Guru Revolusioner dalam Album Berdebu

Foto     : cdn.jaringnews.com

Tan Malaka, lahir di kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada 2 Juni 1897 adalah tokoh revolusioner yang legendaris  dan seorang pejuang militan nasionalis Indonesia yang  telah melahirkan banyak pemikiran berbobot. Nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Ayahnya bernama HM. Rasad adalah seorang karyawan pertanian dan ibunya, Rangkayo Sinah adalah putri orang yang disegani di desanya. Ia tinggal di surau, senang mempelajari ilmu agama dan berlatih pencak silat sejak usia 5 (lima) tahun. Ia juga pandai bermain sepak bola. Ia dibesarkan dalam suasana semangatnya gerakan modernis Islam di Sumatera Barat.
Pada tahun 1908, ia masuk sekolah Kweekschool (Sekolah Guru Negara) dengan GH Horensma sebagai salah satu gurunya. Menurut GH Horensma, ia adalah murid yang cerdas. Pengetahuannya tentang revolusi meningkat setelah membaca buku de Fransche Revolutie dari GH Horensma. Pada tahun 1913, ia meninggalkan desanya untuk belajar di Belanda yaitu di Rijkskweekschool ( Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) dengan bantuan dana oleh para engku dari desanya.  
Tahun 1919 Tan Malaka kembali ke desanya. Ia menerima tawaran dari Dr.C.W Jansen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh di Tanjung Morawa, Deli, Sumatera Utara. Ia mulai mengajar anak-anak itu berbahasa Melayu. Selama masa ini, ia mengamati dan memahami penderitaan serta keterbelakangan hidup kaum pribumi di Sumatera. Disela-sela waktu mengajarnya ia juga menulis untuk media massa. Salah satu karyanya adalah “Tanah Orang Miskin”, yang menceritakan tentang perbedaan mencolok dalam hal kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja. Ia juga menulis mengenai penderitaan para kuli kebun teh di Sumatera Post.
Kiprah dan kontribusi Tan Malaka di bidang pendidikan di Indonesia sungguh besar. Baginya, tujuan pendidikan adalah untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan. Tan Malaka banyak mendirikan sekolah salah satunya untuk anak-anak anggota Sarekat Islam agar mengenal membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, bahasa Jawa, Melayu, Belanda dan lain-lain. Cendekiawan Minangkabau ini mulau terjun ke kancah politik pada tahun 1921 setelah ia pergi ke Semarang.
Tan Malaka adalah tokoh Indonesia yang sangat frontal menentang antikolonialisme di Hindia Belanda, bahkan sebelum Soekarno dan Hatta. Ia dikenal sebagai seorang aktivis yang militan dan radikal dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda. Ia pun dijuluki sebagai Patjar Merah Indonesia. Pada tahun 1925 Tan Malaka menyusun sebuah gagasan  masa depan bagi Hindia Belanda yang dia bukukan dengan judul “ Naar de ‘Republiek Indonesia” atau Menuju Republik Indonesia. Ini merupakan buku pertama yang menyebut frase Republik Indonesia. Buku inilah yang menginspirasi Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, Nasution dan kawan-kawan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bahkan Prof. Mohammad Yamin, dalam karya tulisnya menyatakan bahwa Tan Malaka adalah Bapak Republik Indonesia dan oleh beberapa kalangan ia dianggap sebagai The True Founding Father of Indonesia. 
Karya terpenting lain dari Tan Malaka adalah Madilog. Madilog adalah singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika. Dalam Madilog, ia menyatakan bahwa bukti adalah fakta dan fakta adalah lantainya ilmu bukti meskipun belum dapat diterangkan secara rasional dan logika. Tan Malaka dalan Madilog-nya juga menyatakan bahwa bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan tidak pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali. Pemikiran Tan Malaka tentang pendidikan begitu jauh kedepan. Melalui karyanya ini ia juga menyorot tentang kelemahan terbesar sebagian besar rakyat Indonesia pada masa itu yang cenderung belum terbiasa berpikir kritis, tidak logis dan rasional.
Sementara itu karya besar seorang Tan Malaka berikutnya adalah Gerpolek yaitu Gerilya, Politik dan Ekonomi yang meliputi bidang kemasyarakatan, kenegaraan, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan sampai kemiliteran yang ia tulis pada saat kondisi Republik Indonesia begitu genting akibat perjanjian Linggarjati tahun 1947 dan Renville tahun 1948. Setelah mengevaluasi situasi yang amat memprihatinkan bagi bangsa Indonesia tersebut, Tan Malaka merintis pembentukan partai Murba pada 7 November 1948 di Yogyakarta.
Pidato Tan Malaka yang terkenal adalah: “ Hari ini aku masih melihat bahwa kemerdekaan hanyalah milik kaum elit, bukan milik rakyat. Merdeka haruslah 100 persen. Aku akan tetap berjuang untuk merdeka. Barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan dirinya sendiri”. Karena perjuangannya yang sangat frontal melawan Belanda dan tidak pernah kapok berjuang untuk rakyat Hindia Belanda selama 30 ( tiga puluh) tahun maka ia menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pembuangan di luar Indonesia. Senantiasa terancam dengan penahanan oleh penguasa Belanda dan sekutu-sekutunya. Puluhan tahun di penjara dan  dibuang dari satu negara ke negara lain tak pernah membuat jera Tan Malaka untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1942 dan kembali berjuang menentang kolonialisme hingga tahun 1949.
Tan Malaka ditembak mati tanggal 21 Februari 1949 di Kediri, Jawa Timur. Tidak ada satupun pihak yang tahu pasti dimana makam Tan Malaka dan siapa yang menangkapnya dan menembak mati dirinya. Rezim Orde Baru menganggap Tan Malaka sebagai tokoh partai yang dituduh terlibat dalam beberapa kali pemberontakan. Sejak era Orde Baru (1966-1998), keberadaanya seperti dihapus dalam sejarah Indonesia dan hampir tidak pernah dibahas dalam pelajaran sejarah dari tingkat SD sampai SMA bahkan sampai dengan sekarang.
Tokoh besar Indonesia yang terlupakan ini, berjuang sendirian untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan dengan alasan karena perhatiannya yang terlalu besar untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka hidup membujang hingga akhir hayatnya. Beberapa novelis menjadikannya sebagai tokoh utama dalam novel atau roman mereka. Keputusan Presiden RI No.53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963 menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.


0 comments:

Butet Manurung, Perempuan Penyala Obor Keabadian

Fotohttp://kanalsatu.com/images/20140901-215737_67.jpeg

             Butet Manurung yang memiliki nama lengkap Saur Marlina Manurung lahir di Jakarta pada 21 Februari 1972 dari seorang ibu bernama Tiur Samosir. Ayahnya yang bernama Victor Manurung berasal dari keluarga miskin di dekat danau Samosir, namun berkat perjuangannya kini menempati posisi tinggi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Perempuan berdarah Batak tersebut merupakan sulung dari empat bersaudara. Saat masih kecil mengikuti ayahnya tinggal di Belgia dan Belanda selama 4 (empat) tahun. Butet Manurung sangat dekat dengan ayahnya. Saat kecil, ia bercit-cita ingin menjadi dokter di Papua karena ingin mengabdikan hidupnya untuk menolong orang. Ia sangat cinta pada olah raga karate, suka menulis puisi dan cerpen.  Ia juga berhasil memenangkan berbagai perlombaan lari jarak dekat tingkat provinsi di DKI Jakarta. 
            Setelah lulus dari SMA Negeri 14 Jakarta, Butet Manurung berkuliah di jurusan Antropologi Universitas Padjajaran dan lulus tahun 1998. Selain itu ia juga mengambil jurusan Sastra Indonesia di kampus yang sama dan berhasil lulus pada tahun 2002. Sedangkan gelar Magister Antropologi Terapan berhasil diraihnya di Universitas Nasional Australia, Australia.
            Berawal dari sebuah iklan dari LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat) WARSI ( Komunitas Konservasi Indonesia) di harian Kompas yang berbunyi; “ Dicari fasilitator pendidikan alternatif bagi suku asli Orang Rimba, Jambi.”, Butet Manurung merasa terketuk untuk memenuhi panggilan jiwanya. Perempuan penerima “Woman of The Year” tahun 2001 di bidang pendidikan oleh televisi swasta, Anteve tersebut akhirnya berjuang mewujudkan impiannya menjalani profesi sebagai guru di hutan pedalaman. Sejak September 1999 sampai Mei 2000, ia berputar keluar masuk hutan dan terus menerus ditolak dan diusir (Kompas, 2005:39).
            Perintis pendidikan bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia ini berhasil memulai sekolah rintisannya yang pertama di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Butet Manurung pantang menyerah untuk meyakinkan masyarakat Orang Rimba ( Suku Kubu) yang mendiami daerah seluas sekitar 60.000 hektar hutan hujan tropis di dataran Sumatera tersebut. Sekolah rintisannya diberi nama Sokola Rimba berdiri 2004. Sokola adalah sebuah sekolah untuk anak-anak pedalaman yang didirikan bersama teman-temannya. Sokola-nya hanya berbentuk dangau ( gubuk atau rumah kecil di sawah atau ladang)  tak berdinding dan bersifat nomaden. Slogan dari Sokola Rimba adalah “Sokola literasi dan advokasi untuk komunitas adat di Indonesia.”. Misi yang diembannya pun sangatlah ‘sederhana’ yaitu mengentaskan buta huruf bagi anak-anak Orang Rimba.
            Butet Manurung berusaha menolong ketidakberdayaan Orang Rimba yang tidak bisa membaca dan menulis dengan mengajari mereka membaca, menulis, dan berhitung. Ia juga menerapkan pola pendidikan Advance yaitu pengetahuan tentang lingkungan dan dunia luar seperti bagaimana cara berinteraksi dengan dunia luar, melakukan proses jual beli di pasar, membaca akta perjanjian, dan mengakses hak-hak sebagai warga negara seperti puskesmas atau  rumah sakit. Kini mereka sudah bisa mengupayakan diri melalui jejaringnya untuk melakukan dengar pendapat dengan DPR.
            Butet Manurung menerapkan pola pengajaran dengan mengenalkan huruf per huruf berdasarkan bentuk dan cara mengejanya. Metode pengajaran ini membawanya mendapatkan anugerah “ The Man and Biosphere Award” dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan , dan Kebudayaan (LIPI UNESCO).  Ia tidak sungkan untuk berbaur seperti layaknya anak-anak rimba, berpakaian yang sama, makan makanan yang sama, mengikuti gaya hidup di hutan , pandai memanjat pohon, bermain di sungai, membuat jerat binatang dan lain-lain.
            Ilmu yang diajarkan oleh Butet Manurung tidak sekedar teori belaka atau bersifat teoritis, namun lebih banyak yang bersifat aplikatif, sehingga benar-benar terasa kebermanfaatannya bagi Orang Rimba. Ia juga menyelenggarakan  banyak pelatihan yang disebut “Memahami Komunitas” agar masyarakat menjadi mandiri dan mampu bergerak di luar masyarakat adat. Selain itu masyarakatpun bisa memahami pendidikan yang konstektual supaya dapat membantu masyarakat adat sesuai kehidupan mereka. Menurut Butet Manurung, salah satu kelemahan orang-orang Indonesia sekarang adalah keinginannya untuk selalu kerja kantoran setelah lulus sekolah. Hampir tidak ada yang ingin menjadi petani atau berkebun. Padahal yang terpenting adalah menjaga kekuatan dan kekayaan setempat. Indonesia telah kehilangan banyak sekali keragaman tanaman, binatang langka, kekayaan intelektual orang setempat, bahasa ibu, ilmu meracik obat atau rempah-rempah dan pola pertanian padi warisan nenek moyang Indonesia.
            Kini, sokola Butet Manurung sudah menyebar di 10 (sepuluh)  daerah di Indonesia diantaranya Jambi, Aceh, Pulau Besar dan Gunung Egon, Klaten, Halmahera, Makassar, Bulukumba, Bantul , Garut dan bahkan suku Agats di pedalaman Asmat sudah tersentuh oleh tangan dingin Butet Manurung. Butet Manurung meluncurkan novel berjudul “Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba” yang berasal dari catatan hariannya. Novel tersebut kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris “The Jungle School”.  Profit hasil penjualan bukunya merupakan salah satu sumber pendanaan sokola-nya.  Pada tahun 2013, Sokola Rimba diangkat menjadi sebuah film yang disutradarai oleh Riri Reza dari Miles Production.
            Butet Manurung adalah pecinta hutan yang humanis dan menjadi contoh pekerja LSM yang bisa mengatasi dilema antara jiwa untuk melakukan pendampingan dan tuntutan materi. Sosok wanita yang visioner terutama di bidang pendidikan. Merupakan salah satu pahlawan pendidikan di era modern seperti sekarang ini karena telah mendedikasikan hidupnya untuk pendidikan dan kini menjadi tokoh yang dibahas di dunia Internasional. Ia mendapat anugerah Hero of Asia 2004 versi majalah Time. Ia juga masuk kedalam jajaran perempuan paling berpengaruh di Indonesia versi majalah Globe Asia edisi Oktober 2007 bersama Megawati Soekarno Putri, Presiden RI ke-5 (2011-2014) dan Yenny Wahid, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa. Sebagai perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat pedalaman, ia memperoleh penghargaan Ramon Magsaysay di Filipina tahun 2014. Penghargaan ini setara dengan hadiah nobel di Asia.
            Biografi ini penulis tutup dengan kalimat penutup: “ Sekuno apapun manusia peninggalan pra-sejarah, kita harus menyadari bahwa mereka tetap bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia” (Butet Manurung).

0 comments: