Navigation Menu

Akselerasi Pembangunan Core-Periphery melalui Strategi Investasi di Era Digital

Oleh: Yogyantoro
Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swadaya dalam acara Indonesia Investment Week Singapore Chapter 2017 di Gedung Kemendagri, Jakarta pada 14 Maret 2017 menuturkan bahwa investor Singapura hingga saat ini masih menjadi sumber Penanam Modal Asing (PMA) terbesar di Indonesia. Total investasi dari Singapura dari tahun 2011 hingga 2016 telah menyentuh angka US$ 35, 6 miliar. Namun, sayangnya total nilai investasi tersebut hanya tersebar ke lima provinsi di Indonesia. Terbanyak di Jakarta yaitu sebesar US$ 10,64 miliar yang dialokasikan ke 3.236 proyek. Disusul Sumatera Selatan sebesar US$ 3,85 miliar di 253 proyek dan kemudian ketiga adalah Banten sebesar US$ 3,05 miliar di 745 proyek. Diikuti oleh Jawa Barat US$ 2,09 miliar di 1.188 proyek lalu Kalimantan Tengah sebesar US$ 1,9 miliar yang dialokasikan di 412 proyek.



Tanda-tanda atau sinyal-sinyal melirik investasi di daerah di luar pulau Jawa mulai menguat. Tingkat investasinya sedang menunjukkan perkembangan. Tak dapat dipungkiri bahwa daerah-daerah di luar pulau Jawa sangat membutuhkan investasi, khususnya investasi asing guna mempercepat laju pembangunan di daerah tersebut. Investasi memang merupakan langkah awal dalam kegiatan ekonomi. Selanjutnya akan memunculkan dinamika investasi yang berpengaruh pada tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Reorientasi dari pemerintah Jokowi yang berkomitmen untuk memfokuskan pada pengembangan infrastuktur non Jawa perlu disambut hangat dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung agar investasi di daerah bisa semakin meningkat. Kebijakan itu juga ditangkap memiliki dimensi dalam upaya memperkuat integrasi bangsa melalui peningkatan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa akan membangun Indonesia dari pinggiran yang selama ini tertinggal dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan sebagaimana tertuang dalam program Nawacita butir ketiga. Konsep ini mencanangkan serangkaian agenda atau sembilan agenda (Nawa Cita) yang dilingkupi oleh situasi semangat kebijakan fiskal yang memprioritaskan pembangunan infrastuktur terutama dengan tujuan mengembangkan konektivitas wilayah-wilayah pinggiran dengan wilayah-wilayah yang secara ekonomis lebih berkembang dan maju. Hal ini dalam upaya menekan perbedaan pembangunan yang menganga yaitu kemajuan antara pusat dan pinggiran (core-periphery).

Pemerintah dapat memperkecil ketimpangan ekonomi antara daerah yang maju dan yang tertinggal dengan mengarahkan investasi ke daerah yang tertinggal. BKPM terus berjibaku agar distribusi investasi tidak hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu diwilayah perkotaan atau industri besar tetapi juga merata hingga ke pelosok-pelosok negeri. Investasi memiliki daya dongkrak yang luar biasa terdapat peningkatan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi secara berlipat ganda (multiplier), memperluas lapangan pekerjaan dan sebagai alat untuk pemerataan antar daerah. Pembangunan tidak lagi terpusat (sentralisasi) di perkotaan saja melainkan menyebar di seluruh daerah pelosok (desentralisasi).

Teori David K. Eitemen mengemukakan adanya motif-motif strategis yang mempengaruhi arus penanaman modal asing ke negara penerima modal diantaranya adalah mencari pasar, mencari efisiensi produksi dan mencari bahan baku. Namun demikian SDA saja tidak menjamin keberhasilan proses pembangunan ekonomi apabila tidak didukung oleh kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengelola SDA yang melimpah SDM yang berkualitas merupakan daya tarik investasi yang penting. Teknologi yang dipakai oleh para pengusaha semakin canggih dan modern sehingga menuntut ketrampilan yang lebih dari tenaga kerjanya.


Selain itu kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang ditandai oleh penguatan budaya lokal serta peningkatan etos kerja masyarakat yang jujur, ulet, kerja keras dan cerdas akan semakin membuka kran investasi makin mengucur berbanding terbalik jika ada faktor penghambat seperti sikap-sikap masyarakat yang cenderung egois, anarkis dan melanggengkan jurus KKN. Para investor asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di daerah selalu mengharapkan iklim investasi yang kondusif, aturan-aturan hukum penanaman modal yang memberikan perlindungan hukum (legal protection), kemudahan, keadilan hukum dan kepastian hukum. Peraturan dan Undang-undang ketenagakerjaan seperti upah minimum, kontrak kerja dan peraturan tentang PHK perlu dijamin tidak merugikan salah satu pihak.


Pemerintah dapat memberi insentif pembebasan pajak bagi investor yang bersedia berinvestasi di daerah tertinggal dan kemudahan-kemudahan lain dalam ijin inventasi guna menggenjot laju investasi di daerah tersebut agar ketimpangan ekonomi semakin berkurang. Birokrasi perijinan yang panjang akan memperbesar biaya bagi investor sehingga enggan untuk berinvestasi. Investasi di daerah tertinggal atau pelosok cenderung menempatkan layanan ijin investasi 3 jam disebabkan layanan KLIK unggulan BKPM masih tersedia pada 14 kawasan industri yang lokasinya belum menjangkau daerah pelosok. Meskipun demikian, investasi tetap menggeliat dengan adanya layanan ijin 3 jam yang didukung oleh fasilitas bea masuk serta percepatan urusan di pelabuhan melalui jalur hijau.


Pembangunan infrastruktur merupakan sebuah keniscayaan. Pembangunan prasarana dan sarana transportasi seperti jalan raya, jalan tol, rel kereta api, jembatan, bandar udara, pelabuhan laut atau tol laut, telekomunikasi yang meliputi jaringan internet maupun telepon kabel dan nirkabel serta utilitas contonya tersedianya listrik yang kuat dan air bersih yang memadai akan membawa returns on investment. Kebijakan ini lebih menekankan pada pentingnya wawasan jangka panjang.


Akhirnya, menurut hemat penulis, esensi membangun dari pinggiran adalah membangun desa tempat berdiam sebagian besar masyarakat marginal. Banyak desa sedang mengalami masalah serius. Melonjaknya alokasi anggaran dalam APBN untuk Dana Desa perlu disinergikan dengan stimulasi ganda yang dilakukan secara lebih mendasar, serentak dan holistik yaitu dengan membuka konektivitas (peningkatan ruas jalan dan membangun jembatan) dan membangkitkan kegiatan ekonomi warganya. Penguatan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai obat paling ampuh membangun desa.

Jangan sampai desa kehilangan tenaga usia produktif yang pada gilirannya akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu akan membombardir ketahanan pangan nasional. Masalah desa bukan masalah kurangnya uang tetapi lemahnya modal sosial (social-capital). Pendekatan pembangunan desa bukan sekedar mengirimkan lebih banyak uang ke desa. Kelangkaan modal, ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah dan minimnya sarana produksi memang mengakibatkan derajat ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang rendah serta pengangguran yang tinggi. Namun, konsep berdikari Bung Karno atau kedaulatan desa ala Bung Hatta perlu diejawantahkan sebagai harga mati.

Sistem ekonomi dan politik desa tak hanya peduli pada pencapaian materi belaka, tetapi juga pencapaian budaya, seni, spiritual dan harmoni sosial. Desa adalah miniatur negara. Investasi publik di daerah pedesaan harus digalakkan demi menghindari tatanan masyarakat desa yang hanya bekerja tetapi tidak produktif. Industri-industri kreatif yang bersifat eksklusif dan unik dapat dikembangkan di daerah pinggiran atau pedesaan dengan cara mengonstruksikan kreativitas, kerja sama, pemikiran kritis, penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta literasi digital melalui sarana investasi.

Penulis adalah Guru SMPN 4 Muara Teweh.

2 comments: