Oleh: YOGYANTORO
Namanya adalah nasi gegog atau sego gegog yang merupakan akronim dari sego genem godhong gedhang. Artinya, nasi yang dibungkus menggunakan daun pisang. Menu tradisional ini ikut meramaikan belantika kuliner di kota gaplek, julukan kota Trenggalek menyusul kakak seperguruannya yaitu nasi thiwul yang lebih dahulu melegenda. Nasi gegog dibuat dari nasi aron dengan ciri khas nasinya yang punel. Cita rasa pedasnya yang menggelora sekaligus bikin kangen berasal dari cabai plintir kering yang dicincang bersama bawang merah, bawang putih, dan ikan teri jengki atau teri kawat. Daun salam, lengkuas yang dimemarkan, garam dan gula dapat ditambahkan untuk meracik rasa agar lebih menggoyang lidah. Untuk menjaga agar tetap kaku dan keras, teri tidak perlu direndam sebelum dimasak.
Sumber : Dokumen Pribadi |
Teri jengki pedas yang menyertai nasinya kemudian dibungkus daun pisang dan disematkan dengan lidi seperti membuat botok. Porsinya setali tiga uang dengan satu kepel nasi kucing yang biasa dijumpai di angkringan. Sebelum dibungkus bersama sambal teri nasi ditanak setengah matang. Lalu kembali dimasak dengan menggunakan tungku tradisional dan menggunakan bara api dari kayu-kayu hutan. Aroma harum khas dan gurih merindunya akan membangkitkan selera siapa saja dari beragam kalangan dan kasta, dari rakyat jelata, pegawai menengah hingga para pejabat di pemerintahan atau birokrasi. Semuanya gandrung untuk sekadar merasakan pedas spesialnya. Bahkan rasa pedas dari sego atau nasi yang lahir di kota kecil yang pernah dihapus dari peta secara administratif oleh pemerintah Belanda ini mampu berkhasiat sebagai obat sakit kepala dan influenza.
Sego gegog makin nikmat disajikan dengan menu lauk seperti tempe goreng, tahu bola goreng, sate telur puyuh, sate usus, atau sate jerohan. Pembeli juga dapat memilih varian nasi gegog ikan tuna atau nasi gegog dari beras merah. Teh setengah panas dapat menjadi pilihan tepat untuk minumannnya. Menyesap teh setengah panas sembari merasakan udara dingin alami di kawasan pegunungan tempat komplek angkringan atau warung penjaja nasi gegog akan menjadi pengalaman indah.
Destinasi wisata kuliner ini memang berada di dataran tinggi Puncak Ngares dan di kawasan pegunungan kecamatan Bendungan. Diperlukan sekitar lima belas menit perjalanan dari Alun-alun kota Trenggalek menuju sentra nasi gegog di bagian utara Trenggalek. Para pemburu sego gegog harus berkompromi dulu dengan topografi wilayah berlatar agraris dan siap mendaki gunung dan menuruni lembah untuk bisa mencicipi bintang angkringan dari kota yang termahsyur dengan tempe kripik ini. Pepohonan pinus yang hijau meranau di kiri kanan jalan menawarkan pemandangan segar nan asri. Saat ini nasi gegog telah mengepakkan sayap dengan merambah daerah-daerah seperti kaki Gunung Wilis dan beberapa kabupaten sekitarnya seperti Ponorogo yaitu daerah Pulung dan kabupaten Tulungagung.
Warung Mbah Tumirah yang berlokasi di pertigaan jalan desa Srabah, kecamatan Bendungan sangat populer sebagai jujugan para penggemar sego gegog. Mbah Tumirah yang kini usianya sekitar 80-an lebih adalah pelopor nasi gegog. Bisnis ini sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara turun temurun. Warung Mbah Tumirah sendiri sudah berjalan selama lebih dari 30 tahun. Sebungkus nasi gegog dibanderol dengan harga yang sangat bersahabat dengan kantong kita yaitu dari harga Rp. 1.500,00 hingga Rp. 3.500,00. Dua bungkus sego gegog sudah cukup membuat perut Anda kemlekaren atau kekenyangan.
Dahulu sego gegog adalah bekal (bontot) para petani yang hendak pergi berkebun atau berladang mengolah lahan di kawasan hutan pegunungan di kecamatan Bendungan. Mayoritas warga pegunungan berangkat ke kebun sebelum matahari muncul di ufuk timur sehingga nasi gegog menjadi pilihan bontot yang enak, praktis dan cepat dalam pembuatannya. Bekal wong gunung yang bercita rasa menggoda ini kini telah bermetamorfosis menjadi primadona angkringan di kota alen-alen, Trenggalek. Anda boleh mencobanya. #KulinerJuaraKampungHalaman #BelangaIndonesia #GoodIndonesianFood
***
0 comments: