KARTINI DIMATAKU
Tiap tanggal 21 April kita selalu menyambut sebuah
perayaan spesial yang seringkali pula ditandai dengan pertunjukan dan pagelaran
budaya. Presiden Soekarno telah menetapkan hari lahir tokoh Jawa, Kartini untuk
diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari
Kartini.
Ada sejumlah cara untuk merayakan Hari Kartini, salah satunya tradisi memakai kebaya bagi
wanita dan pakaian batik bagi pria
sebagaimana diterapkan sejumlah PNS di Trenggalek. Bahkan, di Pantai Kuta
Bali, sejumlah peselancar perempuan menandai Hari Kartini dengan melakukan surfing yang biasanya didominasi kaum
adam ini, dengan memakai kebaya. Mereka seperti ingin menunjukkan pada dunia bahwa
wanita pun bisa melakukan surfing
sebaik pria. Memang, ide emansipasi wanita telah membuka banyak ruang bagi wanita untuk
mengekspresikan talenta dan ketertarikannya dibanyak area.
Sebuah survey yang dilakukan Reuters dengan memberi responden pertanyaan; “Apakah tempat perempuan
itu di rumah?” Hanya satu dari empat responden percaya bahwa dunia perempuan itu
hanya sebatas tembok rumah. Sementara tiga responden lain meyakini bahwa
seorang perempuan dapat berpartisipasi di luar urusan rumah tangga. Sekarang, banyak
perempuan yang menjadi professor, mampu menjalankan perusahaan, dan menjadi
kepala pemerintahan.
Dengan menempatkan sekurang-kurangnya 30% kandidat
perempuan di daftar legislative sebenarnya telah menjamin kebijakan politik
yang lebih baik untuk perempuan. Selain itu juga perlunya segera dicabut
regulasi-regulasi yang berpotensi mendiskriminasikan peran perempuan. Upaya-upaya ini memang lebih berat
daripada sekedar menggelar perayaan besar untuk Hari Kartini.
Perempuan memang sudah seharusnya mendapatkan persamaan
hak dengan laki-laki. Jika saya menilik kembali pelajaran Biologi SMA. Seorang perempuan sebenarnya lebih besar konstribusinya secara
biologis terhadap proses pembentukan manusia-manusia baru.
Seorang perempuan menyediakann ovum atau sel telur, sedangkan seorang laki-laki memberikan sperma. Sel sperma
hanya memberikan materi genetik sementara itu sel telur tidak hanya memberikan
materi genetik tetapi juga cytoplasm
dan mitochondria sebagai sumber
energi untuk manusia baru. Selain itu kontribusi yang penting lagi adalah
menyediakan tempat bagi janin di uterus dan memberikannya nutrisi didalamnya. Setelah
melahirkan, seorang perempuan juga memberikan air susu ibunya untuk menjaga kekebalan tubuh
bayinya.
Tetapi menurut pandangan saya, pencapaian posisi perempuan
yang sama dengan laki-laki tidak hanya memberikan efek positif bagi kebebasan perempuan tetapi juga ada efek negatifnya. Seorang
perempuan yang ingin mencapai karier yang tinggi, acapkali menunda
pernikahan sampai usia terhitung tua. Padahal dengan begitu ketika wanita tersebut hamil
akan meningkatkan resiko memiliki bayi dengan kerusakan kromosom, yaitu bagian
sel yang mengandung sifat turun temurun.
Ada juga karena disibukkan dengan aktivitas di luar
rumahnya, maka seorang perempuan menyewa baby
sitter atau menyerahkan bayinya pada pembantu untuk mengurusnya. Ini juga akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang
bayinya. Bisa karena kurangnya kasih sayang ibu atau tidak memiliki kedekatan
hubungan dengan ibu atau ayahnya yang juga bekerja banyak menghabiskan waktu
di luar rumah.
Sang pejuang emansipasi, pahlawan nasional
Indonesia yang juga pelopor kebangkitan perempuan pribumi ini memang
bercita-cita agar perempuan Jawa bisa lebih maju, memiliki kebebasan
menuntut ilmu dan belajar serta menggapai karier yang diharapkan. Ibu Kita
Kartini mencita-citakan (baca: mau) gelap akan habis dan terang akan terbit. ”Aku Mau……” adalah motto
Kartini.
Penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, dipingit, tidak bisa
duduk di bangku sekolah, harus bersedia dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal dan harus
bersedia dimadu sudah habis. Meski hanya 25 tahun usia Kartini, lewat
surat-surat Kartini, renungannya tentang dan untuk bangsa telah menyelamatkan perempuan
pribumi yang dulu berada status sosialnya yang rendah. Lewat bukunya telah
mendorong kemajuan perempuan Indonesia menjadi lebih maju di masa depan.
Meskipun begitu akan menjadi bijaksana seorang
perempuan jika menemukan keseimbangan diantara urusan karier dan rumah tangga
dan kaum laki-laki
bisa lebih menghargai perempuan. (Wendianing Putri Luketsi)
0 comments: