Sejak diumumkan kasus 01 dan
02 oleh Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020, saya, Anda, dan kita semua merasa
terpukul. Lalu Coronavirus Disease 2019
(Covid-19) menyebar begitu merata di bumi pertiwi dengan “derajat keparahan”
yang beragam. Banyak daerah yang telah melakukan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB), lockdown atau karantina
wilayah. Kondisi ini memang menyebabkan kita semua menjadi emosional, nervous breakdown dan overwhelmed. Saya yakin semua orang
merasakannya.
Gambar 1. Sembilan nilai integritas sebagai tuntunan laku menuju kebangkitan
Selayang Pandang Perjalan Saya di Masa Pandemi
Wabah Covid-19 benar-benar membawa
banyak sekali hambatan-hambatan di tempat saya mengajar yaitu SMPN 4 Muara
Teweh. Sekolah tempat saya mengajar adalah sebuah sekolah di seberang sungai
Barito yang berada di tengah-tengah hutan belantara yang berlokasi di pedalaman
pulau Kalimantan. Sekolah saya berada di
Kabupaten berjuluk “City in the Jungle”
dengan jarak tempuh 8 jam perjalanan dari ibu kota provinsi. Medan terjal
berbukit-bukit dan berkelok-kelok tentu tak banyak diminati pendidik yang ingin
mengabdikan diri mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, negara harus tetap hadir
di tempat-tempat seperti itu agar program membangun dari pinggiran yang dicanangkan
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo tidak hanya sekadar sent tetapi juga delivered.
Tuhan telah mengirim saya
menjadi abdi negara dan saya mengemban amanah untuk para generasi bangsa yang
seringkali termarginalkan dengan fasilitas atau sarana dan prasarana yang
terbatas. Listrik di sekolah saya on
dan off sewaktu-waktu. Sinyal
internet pun kembang-kempis. Ini adalah sumber permasalahan pola pembelajaran
kami di tengah pandemi. Pola pembelajaran jarah jauh (PJJ) yang melibatkan
jaringan internet praktis tak bisa berjalan.
Saya lebih berfokus pada bagaimana PJJ yang tanpa menggunakan jaringan
internet tetapi tetap bisa mengajar dan mendidik di tengah pandemi. Akhirnya
saya putuskan tetap berangkat ke sekolah melewati hutan dan menyeberangi sungai
menggunakan kelotok untuk melaksanakan program remedial teaching dan guru kunjung dengan tetap menerapkan protokol
kesehatan.
Bagaimana Cara Saya Menghadapi Pandemi agar Terus Berkarya
Bertolak dari permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan ada beberapa praktik baik yang saya laksanakan dalam rangka menjadga keberlangsungan kegiatan pembelajaran di sekolah. Pertama, Saya menggunakan model pembelajaran jarak jauh melalui program TIM BERKEMAS “Orang Tua/Wali Murid Bermasker Masuk Sekolah”. Program ini bertujuan untuk meminimalisasi kerumunan siswa yang datang ke sekolah yang seringkali masih suka bergerombol dengan teman-temanya dan tidak memakai masker. Oleh karena itu melalui TIM BERKEMAS, orang tua/ wali murid peserta didik setiap dua minggu sekali datang ke sekolah sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan di gerbang sekolah, memakai masker dan tertib di antrian kelas untuk mengambil materi pelajaran dan lembar tugas yang harus dikerjakan oleh putra-putri mereka di rumah. Selain itu mereka juga datang untuk mengumpulkan buku hasil kerja peserta didik pada kotak-kotak kardus pengumpulan tugas yang telah disediakan. Dengan menerapakan program TIM BERKEMAS peserta didik tidak perlu datang ke sekolah dan hanya orang tua/wali yang memang lebih dewasa dalam menerapkan protokol kesehatan yang mengambil tugas mingguan dan menyerahkan tugas pada minggu sebelumnya.
Gambar 2. Belajar di alam terbuka dengan semilir angin dan paparan sinar matahari |
Kedua, melalui
pemberian materi pelajaran dan penugasan-penugasan maka saya akan melakukan
identifikasi atau menemukenali peserta didik yang mengalami hambatan belajar.
Maka saya melakukan planning matrix terhadap sejumlah peserta didik yang perlu
mendapatkan pendidikan khusus. Saya menyelenggarakan
model pembelajaran remedial teaching dan guru kunjung kepada beberapa peserta
didik berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan belajar (slow learner). Saya meminta
data seperti alamat rumah peserta didik berkebutuhan khusus yang masih memiliki
hambatan belajar dan melakukan kunjungan langsung ke rumah dengan tetap
melaksanakan protokol kesehatan. Meskipun medan yang harus saya lalui perlu
melawati hutan dan jalan yang belum beraspal namun saya berkeyakinan bahwa
model pembelajaran seperti ini adalah yang terbaik yang dapat saya lakukan di
tengah pandemi Covid-19.
Gambar 3. Pembelajaran di luar tembok kelas di masa pandemi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan
Ketiga, Pembelajaran
yang menekankan diskusi dan kerja kelompok tetap saya selenggarakan mengingat
hal ini juga merupakan program pendidikan yang utama yaitu Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) yang menekankan pentingnya integritas, religi, nasionalisme,
mandiri dan gotong-royong. Pada kasus peserta didik dengan hambatan yang sama
hasil dari planning matrix yang saya buat maka saya juga menyelenggarakan guru
kunjung untuk kelompok diskusi. Saya memilih mengkondisikan ruang terbuka
dengan paparan sinar matahari sebagai kelas agar mereka mulai mengenal bahwa
belajar di luar dinding kelas atau sekolah adalah pola membelajaran yang lebih
konstektual.
Menjadi pendidik di desa atau
kampung yang jauh dari modernitas tentu berbeda dengan menjadi pendidik di
kota-kota besar dengan sarana dan prasarana yang lengkap. Mendidik peserta
didik perkotaan dengan sekolah-sekolah yang maju bahkan berlabel sekolah
berstandar nasional atau internasional tentu berbeda dengan mendidik dan mengajar
peserta didik yang berada di pinggiran. Mengajar dan mendidik peserta didik
dengan latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang yang masih jauh
tertinggal membutuhkan lebih banyak kesabaran dan perjuangan. Lebih-lebih
mendidik mereka yang berkebutuhan khusus di sekolah saya yang berstatus SPPI
(Sekolah Peyelenggara Pendidikan Inklusif). Namun apabila didasari oleh
panggilan jiwa maka tugas-tugas yang berat akan terasa ringan.
Saya selalu percaya bahwa kita bisa mengatasi
berbagai permasalahan apabila kita mau senantiasa meningkatkan kompetensi dan
kapabilaitas kita. Saya selalu memastikan bahwa semua tugas-tugas yang menjadi
amanah saya sebagai pendidik harus tuntas agar gugur kewajiban saya sekaligus
senantiasa membawa kebermanfaatan. Sebagai orang Jawa saya selalu memegang
kearifan lokal dari nenek moyang saya yaitu: Sepi ing pamrih, rame ing gawe. Bekerja itu harus tulus dan tanpa
mengharap imbalan. Selain mengajar di sekolah formal saya juga menjadi guru
relawan (volunteer) tanpa menerima
imbalan dengan mendidik dan mengajar peserta didik berkebutuhan khusus di
sebuah yayasan panti asuhan di Muara Teweh. Hal ini saya lakukan karena bagi
saya ilmu itu tidak bisa diperjual-belikan. Semakin kita banyak berbagi ilmu
maka akan semakin banyak ilmu-ilmu baru yang datang kepada kita.
Saya selalu bersemangat dalam
mendidik dan mengajar peserta didik saya karena bagi saya mendidik dan mengajar
(menjadi guru) itu bukan bekerja tetapi merupakan panggilan jiwa. Sehingga ilmu
yang kita bagikan dan jerih payah yang kita korbankan itu sebetulnya tidak bisa
diukur dengan imbalan atau uang. Tapi saya percaya bahwa Tuhan yang akan
membalasnya. Tuhan yang akan menggantinya dengan yang lebih baik seperti
kesehatan yang terjaga, keluarga yang terlindungi dan kemudahan-kemudahan
lainnya. Contoh nyata yang saya rasakan adalah saya tidak pernah membolos kerja
dan selalu hadir di sekolah dari jam pertama hingga terakhir serta tidak
membiarkan terjadi jam atau kelas kosong karena saya sangat mencintai pekerjaan
sebagai guru atau pendidik.
Gambar 4. Cangkruk literasi di masa pandemi
Pandemi Covid-19 yang mewabah
memang telah menghalangi kami untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di
dalam kelas. Namun, saya tetap berupaya menemukan inovasi dan teknik belajar
yang memungkinkan peserta didik tetap termotivasi dan bisa belajar dengan baik.
Prinsip saya adalah saya harus mengikuti cara belajar peserta didik di masa
pandemi. Hal yang kemudian saya lakukan adalah melaksanakan guru kunjung ke
rumah peserta didik dan menyelenggarakan cangkruk literasi dalam rangka
menyongsong diberlakukannya Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Saya harus
mengenalkan mereka tentang literasi agar mereka bisa memahami dan menguasai
dengan baik. Saya menyelenggarakan cangkruk literasi yang memfokuskan pada
literasi baca-tulis agar mereka mampu mengembangkan pemikiran HOTS (High Order Thinking Skills) yaitu salah
satunya kemampuan menulis.
Selain itu pada kegiatan
cangkruk literasi saya akan melaksanakan Pembelajaran Berbasis Individual (PPI)
yang ditujukan kepada peserta didik yang slow
learner atau lamban belajar dan memiliki hambatan belajar. Cangkruk
literasi berbentuk bangku dan meja sederhana di tengah perkampungan penduduk
yang kami manfaatkan untuk belajar dan diskusi. Kami melaksanakan pembelajaran
dengan tetap berpedoman pada protokol kesehatan agar kami bisa bertahan di
tengah pandemi. Untuk menuju tempat cangkruk literasi saya perlu menempuh jarak
sekitar 35 km dari rumah dan harus melewati jalan yang berkelok-kelok dan naik
turun di tengah hujan dan dilanjutkan meyeberangi sungai menggunakan kelotok
untuk menuju kampung di seberang sungai.
Gambar 5. Menebar semangat menghadapi pandemi dengan aktif menulis di media massa |
Tentu saja ini adalah tugas penuh dengan tantangan dan pengorbanan. Namun apabila saya mendasarinya sebagai sebuah panggilan jiwa maka saya yakin dan percaya bahwa Tuhan akan senantiasa melimpahkan rezekinya bagi orang-orang yang memiliki komitmen menjalankan tugas dan kewajibannya. Saya ingin kehadiran saya berdampak positif dan bisa menjadi agen perubahan. Oleh karena itu selain menjadi pendidik saya juga aktif berkegiatan seperti menulis ulasan-ulasan pendidikan yang diterbitkan di media cetak maupun on-line yang berbasis di Kalimantan dan yang berskala nasional dan menjadi narasumber tentang masalah pendidikan. Hal ini saya lakukan sebagai bentuk komitmen saya yang ingin membawa dampak positif khususnya dalam bidang pendidikan agar tercipta SRA (Sekoah Ramah Anak) dan pendidikan yang inklusif.
Peserta didik di sekolah
tempat saya mengajar sangat termotivasi dalam belajar setelah dilaksanakan
pembelajaran sistem penugasan dalam PJJ namun tetap luring yaitu lembar tugas
dapat diambil oleh orang tua atau wali murid setiap dua minggu dan terjadwal.
Mereka juga harus menyerahkan tugas yang telah diberikan ke sekolah yang dapat
diwakilkan oleh orang tua atau wali. Tugas-tugas yang diberikan terutama yang
berbasis produk dan praktik
(keterampilan) agar peserta didik dapat lebih mengoptimalkan bakat,
minat, dan potensi unik mereka Rata-rata peserta didik mengerjakan tugas
diberikan oleh Bapak dan Ibu guru. Program remedial
teaching dan guru kunjung juga disambut antusias peserta didik yang ingin
mendiskusikan materi-materi yang belum mereka kuasai atau pemberian materi eskalasi (pengayaan) bagi peserta didik
cerdas istimewa atau berbakat istimewa (gifted)
yang memang masih masuk dalam kategori PDBK (Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus).
Gambar 6. Sosialisasi pentingnya pandidikan keluarga melalui tulisan di koran
Pembelajaran Berbasis Kotak
Kardus atau TIM BERKEMAS untuk pengumpulan tugas peserta didik adalah kebaruan
yang dapat diterapkan di banyak sekolah di Indonesia. Peserta didik dapat
diwakili oleh orang tua atau wali murid mengumpulkan tugas ke dalam box-box
yang telah disediakan sekaligus mengambil lembar Kerja Siswa atau penugasan
yang harus di kerjakan di rumah selama dua minggu ke depan. Bentuk penugasan
dapat berbentuk pratik, membuat ringkasan materi pelajaran, menjawab tes tulis
atau membuat esai berdasarkan buku paket atau modul yang telah dipinjamkan
kepada peserta didik. Selanjutnya guru mengevaluasi, memberi nilai dan respon
atau feedback terhadap Lembar Kerja
peserta didik yang telah dikumpulkan melalui kotak kardus. Inovasi pembelajaran yang telah saya lakukan
terbukti banyak menginspirasi pihak lain karena program inovasi yang telah saya
laksanakan juga diikuti oleh guru-guru lain dan saya juga telah menulis sebuah
karya esai yang di terbitkan secara nasional mengenai inovasi pemebelajaran di
masa pandemi.
Gambar 7. Box-box tempat mengumpulkan tugas siswa di masa pandemi
Satu yang pasti bagi saya bahwa kita harus yakin dan bisa bangkit dan pulih karena saya juga menyadari bahwa peserta didik saya harus tetap mendapatkan haknya berupa layanan pendidikan yang berkualitas dengan dukungan psikososial yang baik di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini. Di sisi lain, saya juga harus menjadikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan di sekolah sebagai prioritas utama dengan menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi di satuan pendidikan. Sekolah saya pernah menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan menyelenggarakan model pembelajaran klasikal luring dengan maksimal 18 (delapan belas) peserta didik setiap kelas sebagaimana yang diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri tanggal 30 Maret 2021. Selain itu, PTM terbatas juga saya lakukan melalui kegiatan klasikal luring di luar kelas semi guru kunjung) dengan membentuk kelompok belajar di kampung untuk menyelenggarakan program pembelajaran individual (PPI). Namun, karena sekolah saya kemudian masuk daerah berstatus zona merah Covid-19 maka saya menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) penuh. Bertolak dari permasalahan-permasalahan yang ada di lapangan saya harus tetap menjaga keberlangsungan kegiatan pembelajaran di sekolah.
Selain itu saya percaya dengan
ucapan Pak Jokowi bahwa dalam menghadapi masalah apapun kita harus tetap
menjaga kebinekaan dan membangun solidaritas. Saya pun tetap aktif menjalin
komunikasi dengan pendidik-pendidik lain seantero Nusantara salah satunya
melalui kanal guru belajar dan berbagi.
Saya aktif mengunggah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di website
Guru Belajar dan Guru Berbagi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi dan telah diterbitkan tanggal 20 Mei 2020 agar dapat saling
menguatkan dan berbagi ide menghadapi permasalahan pembelajaran di masa
pandemi. Terbukti RPP saya telah diunduh
sebanyak 10.557 kali yang membuat saya sangat bersyukur bahwa RPP saya setidaknya
dapat dijadikan kompas pembelajaran yang lebih efektif di masa pandemi. RPP Bahasa Inggris kelas VII 1 lembar ini memakai media
daring dalam penerapannya karena adanya pandemi Covid 19. Langkah-langkah
pembelajarannya memakai eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi melalui media
sederhana dan sangat akrab di kalangan siswa yaitu WhatsApp, Google Classroom
dan Youtube. Saya mengunggah kegiatan pembelajaran melalui youtube seolah-olah
KBM secara nyata.
Saya lebih memilih
menggunakan WhatsApp Group (WAG) dan Youtube karena saya menggunakan
pendekatan berbasis aset yaitu berusaha mengoptimalkan sumberdaya atau kekuatan
yang dimiliki sekolah, dan peserta didik serta daya dukung keluarga mereka.
Peserta didik saya sudah relatif banyak yang memiliki handphone meskipun
sebagian peserta didik menggunakan handphone orang tua atau saudara
mereka. Mereka sudah sangat akrab dan mampu mengoperasikan dengan baik aplikasi
WhatsApp dan Youtube. Oleh karena itu saya memilih 2 (dua) aplikasi tersebut
sebagai media pembelajaran agar peserta didik saya yang sebagian besar berasal
dari keluarga ekonomi menengah ke bawah dan tinggal di desa di seberang sungai
tidak merasa inferior di awal dalam akselerasi teknologi.
Saya juga terlebih dahulu
melakukanidentifikasi tingkat kematangan pesrta didik saya dalam memanfaatkan
teknologi dalam pembelajaran. Saya juga harus fokus pada tingkat berpikir dalam
pembelajaran peserta didik saya. Penggunaan media pembelajaran yang menggunakan
aplikasi WhatsApp dan Youtube dalam kegiatan pembelajaran daring sebagaimana
termaktub dalam RPP yang saya buat dapat diimplementasikan sebagai pembelajaran
campuran yang terdiri dari sinkron dan asinkron. Hal ini menyesuaikan dengan
tantangan yang di hadapi dunia pendidikan dalam masa pandemi Covid-19. Melalui
pembelajaran sinkron dengan media WhatsApp saya dapat memberikan umpan balik
kepada peserta didik saya dan senantiasa memberikan suntikan semangat belajar
untuk menumbuhkan antusiasme belajar
peserta didik saya. Sedangkan melalui aplikasi Youtube saya dapat memberikan
sumber belajar mandiri bagi peserta didik saya. Setelah mendapatkan materi dari
tayangan Youtube, peserta didik dapat mengerjakan tugas konstektual atau proyek
kolaborasi yang temponya ditentukan oleh peserta didik sendiri.
Memang ada kelemahan dari
sisi sumber belajar melalui asinkron (materi pelajaran saya tampilakan melalui
video Youtube) ini yaitu peserta didik saya mengalami ketergantungan pada
ketersediaan bahan ajar yang berkualitas. Saya mengatasi permasalahan ini
dengan meberikan pinjaman buku-buku pelajaran kepada peserta didik yang dapat
dibawa pulang dan dipelajari secara mandiri di rumah. Selain itu saya juga
aktif membantu peserta didik mendapatkan sumber belajar online melalui link sumber
belajar, bahan ajar atau rekaman pembahasan konsep yang saya bagikan melalui
WhatsApp. Mungkin banyak yang mengatakan bahwa penggunaan aplikasi WhatsApp dan
Youtube kurang canggih atau kekinian,namun untuk apa teknologinya mutakhir,
modern dan up to date jika
pedagoginya masih ketinggalan zaman.
Melalui RPP saya yang
sederhana yaitu RPP daring Bahasa Inggris Kelas VII yang hanya 1 (satu) lembar
tersebut saya ingin memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik saya
sesuai dengan kebutuhan dan pola belajar mereka. Saya memulai langkah
pembelajaran dengan apersepsi dan motivasi. Pada Langkah apersepsi saya
memberikan kuis pemanasan untuk membangkitkan dan mengaktifkan gagasan-gagasan terkait sebelumpeserta didik
mulai belajar dan memberikan motivasi agar peserta didik memiliki semangat
belajar. Salah satu keunggulan dari pembelajaran saya sesuai RPP tersebut
adalah fokus pada kualitas pembelajaran dan bukan pada ketuntasan belajar.
Seperti pada langkah-langkah pembelajaran tahap penilaian saya tidak hanya memberi nilai terhadap kalimat-kalimat yang
dibuat oleh peserta didik setelah peserta didik mengerjakan penugasan dan
tetapi juga menilai sikap dari etika berjejaring sosial yang sesuai dengan
unsur profil pelajar Pancasila. Model pembelajaran pada RPP saya juga dapat
dengan mudah untuk dikembangkan menggunakan model pembelajaran kolaboratif
seperti learning together, jigsaw procedure, group
investigation atau team game tournament.
Hasil terpenting yang saya
dapat dicapai adalah peserta didik dapat mengasah kemampuan 4C yaitu berpikir
kritis (critical thinking), kreativitas (creativity), kolaborasi
(collaboration) dan komunikasi (communication). Hal ini dapat
dicapai karena saya mengadopsi teknologi yang mengedepankan student-centered
yaitu memastikan bahwa peserta didik saya tidak cemas menggunakan aplikasi WhatsApp
dan Youtube karena kedua aplikasi tersebut memang telah dekat dengan
kehidupan sehari-hari mereka. Pemahaman konsep melalui pembelajaran daring yang
menggunakan teknologi mengalami peningkatan baik pada level augmentation
atau modification karena dalam pembelajaran yang diselenggarakan tidak
sekadar mengasah kemampuan mengingat dan menghafal. Penerapan teknologi
menggunakan aplikasi WhatsApp dan Youtube tidak hanya dalam level
substitusi pembelajaran tatap muka sebagaimana dilaksanakan sebelum pandemi.
Alhamdulillah, model
pembelajaran yang saya terapkan sesuai RPP mendapatkan tanggapan atau respon
yang positif dari guru-guru lain karena saya dapat menggunakan RPP yang
sederhana yaitu satu lembar sesuai edaran Kemendikbud Nomor 14 Tahun 2019
tentang penyederhanaan RPP yang hanya memuat 3 (tiga) komponen inti saja yaitu:
tujuan pembelajaran,kegiatan pembelajaran,dan penilaian atau asesmen. RPP saya
tersebut juga telah mengacu pada kurikulum kondisi khusus di masa pandemi
Covid-19 agar peserta didik tidak mengalami learning loss. Pelibatan
peserta didik dan orang tua secara aktif dengan tetap mematuhi protokol
kesehatan juga menjadi kriteria keberhasilan pembelajaran di masa pandemi
Covid-19.
Semangat Menjadi Agen
Komunikasi Publik STPC-19
Kunci keberhasilan kita
menuju pulih dan bangkit menghadapi pandemi adalah tekad dari diri sendiri
untuk yakin dan percaya diri kita bisa survive menghadapi situasi yang buruk
sekalipun. Berbekal semangat dan keyakinan ini juga yang membuat saya gencar
untuk membuka mata masyarakat agar tetap mampu berkarya di tengah masa-masa
yang sulit agar kita mampu bertahan sekaligus kembali exist menjalankan
roda kehidupan termasuk perekonomian. Ini adalah beberapa dokumen saya yang
saya unggah melalui media sosial agar menginspirasi banyak orang agar mampu
bertahan dan maju menuju kepulihan dan kebangkitan menghadapi pandemi.
https://www.youtube.com/watch?v=BwAuoly3lLA
https://www.youtube.com/watch?v=Emiq7BJDvNw
https://www.youtube.com/watch?v=WTYhaDr9tJ4
https://www.youtube.com/watch?v=Y8D2xHByGu8
https://www.youtube.com/watch?v=qG48zoycWxk
https://www.youtube.com/watch?v=_OheGBcfdNY
Semangat Pulih dan Bangkit
Kini kita semua harus pulih dan bangkit apapun dan dimanapun bidang
yang kita geluti. Dengan gelora semangat yang selangit di Hari Ulang Tahun
(HUT) ke-77 Republik Indonesia kita harus optimis bahwa akan selalu ada cahaya
di ujung lorong yang paling gelap sekalipun. Menyalakan hope for the best seraya prepare
for the worst adalah bagian dari nilai sikap positif dalam menghadapi
pandemi Covid-19. Cara menyalakan cahaya semangat dapat diperoleh dari belajar
sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang telah mengajari kita menjadi bangsa
yang pantang menyerah. Semua masalah tak akan berakhir sia-sia dan akan membawa
hikmah serta dapat diselesaikan dengan baik asalkan kita mau saling
bahu-membahu dan bekerjasama dalam semangat komunitas dan dilaksanakan dengan
penuh integritas. Nilai-nilai integritas
inti seperti jujur, tanggung jawab dan disiplin, nilai etos kerja seperti
mandiri, sederhana dan kerja keras
serta nilai sikap seperti berani,
peduli dan adil dapat kita jadikan pegangan dalam menjalani kehidupan khususnya
di masa pandemi dengan segala takdirnya yang sejatinya sudah tertulis di lauhul mahfudz 50 ribu tahun silam
sebelum langit dan bumi diciptakan. Covid-19 yang datang tanpa kita nyana
adalah bukti bahwa Allah Maha Besar. Pemilik ‘Arsy telah menguji kita dengan
menjadikan dunia beserta isinya bertekuk lutut dengan takdir yang terjadi.
Gambar 8. Infografis proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pemulihan |
Semangat Selangit
untuk Pulih dan Bangkit
Namun dengan semangat “selangit” (sembilan nilai integritas) kita akan mudah memasuki era baru kehidupan dan beradaptasi dengan Covid-19. Semangat “selangit” berbasis komunitas yang disinergikan dengan solidaritas sosial akan menjadi modal sosial terbaik bangsa di tengah masyarakat kita yang cenderung bersikap apatis setelah hampir enam bulan pandemi Covid-19 melanda dan melumpuhkan berbagai sektor seperti ekonomi, transportasi, pangan, sosial, pendidikan dan pariwisata. Ketua Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Kota Yogyakarta, Aldi Fadhil Diyanto,pada suatu kesempatan di Balaikota mengatakan bahwa kunci menghadapi Covid-19 adalah disiplin, berani, kerja keras dan teguh menjaga kebersamaan sehingga dengan new normal industri pariwisata di Yogyakarta bisasiap bangkit.
Semangat “selangit” dalam kebersamaan atau kegotongroyongan sebagai modal sosial bisa mengantarkan pada pencapaian titik keseimbangan (equilibrium point) sebagaimana yang kita harapkan bersama. Titik keseimbangan tersebut adalah posisi dimana tingkat paparan kasus positif Covid-19 minimal dan perbaikan kondisi sosial ekonomi Indonesia maksimal. Selama ini pemerintah telah menggelontorkan dana jaring pengaman sosial dengan asas keadilan dengan menekankan pada aspek pemerataan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sudah dilebur dalam Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebagai bentuk mitigasi bencana non-alam ini. Respon Muhammadiyah juga positif dengan menyediakan 80 (delapan puluh) Rumah Sakit Muhammadiyah-Aisyiyah yang melayani pasien Covid-19 dengan membuka pelayanan konsultasi psikologi dan pelayanan konsultasi agama bagi warga yang terdampak Covid-19. Semua berangkat dari kepedulian dan rasa tanggung jawab dalam mengimplementasikan ketulusan untuk melayani sesama manusia.
Bentuk implementasi nilai
kepedulian yang dapat kita lakukan sebagai individu maupun makhluk sosial (zoon politicon, meminjam istilah
Aristoteles) dapat kita terapkan melalui kampanye pola hidup bersih dan sehat
(PHBS), pembagian disinfektan, pembagian sembako, pembagian masker, edukasi
relawan, diskusi online seputar Covid-19, pembagian hand sanitizer atau pembagian termometer infrared dan lain
sebagainya. Disamping peduli kepada orang lain kita juga harus peduli pada diri
dan keluarga kita sendiri dengan menerapkan nilai integritas inti yaitu jujur,
tanggung jawab dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Kesadaran
untuk memakai masker bertujuan untuk mencegah penularan, baik yang membawa
Covid-19 tanpa sadar atau orang tanpa gejala (OTG). Artinya kita yang tidak
membawa Covid-19 atau dalam kondisi sehat harus tetap memakai masker. Kita
harus berani jujur pada diri kita sendiri dengan melaksanakan kontrol diri
seperti memanfaatkan layanan berbentuk sistem yang dikembangkan oleh Tim LDP
Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah yaitu seranai
perilaku masa pandemi Covid-19 (SIKUVID) dan seranai kecemasan diri pandemi
Covid-19 atau (SIKEVID).
Selain itu (jika) diperlukan
karantina mandiri (self-quarantine)
sebagai bentuk penerapan nilai integritas yaitu kemandirian dengan konsisten
menanamkan good habit atau kebiasaan
sederhana yang baik seperti sering berolahraga, banyak mengonsumsi sayur dan
buah, membiasakan berjemur di pagi hari dan memperhatikan kebersihan tangan.
Apabila kebiasaan cuci tangan ini dapat kita lestarikan maka akan menghindarkan
diri kita dari kontaminasi dengan virus dan bakteri penyebab berbagai penyakit
karena mikroorganisme parasit atau patogen dapat dengan mudah masuk ke dalam
tubuh seseorang lalu berpindah-pindah ke tubuh orang lain.
Semangat “selangit” yang
memiliki nilai etos kerja adalah keberanian kita untuk mengubah gaya hidup,
mengejar karir baru di masa krisis, mengembangkan bisnis bersama keluarga atau
berpindah ke daerah pedesaan. Joseph
Arnold Toynbee, seorang sejarawan Inggris pernah mengatakan: “Challenge and Response”. Artinya setiap
tantangan ada tanggapan. Ditengah melemahnya sektor ekonomi dan bisnis akibat
pandemi, selalu ada peluang yang membutuhkan kerja keras kita untuk
menghasilkan barang atau jasa yang relevan di masa krisis atau pandemi
Covid-19. Bukankah kata krisis dalam bahasa China terbangun dari dari kata
yaitu Wei dan Ji yang bermakna tantangan dan peluang?
Apabila Covid-19 kita hadapi
dengan semangat “selangit” dan pikiran positif, maka akan membuat imun tubuh
kita menjadi sehat dan kuat melawan virus apaupun. Jangan biarkan fenomena
“terserah Indonesia” membahana dimana-mana. Dengan semangat “selangit” kita
beri dukungan kepada Komite Kebijakan atau Satuan Tugas (Satgas) Penanganan
Covid-19, tenaga medis sampai kasir supermarket dan kurir-kurir pengiriman
logistik dan ekspedisi yang telah menjadi pahlawan di masa pandemi. Dengan
semangat “selangit” pula kita masih bisa menjalin silaturahim berkat adanya
teknologi internet yang memungkinkan kita senantiasa terhubung dengan orang-orang
yang kita cintai. Ingat meskipun wabah belum sepenuhnya berakhir, masyarakat
harus mengindahkan data, fakta dan penjelasan pakar yang jelas kredibilitasnya,
rencana untuk mengumpulkan banyak orang harus di-ambyarkan, dan akhirnya untuk
membendung penyebaran Covid-19 jika bukan dari kesadaran diri kita sendiri,
dari mana lagi? Mari kita bersama-sama pulih dan bangkit. Kita singsingkan
lengan baju, kita dapat hadapi pandemi bersama-sama. Tulisan ini diikutsertakan dalam
Lomba Pembuatan Konten Media Sosial dalam rangka Memperingati HUT RI ke-77
dengan tema Kembali Berkarya : Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat yang
diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY. 🌝💪🙏
0 comments: