Saya bersyukur dapat menjadi bagian dari pengajar praktik program guru penggerak (PGP). Berikut ini saya akan menceritakan tentang hal-hal esensial yang saya dapatkan selama mengikuti pembekalan calon pengajar praktik (CPP) angkatan 3 gelombang 2 yang dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu tahap 1 (daring) dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2021 s.d 02 Juli 2021 dan tahap 2 (daring) pada tanggal 05 Juli 2021- 09 Juli 2021 yang diikuti oleh 282 peserta CPP. Kami dibimbing oleh beberapa instruktur seperti Bu Lucky Palupi, Bu Anita Taurisia Putri, Bu Tjatursari Oetoro, Pak Muhammad Hasri, dan Pak Prasetiyo.
Sebelum
mengikuti seleksi CPP saya telah memastikan kesiapan diri saya untuk menjadi
pengajar praktik melalui praktik-praktik baik yang saya laksanakan agar dapat
menjadi inspirasi dan penyemangat bagi calon guru penggerak yang lain. Ada 5
(lima) contoh transformasi pendidikan yang pernah saya lakukan di ekosistem
pendidikan terdekat baik di sekolah maupun di sekitar rumah.
1.
Saya melaksanakan praktik baik
tentang bagaimana cara menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan
hambatan belajar (slow learner) di sekolah saya karena saya menemukan masih
banyak peserta didik slow learner di sekolah tempat saya mengajar dengan
melakukan program pembelajran individual (PPI) dan penggunaan marker tiga
warna pada saat menulis materi di papan tulis.
2.
Saya melaksanakan praktik baik
tentang bagaimana cara menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) seperti hambatan pendengaran dan hambatan berbicara
dengan menggunakan Teknik Eskobar (Scrabbel-Crossword Berwarna dan Bergambar).
3.
Saya melaksanakan praktik baik
tentang pengembangan literasi bagi Anak Yatim Piatu di Yayasan Khairunnas di
sekitar tempat tinggal saya dengan Teknik belajar Fun Reading and Fun
Learning English with Games.
4.
Saya melakukan praktik baik
dengan pendekatan No Physical Punishment tetapi melalui hidden curriculum
(keteladanan) bagi peserta didik dengan hambatan perilaku (tuna laras) di
sekolah.
5.
Saya melakukan praktik baik
berupa pengembangan literasi membaca dengan menulis buku-buku teks/informasi
dan juga artikel atau esai pendidikan yang diterbitakan di media cetak baik
tingkat provinsi maupun Nasional serta menulis buku-buku karya sastra agar
dapat menjadi referensi literasi membaca teks nonfiksi peserta didik.
Dampak atas
transformasi pendidikan yang saya lakukan adalah:
1.
Peserta didik dengan hambatan
belajar (slow learner) tetap dapat belajar sesuai dengan level kemapuan mereka
namun tetap terjadi proses belajar dan belajar sesuai dengan kebutuhan peserta
didik (student-centered)
2.
Peserta didik berkebutuhan khusus
(PDBK) dapat belajar dengan baik di sekolah dan sekolah saya kini menjadi
Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inkusi (SPPI) karena dapat mengakomodasi
keberagaman, kebutuhan peserta didik dan menjadi sekolah yang ramah anak (SRA)
3.
Anak-anak yang sebelumnya tidak
memiliki akses untuk belajar Bahasa Inggris karena keterbatasan biaya akhirnya
dapat mengikuti kelas Bahasa Inggris dengan tanpa biaya.
4.
Sekolah tempat saya mengajar
menjadi nol hukuman fisik atau kekerasan fisik dapat diminimalisasi.
5.
Saya dapat berbagi praktik baik
dan gagasan-gagasan konstruktif kepada masyarakat umum melalui tulisan yang
diterbitkan oleh media massa dan tingkat literasi anak serta karakter peserta
didik dapat meningkat melalui literasi membaca (apresiasi sastra).
Memang saya
akui ada yang sudah berjalan baik dan ada yang belum berjalan baik dalam
inisiasi transformasi pendidikan di ekosistem pendidikan di lingkungan saya. Yang
sudah berjalan baik dalam inisiasi transformasi pendidik di eksosistem
pendidikan di lingkungan saya:
1.
Terbitnya tulisan-tulisan saya
tentang praktik baik dan opini yang membangun bagi transformasi pendidikan
secara periodik dan simultan yang saya yakin berpengaruh pada kebijakan
pemerintah daerah/pusat tentang program-program pendidikan.
2. Sekolah saya menjadi sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang terbuka menerima peserta didik berkebutuhan khusus pada saat penerimaan peserta didik baru (PPDB) hingga sekarang.
Yang belum berjalan baik dalam inisiasi
transformasi pendidikan di ekosistem pendidikan di lingkungan saya adalah:
1.
Pengembangan literasi bagi
anak-anak di Panti Asuhan yang kurang didukung oleh pengadaan buku atau bahan
bacaan yang berkualitas sesuai dengan usia mereka. Pada saat pandemi Covid-19
kegiatan pembelajaran juga tidak dapat berjalan dengan baik.
2. Praktik baik dalam upaya meminimalisasi hukuman fisik bagi peserta didik memang berhasil dengan baik namun kekerasan verbal masih terjadi.
Beberapa
praktik-praktik baik yang telah saya lakukan saat ini dengan apa yang telah
saya pelajari sebelumnya ada yang berjalan dengan baik dan lancar. Namun ada
juga beberapa langkah saya dalam menyelenggarakan praktik baik masih
menemukan hambatan karena saya belum menerapkan kanvas rancangan BAGJA dalam
upaya transformasi dalam bentuk perubahan praktik-praktik baik dalam dunia
pendidikan yang terjadi di daerah saya. Mulai sekarang saya akan melakukan
inisiatif-inisiatif dalam menyelenggarakan praktik baik yang mengacu pada
konsep SIP yaitu apa yang sudah saya ketahui, apa yang ingin saya ketahui dan
apa yang sudah saya pelajari. Saya akan memegang
landasan Inkuiri Apresiatif yaitu upaya kooperatif menemukan hal positif dalam
diri saya, sekolah saya dan dunia sekeliling saya baik di masa lalu, masa kini
dan masa depan dengan menggunakan kanvas rancangan BAGJA sebelum melangkah
dalam praktik-praktik baik di dunia pendidikan.
Saya akan mengubah pemikiran saya sebagai akibat apa yang telah terjadi karena saya percaya dengan apa yang dikatakan Gail Sheehy bahwa jika kita tidak berubah,kita tidak bertumbuh. Jika kita tidak bertumbuh, maka kita tidak hidup. Saya bahkan akan melakukan transformasi sosial dengan melakukan interaksi informal dalam keragaman individu,grup atau kelompok dengan mengatasi konflik kebudayaan politik dan identitas kolektif yang dimiliki bersama-sama dengan pikiran jernih, penuh integritas dan dedikasi. Beberapa pengalaman yang telah saya alami banyak membantu saya bagaimana menyiapkan diri menjadi fasilitator yang baik diantaranya: pada 13-15 Desember 2020 saya mengikuti kegiatan diskusi kelompok terpumpun (DKT) Penguatan Karakter di The Sultan Hotel and Residence, Kota Jakarta Pusat. Latar belakang diskusi yang diselenggarakan Pusat Penguatan Karakter, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bagi Guru, Tenaga Kependidikan, dan Kepala Sekolah Dedikatif, Inovatif, dan Inspiratif. adalah perlunya menyosialisasikan penguatan karakter Kemendikbud, menyempurnakan FAQ Profil Pelajar Pancasila, mengevaluasi iklan layanan masyarakat (ILM) kampanye Pusat Penguatan Karakter, dan menyosialisasikan penggunaan media dalam kampanye penguatan karakter. Diskusi atau rapat tersebut ingin menyepakati tentang prosedur teknis pelaksanaan sosialisasi penguatan karakter Kemendikbud, ketentuan substansi dan media dalam kampanye profil pelajar Pancasila. Semua peserta diskusi yang berjumlah 109 guru dan kepala sekolah dari seluruh Indonesia mendapatkan kesempatan menyampaikan pendapatnya baik dalam rapat pleno maupun kelompok kecil. Semua pesrta aktif dalam kegiatan diskusi karena diskusi dilaksanakan secara terbuka dan siapapun dari peserta berkesempatan untuk mengangkat tangannya dan berbicara langsung pada waktu yang telah ditentukan untuk menyampaikan gagasan,pertanyaan atau sanggahan. Selain itu peserta juga diberikan akses dalam mengetikkan ide atau menyampaikan ide melalui platform online yang telah disediakan. Tujuan rapat dapat tercapai karena gagasan, pertanyaan dan sanggahan dari peserta diakomodasi dengan baik oleh pemimpin diskusi dan panitia kegiatan dan didiskusikan bersama secara musyawarah mufakat dan voting yang demokratis oleh semua peserta diskusi. Selain itu kegiatan diskusi dilakukan secara berkelanjutan untuk memastikan tujuan dapat berjalan dengan baik yaitu pada tanggal 7-9 Juni 2021 saya mengikuti diskusi lanjutan di Hotel Amaroossa Grande, Kota Bekasi untuk perbaikan kesalahan pada fungsi aplikasi dan penggunaan laman liga kampanye penguatan karakter. Pertanyaan yang dilontarkan dalam forum tersebut dan yang paling membekas adalah bagaimana kegiatan liga kampanye penguatan karakter untuk daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) yang memiliki koneksi internet yang kurang baik? Pertanyaan tersebut dijawab dengan baik oleh pemimpin diskusi bahwa kita tidak boleh terlalu “mendewakan” internet karena kampanye dapat juga dilakukan secara luar jaringan (luring).
Saya sangat
tertarik dengan sumber belajar dari Ir.
M. Barori, M.Si, Dosen Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD) APMD
yang menyampaikan tentang 3 (tiga) hal yang harus dikuasai oleh fasilitator
yaitu:
1.
Substansi (topik). Topik ini
harus spesifik apakah tentang pemecahan masalah (problem solving) atau
pengembangan potensi. Strategi yang
digunakan perlu memperhatikan kondisi, sasaran diskusi dan analisis
stakeholders.
2.
Proses. Proses mencakup masalah teknik dan metode yang digunakan.
3.
Relasi. Kita perlu mengamankan
hubungan antara fasilitator dengan peserta atau panitia.
Linknya dapat
kita akses melalui laman: https://www.youtube.com/watch?v=W4tTJTYfiJc
Menurut saya
fasilitasi adalah upaya mempermudah proses baik diskusi dan lain-lain dengan
cara mengumpulkan ide, memecahkan masalah atau menyepakati sesuatu. Fasilitasi
memungkinkan adanya proses pengumpulan informasi dan wawasan dari kelompok atau
komunitas (assessing the knowledge of the group), mengatasi masalah (addresses
issues), diskusi kelompok (group discussions) dalam hubungan yang sama (an
equal relationships) atau tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Fasilitasi dalam konsep merdeka belajar guru penggerak adalah kegiatan penting
yang dilakukan oleh pengajar praktik dalam memberikan dukungan baik tenaga,
peraltan,fasilitas, dana, metodologi atau teknik dalam memberdayakan guru
penggerak atau sekolah penggerak agarterjadi peningkatan dalam praktik-praktik
baik dalam level individu, kelas, komunitas atau dinas pendidikan bahkan dapat menginspirasi pembuat regulasi
atau kebijakan.
Saya akan
membagikan tips-tips agar sesi fasilitasi dapat berjalan lancar melalui 3
(tiga) aspek penting yaitu:
1. SUBSTANSI
Hindari:
a.
Terjebak metode ceramah.
b.
Menyimpulkan sendiri.
c.
Membiarkan hanya peserta dominan
aktif
d.
Perencanaan yang kurang matang.
e.
Terlalu banyak jeda yang tidak
perlu.
f.
Tidak fokus terhadap inti
pelajaran.
g.
Tidak menguasai materi .
(Didasarkan pada tayangan youtube di learning management system (LMS)
h.
Terjebak pada istilah yang kurang
tepat (maka perlu paraphrasing).
i.
Lebih banyak berbicara daripada mendengarkan.
2. TEKNIK
a. Mengumpulkan gagasan dan ide (gathering) dan
proses menggali ide dan gagasan lebih
jauh (drawing out)
b. Mendorong (encouraging) peserta untuk aktif
berpartisipasi tanpa paksaan.
c. Menyediakan
kebutuhan logistik dan alokasi waktu yang tepat.
3. RELASI
a. Mampu melakukan manajemen konfik (conflict management)
dengan baik.
b. Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi tumbuh kembang
program dan stakeholders yang berada di dalamnya.
c. Mengamankan hubungan antara panitia dengan peserta, fasilitator dengan guru penggerak, guru penggerak dengan pihak sekolah dan lain-lain.
Ada beberapa perubahan yang saya alami setelah mengikuti
pembelajaran melalui learning management system (LMS) dan fasilitasi
yang dilakukan instruktur. Saya akan menyampaikan
3 (tiga) perubahan penting dalam diri saya dalam melakukan fasilitasi:
a. Saya perlu lebih banyak mendengarkan daripada berbicara
karena dari mendengar kita akan lebih memahami persoalan dan diam bukan berarti
kita tidak memahamai. Berbicara yang membuat pendengar berekspektasi yang
melebihi kapasitas yang dapat kita kerjakan juga akan membawa kekecewaan di
kemudiaan hari. Oleh karena itu sangat penting berbicara ringkas, padat dan
seperlunya dan serealistis mungkin dalam menjalankan program.
b. Saya perlu tetap memberikan ruang bagi ego-personal
peserta, guru penggerak, kepala sekolah, sekolah atau anggota komunitas untuk
kemudian melakukan pendekatan personal yang membangun agar setiap orang merasa
dihargai.
c. Saya akan berubah menjadi lebih sabar karena dalam
kegiatan fasilitasi biasanya akan muncul friksi-friksi yang tidak diinginkan
apabila kita hanya mempertahankan kepentingan masing-masing dan tidak menguasai
manajemen konflik, serta sikap toleransi yang tinggi.
Selain itu
saya juga banyak menyerap ilmu-ilmu baru dari beberapa modul yang saya
dapatkan diantaranya:
Judul Modul 1: Peran
Pengajar Praktik Guru Penggerak dan Masa Depan Pendidikan Indonesia
Kaitannya dengan
Fasilitasi terletak pada upaya yang harus dilakukan oleh fasilator dalam
mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah. Oleh karena itu dalam
melakukan coaching dan mentoring terhadap rekan guru lain harus
berlandaskan pada tujuan dari masa depan pendidikan Indonesia yaitu termaktup
dalam filosofi merdeka belajar. Masa depan pendidikan Indonesia dapat tercapai
apabila program-program dari merdeka belajar dapat difasilitasi dengan baik
seperti masalah penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang fleksibel, ujian yang diselenggarakan
oleh satuan pendidikan serta pemberlakuan asesmen nasional (AN). Maka saya
dapat mengaitkan masa depan pendidikan dengan fasilitasi apabila selalu
berpijak pada tujuan seperti mewujudkan profil pelajar Pancasila, pembelajaran
yang berpusat pada murid (student centered) serta berfokus pada tujuan
lain seperti terbentuknya peserta didik yang berpikir holistik, aktif dan
proaktif.
Judul
Modul: Modul 2. Pendidikan yang Memerdekakan
Kaitannya dengan
fasilitasi terletak pada mind-set bahwa dalam pendidikan kemerdekaan setiap
orang perlu difasilitasi untuk memilih menjadi apa saja dan orang tersebut
perlu tetap menjaga dan menghargai kemerdekaan kemerdekaan yang dimiliki oleh
orang lain. Oleh karena itu berangkat dari perjuangan kemerdekaan dalam bidang
pendidikan, saya akan melakukan fasilitasi dengan memegang asas Taman Siswa
yaitu dengan suci hati mendekati peserta didik serta berhamba pada peserta
didik. Bukankan pendidikan seharusnya menuntun segala kodrat yang ada pada
peserta didik agar mereka meraih kemerdekaan dan mencapai keselamatan dan
kebahagiaan? Konsep-konsep pendidikan yang memerdekakan perlu diperjuangkan
dalam kegiatan fasilitasi seperti yang tercantum dalam asas trikon dan patrap
triloka. Beberapa konsep yang dapat diadaptasi untuk diterapkan selama kegiatan
fasilitasi selain filosofi Taman Siswa adalah:
1. Belajar sepanjang hayat dengan rasa bahagia sebagaimana dipraktekkan di
Sekolah Kembang
2. Belajar dengan menghubungkan murid dengan dunia nyata dan belajar tanpa
paksaan seperti pada Erudio Indonesia
3. Belajar dengan model otonom berbasis komunitas (boarding school) seperti
pada Sanggar Anak Akar Indonesia.
Judul Modul: Modul
3. Kepemimpinan Menuju Transformasi Pendidikan.
Kaitannya dengan fasilitasi adalah saat saya sebagai calon pengajar praktik (CPP) dapat menentukan inisiasi untuk menciptakan sebuah komunitas praktisi yang sehat dengan hubungan relasi yang baik, manajemen konflik yang tangguh antara pemimpin,pengikut serta inisiatif yang melingkupinya. Sebagai CPP dengan mempelajari modul tentang kepemimpinan (leardership) menuju transformasi pendidikan maka saya akan dapat melakukan fasilitasi tentang bagaimana kebijakan-kebijakan dapat menginspirasi individu atau sebaliknya individu dapat menginspirasi kebijakan. Saya akan melakukan fasilitasi dengan landasan berpikir inkuiri apresiatif yaitu secara kooperatif menemukan hal positif dalam diri guru penggerak, kepala sekolah, komunitas praktisi, organisasi atau lembaga (satuan pendidikan) di daerah saya baik hal positif yang ada di masa lalu dan sekarang telah hilang atau yang ada di masa sekarang maupun kemungkinan yang terjadi di masa depan. Melalui pembelajaran tentang kepemimpinan dan kegiatan fasilitasi saya akan dapat berinteraksi secara formal maupun informal dalam keragaman individu, keragaman guru penggerak, organisasi atau sekolah.Maka saya menjadi mampu untuk memegang identitas kolektif yang dimiliki bersama-sama untuk meminimalisasi friksi-friksi konflik kebudayaan atau politik yang mungkin terjadi dalam kegiatan fasilitasi.
Akhirnya, dengan
persiapan yang baik dari aspek substansi dan teknis serta berbekal pengetahuan
dan pemahaman pada modul I, II,dan III maka penerapan (proses) fasilitasi dapat
berjalan lebih mudah. Hal-hal seperti upaya assessing the knowledge of the
group, mengatasi masalah (addressing issues), menggelar diskusi
kelompok, menghargai perbedaan sudut pandang dan menempatkan diri kita sejajar
(equal) dalam hubungan relasi seperti antara pengajar praktik dan guru
penggerak, guru penggerak dengan sekolah, pengajar praktik dengan fasilitator,
dan lain sebagainya akan terlaksana dengan baik.
Peran
sebagai fasilitator Calon Guru Penggerak sangat terdukung oleh materi hari itu
yaitu Pemberdayaan Komunikasi dalam Peranan Pendamping. Hal ini karena pada
materi ini saya mendapatkan insight baru tentang persiapan utama menjadi
seorang fasilitator yaitu substansi dan teknis sehingga saya dapat mempersiapkan
hal-hal yang substantif dan teknis untuk menjadi fasilitator yang baik. Saya
juga belajar tentang 7 (tujuh) kesalahan fasilitator dari tayangan youtube di
learning management system (LMS) dan 3 (tiga) hal yang harus dikuasai
fasilitator dari sumber belajar lainnya.
Pada
intinya ide, materi atau pendapat dari narasumber memiliki kesamaan substansi.
Praktik yang saya jalankan selama ini banyak kesesuaian ide, materi dan
pendapat yang disampaikan oleh narasumber. Kesemuanya bersifat memperkuat dari
apa yang telah saya dapatkan dari sumber belajar sebelumnya dan yang telah saya
praktikkan.
Konsep-konsep
utama yang saya pelajari dan menurut saya penting untuk terus dibawa selama
menjadi Fasilitator Calon Guru Penggerak diantaranya adalah:
a.
Batas-batas perbedaan antara
presenter, trainer dan fasilitator.
b.
Konsep komunikasi yang penting
dikuasai dalam peran kita sebagai pendamping.
c.
Dua persiapan utama fasilitator
tentang substansi dan teknik.
d.
Kemampuan membedakan antara pedagogi dan andragogi dalam peran
kita sebagai fasilitator.
e.
Hal-hal yang boleh dan tidak
boleh dilakukan sebagai fasilitator calon guru penggerak.
Materi
berikutnya yang tidak kalah menarik adalah tentang coaching yang disampaikan
oleh Ibu Tjatursari Oetoro atau yang biasa dipanggil TJ. Coaching menurut saya
adalah salah satu cara terbaik untuk dapat mengembangkan orang lain dari yang
tadinya sudah tahu menjadi ahli, berorientasi pada masa saat ini dan masa depan dan berorientasi pada peserta didik (coachee) itu sendiri. Coaching mendorong dan membantu coachee
melihat banyak peluang-peluang baru karena dalam kegiatan coaching kita perlu
berpusat pada coachee. Dalam coaching dibutuhkan hubungan kemitraan dengan
klien dalam suatu percakapan yang kreatif dan memicu pemikiran untuk
memaksimalkan potensi pribadi dan klien. Tiga prinsip coaching yang perlu kita
pahami adalah kemitraan, percakapan kreatif 2 (dua) arah dan memaksimalkan
potensi yang dinyatakan oleh coachee atau klien. Coaching dalam membantu orang
dapat dilaksanakan beberapa kali dengan jumlah coachee maksimal 10 (sepuluh)
orang. Hal yang diharapkan dari coaching adalah proses perubahan mindset atau
perilaku dari coachee. Oleh karena itu, seorang coach harus memiliki kualitas
atau kompetensi seperti:
1.Kesabaran
2.
Keterbukaan (open-minded)
3.Kualitas
rasa ingin tahu (curious)
4.Tanggung
jawab.
Saat saya
menjadi coach yang saya rasakan adalah keinginan untuk memberikan yang terbaik
bagi klien saya dan tujuan yang selalu ingin capai adalah perubahan mindset
atau perilaku dari klien tersebut. Saya juga merasakan bahwa saya tidak perlu
untuk menjadi ahli dalam bidang yang dicoachingkan jadi saya merasa tanpa beban
untuk selalu curious atau memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap
klien. Saya juga merasa perlu untuk bisa dalam membangun percakapan sekreatif
mungkin dalam 2 (dua) arah. Sementara itu yang saya rasakan saat dicoaching
adalah saya dengan senang hati perlu menggunakan pengetahuan yang telah saya
miliki agar dapat digunakan dengan baik berkat bantuan dan dorongan dari coach
agar saya mampu menjadi lebih ahli dalam bidang yang dicoaching. Saya juga
merasa terbuka untuk siap menerima jalinan kemitraan dengan coach. Bagi saya
menjadi coachee adalah kesempatan untuk memaksimalkan potensi dan merubah
mind-set serta perilaku saya saat ini menjadi lebih baik di masa depan.
Selama sesi
coaching ada saatnya saya ikut merasakan bagaimana saya akan merasa terpojok
dan tersudutkan karena pertanyaan-pertanyaan dari coach seperti tidak
memberikan ruang kepada saya untuk mengungkapkan hal-hal yang perlu saya
sampaikan dengan leluasa.Apabila posisi saya sebagai coachee maka justru saya
tidak akan mampu berbicara dengan baik.
Saya berpikir
bahwa ada beberapa pertanyaan-pertanyaan yang tidak seharusnya ditanyakan oleh
seorang coach kepada coache karena seharusnya coach dapat lebih berpusat pada
coachee, menyadari semua yang terjadi setiap saat, dapat mengetahui lebih
banyak tentang coachee melalui pertanyaan-pertanyaan yang lebih memihak kepada
klien dan membantu coachee melihat alternatif-alternatif peluang baru.
Saya merasa bahwa seharusnya coach melakukan coaching pada coachee bukan pada masalah yang dihadapi oleh coachee atau akan menimbulkan masalah baru bagi coachee. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas kurang terbuka tetapi terkesan telalu mengoreksi coachee. Hal ini akan berdampak pada hubungan antara coach dan coachee yang tidak terkoneksi dengan baik. Saya juga merasa bahwa jenis pertanyaan seperti itu tak akan memberikan ruang hening, jeda atau waktu berefleksi yang baik bagi coachee artinya pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menyulitkan coachee untuk berefleksi.
Saya
mendapatkan banyak hal penting dari referensi-referensi yang saya baca mengenai
coaching. Hal penting saya dapatkan misalnya adalah basic skills yang
harus dimiliki oleh coach yaitu kemampuan untuk mendengarkan, membangun
hubungan yang baik dengan coachee, selalu memberi feedback yang suportif,
bertanya dengan baik dan menggunakan intuisi.Kita harus melakukan coaching pada
coachee, bukan pada masalahnya. Coach harus bersikap terbuka dan bukan
mengoreksi coachee tetapi untuk terkoneksi dengan coachee. Alur percakapan
model TIRTA atau GROW sangat penting dijadikan panduan bagi coach untuk
melakukan percakapan dengan coachee.
Coaching
adalah membangun hubungan kemitraan dengan klien dalam suatu percakapan yang
kreatif dan memicu pemikiran untuk memaksimalkan potensi pribadi dan
profesional klien. Prinsip-prinsip coaching yang tidak dimiliki oleh mentor,
trainer atau konselor diantaranya adalah percakapan yang kreatif dari 2 (dua)
arah, bersifat kemitraan dan memaksimalkan potensi yang dinyatakan oleh coachee
(klien) sendiri.
Pemikiran
saya yang sudah tepat dengan peran saya sebagai coach adalah saya telah
bororientasi atau berpusat pada coachee dan
bertujuan untuk mengembangkan coachee dalam percakapan kreatif 2 (dua)
arah. Selain itu saya bersikap terbuka bukan untuk mengoreksi coachee tetapi
untuk terkoneksi dengan coachee sehingga saya dapat membantu coachee melihat
peluang-peluang baru. Saya menggunakan alur percakapan TIRTA (Tujuan, Identifikasi,
Rencana Aksi dan Tanggung jawab) dan GROW (Goal, Reality, Options dan Will)
pada saat coaching.
Saya akan
menghilangkan pemikiran seperti tidak memberi ruang hening, jeda atau refleksi
pada saat coaching kepada coachee dan tidak memberi kesempatan kepada coachee
untuk menetukan topik yang ingin disampaikan.
Langkah
selanjutnya yang dapat saya lakukan sebagai coach adalah saya ingin membantu
orang lain dengan melaksanakan beberapa kali coaching agar dapat memaksimalkan
potensi yang dimilikinya dan dinyatakan sendiri oleh coachee. Selainitu saya
akan meningkatkan kualitas diri saya sebagi coach yaitu lebih sabar, lebih
terbuka, dan lebih bertanggung jawab dalam upaya mengantarkan seseorang dari
titik atau situasi dimana dia saat ini berada ke situasi yang diinginkannya di
masa depan.
Saat latihan
coaching ke-1 yang sudah berjalan baik adalah saya telah menggunakan alur
percakapan TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana Aksi dan Tanggung
Jawab), menjadikan coachee sebagai pusat dan saya terbuka atau ingin tahu lebih
banyak. Saya seharusnya memberikan ruang untuk hening, jeda atau refleksi pada
coachee. Saya akan menggunakan waktu terbaik dalam coaching sehingga tidak
dibatasi oleh waktu dalam mengembangkan alur percakapan dan dapat lebih
menggali percakapan kreatif 2 (dua) arah. Coachee saya mengatakan merasa lebih
tenang, senang dan lega setelah melakukan coaching dengan saya.
Saya merasa
diberikan ruang untuk menyampaikan tujuan-tujuan, hambatan-hambatan yang saya
alami dan berhasil membangun rencana aksi yang akan saya laksanakan untuk
mencapai tujuan. Saya merasa digiring untuk mencapai tujuan saya sendiri dengan langkah-langkah hasil inisiatif saya sendiri.
Saya telah
memahami tentang pentingnya coaching yang berkesinambungan selama 4-6 sesi dengan
cara menetapkan tujuan terlebih dahulu, membuat terobosan,menjaga kemajuan lalu
dapat melanjutkan perjalanan dari program-program. Saya juga telah mampu menyusun
indikator keberhasilan dengan model SMART yaitu specific, measurable,
attainable, relevant, dan timely. Selain itu saya dapat menjadi coach yang
lebih baik dengan mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot,
merencanakan aksi, melakukan brainstorming, mengekspresikan hal-hal penting dan
mempertanyaakan asumsi. Hal-hal tersebut dapat saya lakukan dengan baik salah
satunya karena saya telah memahami faktor penghambat dari mendengar yaitu
judgement, asumsi dan asosiasi.
Hal lain yang
masih perlu saya lakukan agar menjadi coach yang baik adalah saya harus membuat
rencana pengembangan orang lain sebelum melaksanakan coaching dan mampu
menangkap kata kunci dan dapat menyususn pertanyaan berbobot hasil dari
mendengarkan aktif.Saya juga telah mampu untuk membantu coachee mengingat,
merenung dan memahami persoalan serta mengajukan pertanyaan pada momen yang
tepat. Saya juga dapat lebih terbuka dan eksploratif.
Ada 3 (tiga) tindakan
spesifik yang dapat saya lakukan dalam satu minggu ke depan yaitu:
1.
Saya akan membuat rencana
pengembangan orang lain (coaching plan).
2.
Saya akan melakukan coaching
kepada salah satu klien atau rekan guru saya.
3.
Saya akan menunjukkan dan
mengevaluasi bersama coaching plan yang telah saya buat untuk dikerjakan atau
diisi bersama.
Banyak pengalaman telah saya dapatkan selama mengikuti pembekalan calon pengajar praktik (pendamping) termasuk tentang kendala atau hal yang membantu saat melakukan refleksi atau memberi feedback. Saat melakukan refleksi saya merasa terbantu dengan berbagai pilihan template yang telah diberikan oleh instruktur sperti storyboard, DEAL, Segitiga, Teknik 6 (enam) topi, BAGJA, Tangga Kesimpulan, Kaizen, The Golden Circle maupun 4F. Refleksi pembelajaran membuat saya menjadi lebih sadar dengan proses berpikir saya sendiri sendiri dan bisa terbuka kepada orang lain. Dengan refleksi dengan pola yang telah disediakan saya dapat mereview materi dan mengevaluasi diri saya dalam penguasaan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skills (HOTs) seperti analisa, evaluasi dan cipta aksi tentang bagaimana dan mengapa pembekalan perlu dilaksanakan dan mengerti apa yang harus dilakukan setelah pembelajaran selesai.
Oleh karena itu saya secara konsisten melakukan refleksi karena akan
membawa dampak positif atau manfaat seperti: memahami dan mengetahui maksud
dari apa yang telah dipelajari, bisa mengerti apa yang dilakukan, dan memahami
apa yang harus dilakukan selanjutnya. Selain itu dengan melakukan refleksi saya
dapat mereview situasi dan kondisi dari sebuah pembelajaran, sehingga potensi
diri atau individu dapat lebih terlihat dan mudah untuk saya kembangkan. Hal
ini tentu dapat membantu saya meningkatkan kegiatan yang bersifat
evaluatif secara berkelanjutan dan berjenjang seperti untuk mengikuti
pembekalan secara luring (luar jaringan) pada tahap berikutnya. Saya menemukan
beberapa kendala saat berefleksi yaitu saat saya telah benar-benar melakukan
kegiatan refleksi itu sendiri yaitu disatu sisi aspirasi belajar saya
tersalurkan di sisi lain masalah atau kendala yang dihadapi saat belajar juga
dapat saya review dengan baik terutama pada saat proses pembelajaran.
Kendala yang yang saya alami saat melakukan refleksi atau feedback
mengingat saya telah bisa mengetahui apakah proses pembelajaran sudah berlangsung
baik atau belum (melalui refleksi) adalah
saya belum sepenuhnya mampu berpikir lebih objektif dalam platform belajar
seperti learning management system (LMS) karena jenis pembelajaran
melalui LMS belum memberikan ruang yang cukup bagi saya untuk pembelajaran
yang menerapkan model total physical response
sebagaimana dalam pembelajaran luar jaringan (luring) dan mendapatkan ikatan
emosional yang lebih dekat dengan peserta lain maupun instruktur.
Manfaat refleksi yang dikerjakan setelah mengikuti serangkaian proses
kegiatan bermanfaat untuk memahami dan mengetahui maksud dari apa yang telah
dipelajari, bisa mengerti apa yang dilakukan, dan memahami apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Selain itu dengan melakukan refleksi saya dapat mereview
situasi dan kondisi dari sebuah pembelajaran, sehingga potensi diri atau
individu dapat lebih terlihat dan mudah untuk saya kembangkan. Hal ini tentu
dapat membantu saya meningkatkan kegiatan yang bersifat evaluatif secara
berkelanjutan dan berjenjang seperti untuk mengikuti pembekalan secara luring
(luar jaringan) pada tahap berikutnya. Sedangkan feedback atau tanggapan
(respon) bermanfaat untuk mendiagnosa kekuatan dan kelemahan selama proses
(pembelajaran) agar dapat mendapatkan perbaikan atau menemukan alternatif
(pilihan) teknik atau strategi pemecahan. Melalui feedback kita akan mengetahui
bagian mana dari keseluruhan proses yang perlu untuk mendapatkan tindak lanjut.
Hal menarik yang saya alami selama berlatih melakukan refleksi adalah
saya baru bisa dengan mudah berefleksi setelah menggunakan template refleksi
yang disediakan. Sedangkan hal menarik yang saya alami saat memberi feedback
adalah saya selalu merasa seperti mereview diri saya terlebih dahulu dan hal
menarik saat menerima feedback adalah saya dapat memperoleh sesuatu pemikiran
baru dari insight orang lain bahkan tentang keberagaman pemikiran sehingga
perlu metakognisi.
Saya mendapatkan materi tentang penentuan tujuan dan refleksi
pembelajaran. Saya dapat mempraktikkan secara langsung bagaimana kita melakukan
proses dan metode dalam membuat refleksi dengan cara yang sesuai dengan
karakteristik kita masing-masing serta berlatih menerima respon dari rekan guru
lain. Selain itu saya mendapatkan materi tentang radical condor yaitu bagaimana
kita menciptakan lingkungan yang konstruktif dengan cara berlatih melakukannya
dan menghadapi radical condor.
Saya dapat melakukan refleksi pada saat pikiran saya tenang khususnya
setelah mengalami fase tidur rapid eye movement (REM) karena untuk
melakukan refleksi saya tidak bisa instan berpikir menggunakan kesan tunggal
tetapi perlu berpikir secara holistik dan komprehensif.
Saya akan mengenalkan cara memberi feedback kepada kelompok dengan
menjelaskan terlebih dahulu bagaimana teknik memberikan feedback yang baik.
Feedback yang positif dapat diberikan secara terbuka sedangkan feedback yang
negatif dapat diberikan secara tertutup. Kita dapat menyampaikan feedback
secara jelas dan spesifik agar lebih komunikatif. Feedback harus dilakukan
dengan emosi yang terkontrol dengan baik. Selain itu yang tidak kalah penting
adalah kita perlu bertanggung jawab atas apa yang telah kita sampaikan dan
memberi ruang untuk orang lain yang kita beri feedback untuk memberi tanggapan
atas feedback yang diberikan.
Feedback digunakan saat kita menemukan improvement area dari orang lain,
rekan guru penggerak atau peserta didik yang dapat kita lakukan upaya
pengembangan. Feedback dapat diberikan baik secara terbuka (untuk feedback
positif) maupun secara tertutup untuk feedback yang konstruktif lainnya agar
penerima feedback dapat merespon dengan baik.
Saya menggunkan metode three plus plus first yaitu sebelum
memberikan feedback sebaiknya kita menyampaikan terlebih dahulu
kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh orang yang akan kita beri feedback
khususnya untuk feedback negatif. Metode menyampaikan 3 (tiga) kekuatan yang
dimiliki lalu meyampaikan 1 (satu) kelemahan (one minus) yang dapat
diperbaiki.
Saya mengikuti pembekalan hari ini dengan senang hati karena saya percaya pada diri saya bahwa ini adalah kesempatan emas bagi saya untuk memantapkan ilmu yang saya peroleh di pembekalan tahap pertama. Meskipun pembekalan dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) tak mengurangi semangat saya dalam belajar pada pembelajaran hari ke-1. Saya mengikuti diskusi kelompok dengan penuh perhatian dan aktif tentang filosofi Ki Hajar Dewantara, Nilai-nilai Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positif. Selain itu saya juga belajar tentang peta konsep lain seperti pembelajaran berdiferensiasi dan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Hambatan yang saya alami dalam pembelajaran H-1 adalah masalah jaringan atau sinyal yang kurang mendukung dalam pembelajaran berbasis daring.
Perasaan saya
ketika pembelajaran berlangsung adalah rasa keingintahuan yang tinggi (curious)
karena saya menyadari bahwa pada pembekalan tahap ke-2 ini akan banyak mengupas
hal-hal yang bersifat teknis aplikatif saat kita harus terjun di lapangan, menyelenggrakan lokakarya dan berkolaborasi
dalam komunitas praktisi, mendampingi guru penggerak dan lain sebagainya.
Selanjutnya
saya juga berkesempatan belajar tentang bagaimana menyelenggrakan lokakarya
calon pengajar praktik dengan menerapkan alur MERDEKA yaitu: mulai dari diri, eksplorasi
konsep, ruang kolaborasi, refleksi terbimbing, demonstrasi konstektual,
elaborasi pemahaman, koneksi antar materi dan aksi nyata. Kedelapan alur
MERDEKA tersebut kami elaborasi dengan peta konsep seperti filosofi Ki Hajar
Dewantara dan relevansinya dengan pendidikan abad-21, nilai-nilai guru
penggerak, visi guru penggerak, budaya positif, pembelajaran berdiferensiasi dan
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajran. Kegiatan membedah modul
tersebut kami lakukan baik melalui Breakout Room maupun Grup Besar dengan hasil
pekerjaan kami upload di google drive dan learning management system
(LMS).
Manfaat yang saya dapat dalam pembelajaran hari ini sangat mendukung peran saya sebagai fasilitator guru penggerak yaitu dapat membantu saya bekerja lebih terstruktur, terkontrol dan sesuai dengan prosedur. Saya akan dapat dengan mudah mengukur indikator keberhasilan serta merencanakan sekaligus mengeksekusi langkah-langkah kerja saya sebagai pendamping guru penggerak.
Strategi
lokakarya bagi Calon Guru Penggerak dan Strategi Pendampingan Individu bagi
Calon Guru Penggerak menyajikan buku panduan dan instrumen kegiatan yang
terstruktur dan terukur. Selain itu juga tersedia rubrik yang memuat tujuan
aktivitas, aktivitas calon guru penggerak (CGP) dan calon pengajar praktik
(CPP) serta tagihan bagi CGP mempermudah langkah-langkah dalam implementasi
program pendampingan individu dan lokakarya bagi CGP.
Identifikasi keterkaitan antara modul dengan pendampingan individu, pendampingan individu dengan lokakarya ternyata sangat terbantu dengan adanya rubrik yang memuat tujuan aktivitas, aktivitas calon guru penggerak (CGP) dan calon pengajar praktik (CPP) serta tagihan bagi CGP. Oleh karena itu sangat penting untuk menyandingkan substansi materi dalam modul 1, 2 dan 3 dengan pendampingan individu dan lokakarya.
Dalam strategi lokakarya bagi Calon Guru Penggerak dan Strategi Pendampingan Individu bagi Calon Guru Penggerak perlu menyandingkan substansi materi dalam modul 1,2 dan 3 dengan pendampingan individu dan lokakarya. Rubrik yang memuat tujuan aktivitas, aktivitas calon guru penggerak (CGP) dan calon pengajar praktik (CPP) serta tagihan bagi CGP mempermudah langkah-langkah dalam implementasi program pendampingan individu dan lokakarya bagi CGP, termasuk di dalamnya dalam upaya identifikasi keterkaitan antara modul dengan pendampingan individu, pendampingan individu dengan lokakarya.
Demikian
hal-hal esensial yang saya dapatkan selama mengikuti pembekalan tahap 1 dan 2
CPP PGP Angkatan 3 Tahun 2021. Semoga membawa positive insight bagi kita semua. Aamiin.
Terima kasih
0 comments: